Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: MAKAM I LO’MO’ RI ANTANG, MAKASSAR

Panggonan Wingit: MAKAM I LO’MO’ RI ANTANG, MAKASSAR

Seorang rekan bernama Andi Subaidah (54 thn) di Antang berkisah, “saya pernah didatangi isterinya I Lo’mo’ ri Antang. Waktu itu saya lagi malas bangun padahal mesjid sudah mengaji. Harusnya saya bangun sholat terus menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Tapi hari itu rasanya malas sekali. Terus saya merasa ada cahaya menyinari muka saya, ada yang terang di kepala saya. Dan terdengar suara, “eh, bangunmi”. Lalu saya buka mata. Di depan saya berdiri wanita tua tapi cantik tersenyum. Wanita itu dikelilingi cahaya bulat bersinar berkilau. Saya belum sempat menyahut ia sudah lenyap…”

 

Syekh Jalaluddin Al-Aidit mendirikan lembaga pengajian. Dan Muh. Yusuf bersama putra-putra pembesar negeri Gowa pun belajar agama Islam di sana. Empat tahun kemudian, yaitu pada 22/09/1644 Muh. Yusuf yang berumur sudah 18 tahun berlayar menuju tanah suci Makkah untuk menambah ilmu agama yang sudah dimilikinya.

 

Kapal yang ditumpangi Muh. Yusuf adalah kapal Melayu yang berlayar menuju Kesultanan Banten. Ketika itu Bandar Banten 3 menjadi Bandar internasional menggantikan 3 Bandar Malaka yang hancur oleh serangan Belanda tahun 1641 M. Bandar Banten menjadi pusat perdagangan dan banyak disinggahi saudagar India, Persia, Timur Tengah dan dari Negara lain.

 

Perjalanan Muh. Yusuf menuju Bandar Banten dari Sombaopu Makassar memakan waktu 8 hari ditemani 4 orang diantaranya bernama I Lo’mo’. Dari “Lontara Bilanga”, catatan harian masyarakat Makassar dikisahkan, pada perjalanan Muh. Yusuf ke tanah Mekah menumpang kapal Melayu pada tahun 1644 Masehi, di tengah perjalanan, I Lo’mo wafat dan karena dikhawatirkan mayatnya membusuk sebelum kapal tiba di daratan, disepakati untuk melakukan prosesi pemakaman dengan ditenggelamkan ke laut atau “niLadung”.

 

Setelah beberapa hari berlayar akhirnya sampailah kapal ke dermaga Jeddah. Tiba di dermaga, Muh. Yusuf dan yang lain amat terkejut saat melihat ! Lo’mo berada diantara jamaah haji di Mekkah. Sejak itu I Lo’mo disebut “Hayyun Fiddar”, orang yang hidup di dua tempat. 15 tahun kemudian tepatnya tahun 1664 Masehi, Muh. Yusuf kembali ke Banten dan namanya disebut Syekh Yusuf Al-Makassari.

 

Ketika itu Syekh Yusuf mendapati keadaan Banten sudah berbeda dibandingkan semasa ia berada di sana. Temannya Pangeran Surya sudah menjadi Sultan dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682 M). Dari Banten beliau menuju negeri kelahirannya, namun tidak menetap di Gowa. Ketika itu sebagian Sulawesi Selatan sudah dikuasai VOC Belanda. Dan Kesultanan Gowa dipimpin Sultan Hasanuddin sepupunya. Beberapa kali penyerangan pasukan Belanda dipatahkan pasukan Sultan Hasanuddin. Karena kelihaiannya tersebut Belanda menyebutnya si ayam jantan dari timur.

 

Syekh Yusuf kemudian kembali ke Banten lalu menikah dengan putri Sultan Ageng Tirtayasa. Adapun I Lo’mo, suatu ketika berkata pada kerabatnya, “Paparrekamma’ balla’, ka Ia mantang ma’ anrinni”, (buatkan saya rumah, sebab saya sudah mau tinggal menetap di sini). Konon, dari kata “mantang”. Maka dibangunlah rumah untuk kediaman I Lo’mo yag dibuat sangat besar sehingga orang menyebutnya, “Balla Lompona I Lo’mo ri Antang”, rumah besar milik I Lo’mo’ berada di Antang.

 

Kelak di rumah itulah I Lo’mo wafat dan itu menjadi TPU masyarakat Antang, dan sejak tahun 2010 Masehi menjadi cagar budaya dibawah perlindungan Situs Purbakala Departemen Kebudayaaan dan Pariwisata Makassar.

