Ngaji Bareng Kyai Pamungkas Ngaji Bareng Kyai Pamungkas

Ngaji: AL GHAZALI SANG LEGENDA

Ngaji: AL GHAZALI SANG LEGENDA

Al-Ghazali nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad yang karena kedudukan tingginya dalam Islam dia digelari Hujjatul Islam. Ayahnya, menurut sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari latar itulah sufi kita ini terkenal dengan al-Ghazali (yang pemintal wol), sekalipun dia terkenal pula dengan al-Ghazali sebagaimana halnya diriwayatkan al-Sam’ani dalam karyanya, al-Ansab, yang dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Ghazalali.

 

Khurasan, tahun 450 H (diriwayatkan pula dia lahir pada 451 H). Menurut periwayatan al-Subki, dia serta saudaranya menerima pendidikan mistisnya di rumah seorang sufi sahabat ayahnya, setelah ayahnya meninggal dunia.

 

Pada masa kecilnya, al-Ghazali belajar pada salah seorang Fagih di kota kelahirannya, Thus, yaitu pada Ahmad al-Radzkani. Lalu dia pergi ke Jurjan dan belajar pada Imam Abu Nastr al-ismaiili. Setelah itu dia kembali ke Thus dan terus pergi ke Nishapur. Di sana dia belajar pada salah seorang teolog aliran Asy’ariyyah yang terkenal, Abu al-Ma’ali al-Juwaini, yang bergelar Imam al-Haramain.

 

Menurut ibn Khalikan, di bawah bimbingan gurunya itulah dia sungguhsungguh belajar dan berijtihad sampai benar-benar menguasai masalah madzhab-madzhab, perbedaan pendapatnya, teologi, ushul figh, logika, dan membaca filsafat maupun hal-hal lain yang berkaitan dengannya, serta menguasai berbagai pendapat tentang semua cabang ilmu tersebut. Di samping itu dia juga menjawab tantangan dan mematahkan pendapat lawan mengenai semua itu, dan dia pun menulis karyanya yang paling baik dalam semua bidang ilmu-ilmu tersebut, yang kesemuanya dalam waktu yang relatif singkat, sehingga dia itulah tokoh yang dimintai pendapat selagi masa gurunya (al-Juwaini).

 

Al-Ghazali tetap mendampingi gurunya, al-Juwaini, sampai gurunya meninggal dunia tahun 478 H. Dia lalu meninggalkan Nishapurmenuju al-Askar. Di situlah dia bertemu seorang menteri yang terkenal, Nizham al-Mulk yang telah mengetahui tingginya kedudukan al-Ghazali. Diriwayatkan, Nizham al-Mulk melangsungkan suatu dialog antara al-Ghazali dengan banyak ulama mengenai berbagai masalah, dan dalam dialog tersebut tampak keunggulan al-Ghazali dibanding ulama-ulama itu. Maka namanya pun menjadi terkenal, dan segera Nizham al-Mulk menawarinya untuk mengajar di perguruannya, Nizham al-Mulk, di Baghdad, yang lebih dikenal dengan Perguruan alNizhamiah. Al-Ghazali pun lalu berangkat ke Baghdad, tahun 484 H, untuk mengajar di perguruan tersebut. Dan di situ pun dia dikagumi banyak orang.

 

Selama periode kehidupannya itu al-Ghazali menimba dan mendalami banyak cabang ilmu, dan juga filsafat. Dia memelajari ilmu-ilmu tersebut, barangkali, untuk menghilangkan keraguannya yang muncul sejak dia mengajar. Tapi ternyata ilmu-ilmu ini tidak memberinya ketenangan jiwa. Kegelisahan jiwanya malah semakin menggelora sampai membuatnya tertimpa krisis psikis yang kronis, yang diuraikan dengan menarik dalam karyanya, al-Mungidz min al-Dhalal, yang kemiripannya diikuti oleh karya Santo Agustine, Confessions.

 

Akibat keadaan krisis ini, al Ghazali lalu meninggalkan kedudukannya sebagai guru besar di perguruan al-Nizhamiah, dan kemudian hidup menyendiri. Padahal, dengan mengajar di perguruan tersebut, dia menjadi begitu terkenal serta meraih jabatan maupun kekuasaan yang sulit tercapai orang-orang biasa.

