Cerita Ngaji Bareng Kyai Pamungkas Ngaji Bareng Kyai Pamungkas

Ngaji: CINTA RABI’AH AL-ADAWIYAH

Ngaji: RABI’AH AL-ADAWIYAH

Rabi’ah Al-Adawiyah adalah salah seorang sufi besar wanita dan wali Allah yang sangat terkenal. Ia mengalihkan punggungnya dari segala sesuatu yang fana agar dapat lebih memusatkan perhatian kepada Yang Bersifat Abadi…

 

Pandangan ini mungkin dapat disejajarkan dengan ungkapan yang dikatakan oleh St. Paul, “Kita melihat bukanlah pada segala sesuatu yang tampak jasadnya, tetapi pada yang tidak dapat dilihat oleh mata, sebab yang terakhir ini lebih bersifat abadi, sedang yang pertama adalah sementara.”

 

Rabi’ah Al-Adawiyah berada dalam kesucian roh dan keintiman jiwa. Namun, Al-Jahiz mengatakan bahwa Rabi’ah sangat takut pada reputasinya sebagai seorang yang suci atau sufi. la mengisahkan, “Rabi’ah Al-Adawiyah ditanya oleh seseorang, “Pernahkah engkau melakukan suatu keajaiban sehingga dengan itu engkau dapat dikatakan sebagai orang suci?”

 

la menjawab, “Andaipun ada, aku takut hal itu akan menguntungkanku.” Ucapan lain dari Rabiah mengenai hal ini, “Apa yang tampak baik dari pekerjaanku aku anggap sebagai tidak ada apa-apanya.” Demikianlah tabiat Rabi’ah.

 

Rabi’ah tidak ingin memerlihatkan kesuciannya, bahkan pujian kepada sesama makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Salah satu nasihat Rabi’ah kepada para muridnya adalah, “Sembunyikanlah perbuatan baikmu sebagaimana menyembunyikan perbuatan burukmu.”

 

Wanita suci ini dikenal sangat dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (tagarrub ilallah). Keinginannya telah digantikan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, perbuatannya tidak didasarkan pada akal pikirannya sendiri, tetapi kehendakNya. Rasa sakit dan penderitaan pun diterimanya sebagai kehendak Illahi atas dirinya. la menahan semua itu dengan penuh ketabahan serta keikhlasan.

 

Dikisahkan bahwa pada suatu hari kepalanya terantuk sebuah pohon dan berdarah, tetapi ia tidak memerhatikannya. Seseorang pun menanyakannya, “Tidakkah engkau merasakan sakit?”

 

Jawab Rabi’ah, “Perhatianku hanyalah tertuju pada kehendakNya. Dia telah menyibukkan diriku dari yang lainnya yang dapat engkau lihat,” tukasnya dengan tegas. Rabi’ah adalah orang yang ridha kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penderitaan yang dikirim olehNya diterima dan dijalaninya dengan penuh rasa ikhlas.

 

Dalam menjalaninya ia melihat Sang Pencipta sedang mencoba dan mengujinya. Beberapa orang berkata bahwa pada suatu saat, Rabi’ah Al-Adawiyah kedatangan seseorang yang hidup di antara timbunan barang rongsokan. Orang itu berkata, “Apa salahnya jika seorang hamba yang disenang oleh Allah memohon makanan dengan berbagai macam cara?”

 

Rabi’ah menjawab, “Diamlah engkau, wahai orang yang tidak bersyukur, tidakkah engkau sadari bahwa orang suci itu akan selalu ridha kepada Allah, bahwa hamba harus menerima kehendaknya bagaimana pun Dia memerlakukannya.”

 

Abu Thalib menceritakan bahwa suatu hari, Sufyan Ats-Tsauri yang sedang bersamz Rabi’ah dan Ja’far bin Susman Ad-Dubai berkata, “Ya Allah, Ilahi Rabbi, semoga Engkau ridha dengan kami semua.”

 

Lalu, Rabi’ah menyahut, “Tidak malukah engkau memohon ridha Allah, sementara engkau sendiri belum ridha kepadaNya?” Sufyan menjawab, “Aku mohon ampun kepadaMu, ya Allah.”