 

Dan Rabu pagi 25 Juni 2014 itu sayapun mencari letak pintu pemakaman, sekitar 30 meter berjalan ke selatan, tampak 4 penjual kembang setaman. Dalam perjalanan saya berpapasan seorang lelaki berjalan tergesa-gesa.

 

Sayapun menyapa. “Assalamu ‘alaikum, tabe, kerea nikanaya I Lo’mo’ ri Antang?.” (mana makam yang bernama I Lo’mo’ ri Antang).

 

Jawab lelaki itu, “Waalaikum mussalam. O? anjomi anjomi ilalang.” litu di dalam) Seraya tersenyum menunjuk bangunan bercet putih hijau muda.

 

“Tarima kasi daeng.” Seperti biasa, saya langsung menjepret dengan Hp Cross yang hasilnya kurang bagus.

 

“Assalamu alaikuum, kulleji taua antama?” Apa boleh masuk? Sapa saya pada” wanita yang duduk sendirian di teras bagian kiri depan bangunan makam.

 

“Waalaikum mussalam antama maki. Silahkan masuk,” jawabnya.

 

“Tapi saya mau foto-foto dulu sebelum masuk, tidak apa-apa kan, daeng?”

 

“Tidak apa-apa ji. Tapi biar kita foto berapa kali itu tidak mau namakang foto, ka banyak mi itu begitu. Bahkan pernah ada televisi yang shooting na tidak ada gambarnya putiji semua.” Maksudnya, silahkan difoto tapi akan sia-sia karena sudah banyak yang memotret namun hasilnya akan putih semua.

 

“O? iye’, masa? Apa pale ini? coba ki lihat,” ucap saya seraya menunjukkan hasil jepretanku. Bukannya menyombongkan kalau saya bisa melakukan hal hebat.

 

Seketika wanita 50 tahun itu terpana. Entah apa yang ada dalam benaknya namun air mukanya seketika tampak berubah. Tegang dan tanpa suara. Foto pertama makam I Lom’mo’ ri antang hasilnya dapat dilihat di atas.

 

Di bagian belakang makam bagian kiri yang katanya adalah makam I Lo’mo’ ri Antang tampak sinar putih berkilau. Mungkin Sinar itulah yang terekam pada kamera orang yang memotret sehingga ada anggapan jika I Lo’mo’ ri Antang itu “tena nakanrei tidak dapat terekam saat difoto. Bahkan saat memotret makam yang konon adalah Lo’mo’ ri Antang, sinar kemilu masih tampak kemilaunya.

 

Keadaan itu membuat rasa penas ingin mengenal lebih dekat tentang siapa sesungguhnya lelaki yang men Ma’ja’ di Kab. Gowa bahwa I Lo’mo’ bersama Dato’ ri Panggentungan dar Yusuf pernah suatu ketika di Danau ingin menyalakan api untuk menyulu mereka dan saat itu hujan turun den lebatnya, ditambah hembusan angin kencang sehingga sangat sulit menyalakan api. Maka, Dato’ ri Panggentungan menyalakan api dari tetesan air yang jatuh dari si yang basah oleh hujan. Dan Syekh menyalakan api dengan membenam ujung rokoknya pada genangan air. Sementara Lo’mo’ ri Antang menyalakan rokok dari kilatan petir saat ada petir di langit biru.

 

Jika tidak salah menilai pada bagian makam dalam foto tersebut, makan melihat foto itu lalu diam-diam ia pergi dari situ ketika saya masih berada dalam makam.

 

Saya bersimpuh di sisi makam istri I Lo’mo’ ri Antan saya kirimkan do’a kepada Allah SWT, kemudian saya berpindah ke makam I Lo’mo’ ri Antang ingin melakukan hal yang sama berkirim do’a kepada Allah SM untuk beliau di alamnya.

 

Saat kaki melangkah ke makam I Lo’mo’ Antang itu teringat masalah pelik selama ini. Dan ketika Untuk I Lo’mo’ ri Antang itu entah yang terucap di bibir dengan ayat suci yaitu, Ayatul Qursyi, Al-ikhl Qadr, Al-Insyirah, Al-Kausar.

 

Berdasarkan namanya, Kata Lo bermakan dua macam, Lo’mo’ (lu’r lembut, kata Lo’mo’ juga bisa berarti mudah atau gampang. Sedangkan Antang bermakna A menjadi nama kampung kemudian nama kelurahan di Kecamatan Mat dalam wilayah kota Makassar ibukota Sulawesi Selatan.

 

Di kanan bangunan yang berisi I Lo’mo’ ri Antang dan I Daeng terdapat makam “Bongga Kanang” disebut juga “Pajagayya” orang yang hidupnya mengurus keperluan I Lo Antang. