Ngaji: TIDAK PERNAH BISA MENABUNG
Walau apa yang dikerjakannya selalu menghasilkan uang yang bukan sedikit, namun entah kenapa, tiap bulan, menjelang akhir minggu kedua, ia pasti sudah mengeluh karena tidak memiliki uang barang sepeser pun…
Ferdian, demikian sapaan akrabnya adalah salah seorang sahabat penulis. Ia berasal dari Banjarmasin, namun, besar di belantara Jakarta.
Kami sudah berkumpul sejak masih Sekolah Dasar sampai dengan bangku SMA. Selanjutnya, ia meneruskan pendidikan di kampung halamannya, sedang penulis di Jakarta.
Walau terus berkomunikasi lewat SMS, akhirnya, kami kembali bisa berkumpul di Jakarta. Ia bekerja di salah satu konsultan pajak yang cukup besar dan terkenal, bahkan, menikah dengan salah satu putri sang owner yang demikian anggun, dan pandai.
Keadaannya bak bumi dengan langit. Betapa tidak, walau tergolong cerdas, namun, Ferdian terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Berbeda dengan Nita, sang istri, yang sejak kecil memang sudah bergelimang dengan kekayaan. Itulah yang membuat kenapa kami semua jadi terheran-heran.
Kalau hal itu ditanyakan oleh kami, maka, ia pasti akan meniawab dengan dada membusung: “Aku kan orang Banjar yang peletnya memang sudah sangat terkenal sejak zaman dulu.”
Mendengar itu, biasanya, kami hanya tersenyum kecut. Tidak ada yang bisa marah, selain hanya mengeluarkan sumpah serapah yang tak ada habis-habisnya.
“Sial … gak ada berubahnya sama sekali,” teriak Burhan.
“Kalau berubah, pasti bukan Ferdian,” potong penulis.
“EMOSI … EMOSI … emosi,” ujar Ferdian dengan gaya kocaknya. Akhirnya, kami semua yang berkumpul tertawa lepas…. Seperti biasa, tiap kumpul, Ferdian pasti selalu mengajak makan. Tidak ada yang berubah sejak kecil, entah kenapa, tiap makan, nasi di piring Ferdian pasti berhamburan.
“Pamali behamburan nasi waktu makan, rajaki bisa tahambur-hambur ka lain,” demikian ujar Burhan yang selalu mengingatkan Ferdian dengan bahasa Banjar.
Ketika hal itu ditanyakan oleh penulis, Burhan pun menerangkan, “Jangan menghamburkan nasi waktu makan, rezekinya bisa berhamburan ke tempat lain.”
“Rasanya benar,” potong Biko, “buktinya, tiap menjelang akhir minggu kedua, teman kita ini selalu mengeluh gak punya uang barang sepeser pun di sakunya,” tambahnya lagi.
Ferdian bagai tersentak. Ia merasa apa yang dikatakan Biko adalah benar adanya. Boleh dikata, hampir tiap tengah bulan, ia selalu datang ke teman-temannya untuk meminjam sejumlah uang dan membayar pinjamannya pada awal bulan sekaligus mengajak teman-temannya untuk berkumpul dan makan bersama.
Begitulah yang terjadi dari waktu ke waktu…
Boleh dikata, walau istrinya dari keluarga kaya dan ia sendiri memiliki jabatan dan gaji yang tidak kecil, namun entah kenapa, Ferdian tak pernah bisa menabung barang sedikit pun. Uangnya selalu habis entah kemana. Jika sudah begitu, maka, tak ada yang bisa dilakukan selain mencari ketiga sahabatnya sewaktu SMA untuk meminjam sedikit uang.
Hingga pada suatu hari, menjelang akhir minggu kedua dan bersamaan dengan sang istri yang akan melahirkan dan harus dilakukan tindakan caesar, maka, Ferdian pun tampak benar-benar kebingungan. Mengingat posisi dan untuk menjaga martabat sang ayah mertua, maka, ia pun urung meminjam uang dari kantornya.
Dan ketika keluarga besar mertuanya bertanya akan kesiapannya, dengan tenang dan mantap, Ferdian pun menjawab:
“Semuanya beres, karena sudah kami persiapkan sejak jauh-jauh hari.”
Mendengar jawaban itu, sudah barang tentu, seluruh keluarga besar mertuanya sangat gembira dan bangga kepada dirinya. Namun apa yang terjadi sebenarnya?
Dengan ditemani oleh penulis dan Burhan, Ferdian menemui kedua orang tuanya dan menangis di hadapan mereka.
“Ayah, Ibu, bantulah Ferdian…” ratapnya. Burhan dan penulis hanya saling bersitatap. Kami benar-benar tidak tahu, kenapa Ferdian akan berlaku seperti itu di depan kedua orang tuanya.
Padahal, di jalan, Ferdian hanya berkata, “Aku ingin meminta doa dari ayah dan ibu agar Nita sehat, selamat dan bayi yang dikandungnya lahir dengan lancar dan sempurna.”