 

Ja’far lalu berkata kepadanya, “Bilakah seorang hamba akan ridha kepada Allah?” Rabi’ah menjawab, “Apabila seorang hamba itu merasa senang pada saat kesengsaraannya adalah sama ketika ia merasa senang pada saat kebahagiaannya datang.” Keridhaan Rabi’ah tidak memerhitungkan kerugian yang terjadi, sebab keridhaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala merupakan suatu manifestasi kerajaanNya. Oleh karena itu, pekerjaan-pekerjaan yang istimewa dapat dilaksanakannya berkat ridhaNya.

 

Rabi’ah mengabdikan dirinya hanya kepada cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu, ia memilih untuk menjadi kekasih Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak menikah. Menurutnya, dalam kehidupan bersuami ia akan sibuk dengan urusan rumah tangga, sehingga melupakan cintanya kepadaNya. Dengan tidak menikah, ia dapat melakukan pencarian tanpa hambatan. Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Rabi’ah berstatus janda yang ditinggal mati suaminya.

 

Sebenarnya banyak laki-laki terhormat yang melamar Rabi’ah, salah satunya adalah Abdul Wahid bin Zyad yang terkenal dengan kezuhudan dan kesucian hidupnya. Ia adalah seorang teolog dan ulama yang hidup dalam pengasingan guna mencari jalan menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia juga pendiri salah satu jemaah pemondokan di dekat Basrah pada 793 M. Meskipun demikian, Rabi’ah tidak menyambut lamaran itu. Ia malah menjauhkan diri sembari berkata,

 

“Wahai laki-laki sensual, carilah perempuan sensual lain yang sama denganmu. Apakah engkau melihat adanya satu tanda sensual dalam diriku?”

 

Laki-laki lain yang mengajukan lamaran kepada Rabi’ah adalah Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah pada 145 H. la mengajukan mahar perkawinan seratus ribu dinar dan menulis surat kepada Rabi’ah bahwa ia memiliki pendapatan sebanyak sepuluh ribu dinar tiap bulannya, dan akan memberikan semuanya kepada Rabi’ah. Namun, jawaban Rabi’ah, “Aku sungguh tidak merasa senang bahwa engkau akan menjadi budakku dan semua milikmu akan engkau berikan kepadaku, atau engkau akan menarikku dari Allah meskipun hanya beberapa saat.

 

Seorang gubernur pun pernah melamar Rabi’ah. Sebelumnya, ia menulis surat kepada rakyat Basrah, meminta dicarikan seorang istri. Seluruh rakyat setuju bahwa calon yang paling cocok adalah Rabi’ah. Ketika laki-laki itu mengajukan lamaran melalui sepucuk surat, Rabi’ah menjawab,

 

“Penolakan terhadap dunia ini adalah perdamaian, sedangkan nafsu terhadapnya akan membawa kesengsaraan. Kendalikan nafsumu dan jangan biarkan orang lain mengendalikan dirimu. Bagimu, pikirkanlah hari kematianmu, sedang bagiku, Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat memberiku semua apa yang telah engkau tawarkan itu dan bahkan berlipat ganda. Aku tidak suka dijauhkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala walaupun hanya sesaat. Karenanya, selamat tinggal.”

 

Menurut kisah lain, Hasan Al-Basri, sahabat karib Rabi’ah, dan sahabat-sahabat lainnya mendesak Rabi’ah agar segera menikah dengan sesama sahabat sufi di kota itu. Rabi’ah menanggapi desakan itu dengan berkata, “Baiklah aku akan menikah dengan salah seorang yang paling pintar di antara kalian.” Mereka mengatakan, “Hasan Al-Basri itulah orangnya.”

 

Lantas, Rabi’ah berkata kepada Hasan, “Jika engkau dapat menjawab empat pertanyaanku, aku bersedia menjadi istrimu.” Hasan pun berkata, “Bertanyalah dan jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengizinkan, aku akan menjawab pertanyaanmu.”

 

Rabi’ah lalu mengajukan pertanyaan pertama, “Apakah yang akan dikatakan hakim dunia saat kematianku nanti, apakah aku mati dalam keadaan Islam (khusnul khotimah) atau murtad (suul khotimah)?” Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dapat menjawab pertanyaan seperti itu.”