 

Tindakan yang dilakukan al-Ghazali tersebut timbul karena dia hendak bersikap jujur terhadap dirinya sendiri. Sebab dia sadar bahwa motivasinya dalam mengajarkan ilmu-ilmu itu tidak lain hanyalah untuk memeroleh jabatan serta membuatnya terkenal. Karena itu, kini dia sadar betapa rendah motivasinya dan berusaha melepaskan dirinya dari sikap menonjolkan diri itu.

 

Mengenai krisis yang menimpa dirinya, al-Ghazali berkata sebagai berikut: “Lalu keadaan diriku pun kurenungi, dan ternyata aku telan tenggelam dalam iKatan-ikatan (yang bercorak duniawi) yang meliputi diriku dari segala sudut. Amal-amalku pun kurenungi, khususnya amalku yang terbaik yaitu mengajar, dan ternyata aku hanya menerima ilmu-ilmu yang sepele dan tidak berguna. Aku pun memikirkan niatku yang mengajar, dan ternyata niatku tidak ikhlas demi Allah. Bahkan hanya didorong keinginan terhadap jabatan serta menjadi terkenal. Aku pun menjadi yakin bahwa aku hampir mengalami kehancuran, dan aku benar-benar tidak akan tertepas dari neraka, andai saja aku tidak meninggalkan hal-hal sepele tersebut.

 

Untuk beberapa lama aku tidak henti-hentinya memikirkan hal itu semua, dan aku masih jauh lagi dari tingkatan pengambilan keputusan. Terkadang aku begitu ingin ke luar dari Baghdad dan meninggalkan kondisi yang ada, tapi keinginan ini lalu mereda kembali. Kucoba untuk melangkah lagi, tapi aku lalu balik surut. Apabila paginya aku punya keinginan meraih kehidupan akhirat, sorenya pasukan hawa nafsu menghancurkan keinginan itu. Akibatnya, manakala pesona duniawi begitu kuat menahanku tetap tinggal, dikala yang sama seruan keimanan memanggilku pergi. Pergi, karena usia tinggal sedikit lagi, sementara perjalanan masih sangat panjang. Dan semua ilmu maupun amalku hanya untuk menonjolkan diri, serta hanya ilusi belaka. Syetan pun kembali muncul dan katanya: akh, keadaan begini hanya insidental belaka. Kau harus bisa menundukkannya, karena hal itu gampang hilang.

 

Aku tetap dalam keadaan ragu, diantara daya tarik pesona duniawi dengan seruan akhirat, hampir selama enam bulan. Bulan ini, keadaan memaksaku untuk mengambil keputusan, sebab Allah telah mengunci lidahku sampai tidak bisa mengajar. Suatu hari, dengan sepenuh tenaga, aku berusaha mengajar untuk menyenangkan berbagai pihak. Ternyata sepatah kata pun tidak terucapkan olehku, aku sama sekali tidak bisa mengucapkannya, dan keadaan yang menimpa lidahku itu lalu menimbulkan derita dalam kalbu. Hancurlah dengannya daya cerna, dan lenyaplah nafsu makan ataupun minum. Ketika itu, setetes minuman atau sesuap makanan tidak terasakan. Keadaan ini berlanjut dengan melemahnya semua daya dan kekuatan, sehingga para dokterpun merasa tidak mampu menyembuhkannya. Kata mereka: Keadaan ini pertama-tama mengenai kalbu, lalu dari situ menjalar ke seluruh tubuh. Maka kini tidak ada jalan menyembuhkannya, kecuali dengan perginya rahasia terpendam dalam pikiran yang menderita.