“Ada apa? Ceritakan dengan jelas, mudahmudahan kami bisa membantu,” demikian ujar sang ibu dengan penuh kesabaran. Ferdian pun menceritakan segala kesulitannya.
Sang ibu yang sejak tadi mendengarkan langsung saja berkata: “Sejak kecil ibu sudah mengingatkan agar tidak menghambur-hamburkan nasi kalau sedang makan.”
“Apakah ada hubungannya dengan kehidupan Ferdian?” Potong Ferdian cepat.
Sambil menghembuskan asap rokoknya, sang ayah yang sejak tadi hanya mendengarkan cerita anaknya langsung berkata: “Hubungannya pada perilaku. Coba ingat-ingat, tiap awal bulan, apa saja yang engkau lakukan? Setelah membayar utang dan mengajak makan ketiga sahabatmu, lalu, apa lagi yang engkau lakukan pada hari-hari berikutnya?”
“Makan dan minum serta menghabiskan waktu di cafe dengan alasan jalan macet. Jika engkau tidak bisa merubah dirimu sendiri, dengan makan tertib atau disiplin, maka, sampai kapan pun engkau pasti akan selalu terjebak dalam kesulitan yang sama,” tambah ayahnya panjang lebar.
“Padahal, keledai, binatang yang dianggap paling bodoh tidak mau terjatuh dalam lubang yang sama,” imbuhnya lagi.
“Jadi … maksud Ayah,” demikian potong penulis yang sejak kecil sudah terbiasa dengan menyebut seperti itu, “pengertian dari menghambur-hamburkan nasi waktu makan adalah disiplin?”
“Benar sekali. Semuanya dimulai dari disiplin. Tanpa disiplin, maka, hidup dan kehidupan pun jadi ngawur,” jawab ayah Ferdian sambil tersenyum dan mengambil gelas kopi serta mempersilakan kami untuk meminumnya.
“Sebenarnya, semuanya berawal dari etiket atau perbuatan. Dengan menghambur-hamburkan nasi waktu makan, maka, ia seolah tidak menghargai jerih payah orang lain atau yang mencari nafkah. Dan hal itu terjadi karena ketidak disiplinan. Padahal, agar mendapatkan keselamatan hidup di antara sesama, maka, seseorang harus memiliki etiket dan disiplin,” sambung sang ayah lagi.
Kami semua hanya bisa menganggukangguk tanda setuju. Sungguh tidak disangka, nenek moyang telah mewariskan segala sesuatunya dengan bahasa seloka, dengan harapan, agar keturunannya kelak mau menggali sekaligus menerapkannya dalam hidup dan kehidupan di dunia.
Singkat kata, akhirnya, sang ibu yang memang mafhum dengan keadaan poutranya langsung masuk ke dalam kamar. Dan tak lama kemudian, ia pun keluar sambil membawa sebuah kotak kayu hitam berukir.
“Pakailah,” demikian kata sang ibu sambil membuka kotak dan mengambil dua batang logam mulia yang berkilau akibat terkena sinar lampu.
Ferdian gugup. Ia hanya memandang sang ibu, ayah, dan kami berdua. Melihat itu, kembali sang ibu berkata dengan lirih: “Pakailah. Ini semua sengaja ibu siapkan untuk menyambut kelahiran cucu pertama. Dan sekarang, segeralah kembali ke rumah sakit, nanti ibu dan ayah juga akan ke sana.”
Sambil memegang dua batang logam mulia, Ferdian dengan diantar oleh penulis dan Burhan kembali ke rumah sakit untuk melihat keadaan Nita.
“Fer… dua hari lagi, kita boleh pulang,” demikian kata Nita.
Ferdian pun mengangguk dengan mantap sambil berkata: “Besok agak siang, aku akan datang untuk menyelesaikan seluruh administrasinya.”
Penulis dan Burhan kembali saling bersitatap. Di sebelah sana, tampak Nita tersenyum bahagia. Ia bangga, menurut keluarga besarnya, Ferdian adalah suami sekaligus ayah yang bertanggungjawab. Betapa tidak, ia bahkan tidak pernah menyangka jika selama ini, diam-diam, Ferdian telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapih.
Ketika penulis dan Burhan mohon diuri untuk pulang, Ferdian pun sengaja mengantarkan kami. Pada kesempatan itu, Burhan pun berpesan: “Sejak saat ini, engkais harus belajar dengan keras agar tiap makan tidak selalu menghambur-hamburkan nasi.”
“Ya … engkau harus disiplin dan mampu mengatur segala sesuatunya, terutama soal keuangan, dengan tertib. Kalau tidak, aku tidak mau dengar, si kecil merengek kehabisan susu karena ayahnya tidak punya uang,” ujar penulis sambil menggelenggelengkan kepala.
Ferdian mengangguk. la sungguh tak pernah menyangka, cara makan, ternyata berkait erat dengan perilaku seseorang. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)