 

“Pertanyaan kedua, pada waktu aku di dalam kubur nanti, pada saat Malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku, dapatkah aku menjawabnya?”

 

“Hanya Allah yang tahu,” jawab Hasan Al-Basri.

 

“Pertanyan ketiga, pada saat manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar pada hari penghitungan nanti, semua akan menerima buku di tangan kanan atau di tangan kiri. Bagaimana denganku, apakah aku akan menerima di tangan kanan atau kiri?”

 

“Hanya Allah Yang Maha Mengetahui,” jawab Hasan Al-Basri.

 

“Pertanyan terakhir, pada saat hari penghitungan nanti, sebagian manusia akan masuk surga dan sebagian lainnya masuk neraka. Di kelompok manakah aku akan berada?”

 

Terhadap pertanyaan yang terakhir ini, Hasan juga menjawab seperti semula, bahwa hanya Allah Yang Maha Mengetahui semua rahasia yang tersembunyi itu. Selanjutnya, Rabi’ah berkata kepada sahabat-sahabatnya yang lain, “Aku telah mengajukan empat pertanyaan tentang diriku dan dia tidak bisa menjawab, lalu bagaimana bisa aku menghabiskan waktuku dengannya?” Kemudian, dalam menyampaikan penolakannya itu, Rabi’ah mengucapkan sebuah syair:

 

Damaiku, wahai saudara-saudaraku, dalam kesendirianku dan kekasihku bila selamanya bersamaku.

 

Karena cintanya itu tiada duanya. Dan cintanya itu mengujiku di antara keindahan yang fana ini.

 

Pada saat aku merenungi keindahanNya, Dialah mihrabku, Dialah kiblatku.

 

Jika aku mati karena cintaku sebelum aku mendapatkan kepuasanku, amboi, alangkah hinanya hidupku di dunia ini.

 

Oh pelipur jiwa yang terbakar gairah, menyatu dengan Mu lah.

 

Yang melipur jiwaku, wahai kebahagiaanku dan hidupku selamanya. Engkaulah sumber hidupku.

 

Dan, dariMu jua datang kebahagiaanku. Telah kutanggalkan semua keindahan fana ini dariku.

 

Harapanku dapat menyatu denganMu karena itulah hidup yang kutuju.

 

Kisah tentang lamaran Hasan Al-Basri digambarkan lebih dari satu versi. Secara kronologis, sebenarnya hampir tidak mungkin lelaki yang dikenal sebagai seorang tokoh besar tasawuf itu meminang Rabi’ah, karena ia wafat tujuh puluh tahun lebih dahulu daripada Rabi’ah. Ada kemungkinan, laki-laki yang dimaksud dalam kisah itu bukanlah Hasan Al-Basri.

 

Cerita lain lain juga mengisahkan sebuah pinangan yang disampaikan Hasan Al-Basri yang jawabannya kurang lebih sama. Dikatakan oleh Hasan, “Aku ingin menikah denganmu dan jadilah engkau tunanganku.” Jawab Rabi’ah, “Sebuah pernikahan adalah bagi mereka yang memiliki suatu wujud. Di sini, dalam hatiku, wujud itu sudah kulebur karena aku telah menanggalkan diriku sebenarnya. Keberadaanku ada padaNya dan seluruh hidupku adalah milikNya. Aku selalu dalam bayang-bayangNya. Janganlah engkau tanyakan pernikahan itu kepadaku, tetapi tanyakanlah kepadaNya.”

 

Begitulah Rabi’ah dengan teguh memertahankan kesendiriannya dan lebih memilih menjadi seorang istri di surga kelak. Bahkan, teman seperjalanan pun ia tolak. Kisah-kisah di atas menyimpulkan bahwa hati Rabi’ah tidak mau dicampuri oleh hal-hal yang selain Allah SWT, baik yang lahiriah maupun yang batiniah. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: TULANG BABI TOLAK TUYUL

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: JIN PENJAGA DARI KEJAHATAN

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: PENGHUNI RUMAH TUA

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!