 

Maka ketika aku menyadari ketidakmampuanku, dan hilang seluruh kesanggupanku untuk memutuskan, aku pun menuju Allah sebagaimana kembalinya orang yang tersudut dan tanpa daya.” Begitulah timbulnya kecenderungan ke arah tasawuf pada diri al-Ghazali. Periode awal kehidupan spiritualnya tersebut merupakan persiapan psikis baginya menempuh jalan tasawuf. Periode spiritualnya itu sendiri ditandai dengan berbagai kondisi intuitif, seperti keraguan, kegelisahan, rasa bosan, rasa sedih yang mendalam, rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, upaya memahami realitas alam dan menyingkapkan yang dibaliknya, dan perasaan samar lainnya, yang kesemua itu akhirnya menuju Allah.

 

Dengan begitu, arah menuju Allah adalah obat yang menyembuhkan krisis tersebut. Al-Ghazali berkata: “Penyakit ini pun semakin merajalela. Dan hampir selama dua bulan, dipaksa oleh kondisi yang ada dan bukannya berdasarkan logika sehat, aku berada dalam jalur kaum sufis. Keadaan itu berlangsung sampai Allah menyembuhkan Sakitku tersebut, sampai jiwaku pun kembali sehat lagi. Hasil daya pikir pun kembali bisa diterima dan dipercaya penuh rasa aman serta yakin. Dan kesemua itu bukankah karena adanya dalil yang teratur rapi serta kata yang tersusun benar, tapi karena adanya cahaya yang diturunkan Allah dalam kalbu, yaitu cahaya yang menjadi kunci kebanyakan pengetahuan. Jelasnya, barangsiapa mengira bahwa iluminasi (kasyf) hanya tergantung pada dalil-dalil semata, meka dia telah memersempit karunia Allah yang luas.”

 

Dengan cahaya keimanan itu al-Ghazali menjadi mampu memeroleh suluh bagi tingkah lakunya. Tapi dia tetap menelaah hakekat realitas berbagai aliran pada masanya. Dan itu dilakukannya dengan pikiran yang bebas maupun membubung tinggi, sesuai ungkapannya, dari kerendahan menuju ketinggian wawasan. Untuk itu dia menyusun suatu dasar metodis, yang diungkapkannya dengan kalimat berikut: “yakinlah yang menyingkapnya apa yang diketahui, sehingga dengannya tidak ada lagi keraguan serta tidak dibarengi kemungkinan keliru maupun ilusi belaka.” Dasar ini lalu mengingatkan kita pada prinsip pertama metoda Descartes, Filosof Prancis, yang menetapkan kejelasan suatu gagasan (ide) sebagai landasan keyakinannya.

 

Lebih jauh lagi, al-Ghazali pun lalu membatasi para pencari kebenaran pada masanya ke dalam empat golongan: para teolog, penganut aliran batiniyah, filosof, dan sufi. Para teolog, penganut aliran batiniyah Syi’ah, dan filosof, mendapat kritik keras darinya melalui karyanya, al-Mungidz min al-Dhalal, dan juga dalam karyanya, Ihya’ ‘Ulum al-Din. Dan dia sampai pada kesimpulan bahwa para sufi itu pencari kebenaran yang hakiki. Menurutnya, ilmu yang mereka capai bisa mematahkan hambatan-hambatan jiwa serta membersihkan moral ataupun sifatnya yang buruk dan tercela, sehingga mengantarkannya pada keterbebasan kalbu dari segala sesuatu yang selain Allah serta menghiasinya dengan ingat pada Allah.

 

Lewat karya para sufi dan ucapanucapan para tokohnya, al-Ghazali mulai mengkaji ilmu para sufi, sehingga dia benar-benar mengetahui substansi tujuan keilmuan mereka serta berhasil mencapai apa yang bisa dia pelajari lewat cara mereka belajar ataupun mendengar. Tapi, lalu menjadi jelas baginya bahwa karakteristik mereka yang paling khusus tidak bisa sekadar dikaji dengan memelajarinya, kecuali dengan ketersingkapan, keadaan rohaniah, serta pergantian tabiat.

 

Lalu dia sepenuhnya yakin bahwa mereka lebih mementingkan keadaan rohaniah ketimbang ucapan, dan kebahagiaan akhirat tidak bisa diraih kecuali dengan ketagwaan, penghindaran diri dari hawa-nafsu, dan puncaknya ialah pemutusan hubungan kalbu dengan dunia, menjauhi bangunan tipu daya, mendekatkan diri pada bangunan keabadian, serta menerima Allah dengan sepenuh hati.

 

Setelah itu al-Ghazali mulai menjalani suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan asketis, ibadah, penyempurnaan rohaniah serta moral, dan pendekatan diri pada Allah. Pada tahun 488 H al-Ghazali keluar dari Baghdad untuk menunaikan ibadah haji. Selesai ibadah haji, tahun 489 H, dia pergi ke Syam serta tinggal di Damaskus, mengajar di ruangan sebelah barat mesjid kota itu. Dari Situ lalu dia pergi ke Baitul Magdis untuk beribadah.

 

Diriwayatkan bahwa dari sana dia terus pergi ke Mesir dan untuk beberapa lama tinggal di Iskandariah, dan kemudian dia kembali ke Thus untuk menulis karyanya.

 

Menurut ibn Khalikan, dia diminta untuk kembali ke Nishapur, dan mengajar di perguruan al-Nizhamiah. Setelah berkali-kali diminta, dia lalu meluluskan permintaan itu. Namun dia kembali meninggalkan perguruan tersebut dan kembali ke rumahnya di Thus, mendirikan Khanagah bagi para sufi dan madrasah bagi para penuntut ilmunya, serta menghabiskan waktunya untuk berbuat kebajikan, seperti mengkhatamkan al-Gur’an, bertemu dengan para sufi, dan mengajar, sampai dia menghadap Tuhannya. Dia meninggal hari senin, 14 Jumadil Akhir tahun 505 H.

 

Al-Ghazali adalah seorang pemikir yang produktif dalam berkarya serta luas wawasannya. Dia menyusun banyak buku dan risalah, yang menurut sebagian pensyarah karyanya, Ihya’ “Ulum ai-Din, kurang lebih delapan puluh. Dan ini meliputi berbagai bidang, seperti figh, ushul figh, ilmu kalam, akhlak, logika, filsafat, dan tasawuf. Di sini hanya akan dikemukakan karyakaryanya yang terkenal saja.

 

Di bidang filsafat, misalnya, ai-Ghazali telah menyusun suatu karya yang terkenal, Magashid al-Falasifah, yang menguraikan secara obyektif ilmu-ilmu kealaman dan ketuhanan dari para filosof sesuai aliran filsafat Ibn Sina. Bahkan karyanya, Tahafut al-Falasifah, menolak sebagian pendapat para filosof serta menguraikan kontradiksi dan kelemahan yang terdapat dalam filsafatfilsafat mereka.

 

Tampaknya karya-karya tersebut disusun sebelum dia meninggalkan Baghdad tahun 488 H. dan sebagaimana diketahui, dia menolak pendapat para filosof dalam tiga hal: pendapat filosof-filosof tentang terdahulunya alam semesta, penolakan filosof-filosof terhadap pengetahuan Allah atas detail-detail, dan pengingkaran filosoffilosof terhadap kebangkitan kembali secara fisik.

 

Di bidang tasawuf pun karya-karyanya cukup banyak, yang paling penting adalah karyanya, Ihya’ “Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci pendapatnya tentang tasawuf, serta menghubungkannya dengan figh maupun moral agama.

 

Juga karya-karya lainnya, al-Mungidz min al-Dhalal, di mana ia menguraikan secara menarik kehidupan rohaniahnya, Minhaj al-Abidin, Kimia’ al-Sa’adah, al-Risalah alLaudiniyyah, MisykKat al-Anwar, al-Madhmun bih ala Ghair, al-Magshib al-asna fi Syarkh Asma Allah al-Husna, dan sebagainya.

 

Banyak para pengkaji dari Barat yang menyatakan kekaguman mereka terhadap al-Ghazali, dalam kedudukannya sebagai pengasas pemikiran-pemikiran yang masih tetap hidup hingga saat ini. Wallahu a’lam bissawaf. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Ngaji Psikologi: AKU KAPTEN HIDUPKU

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi: Baca dan Pahami Hal yang Berbeda Sudut Pandang

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi: SENI MENYIKAPI HASIL

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!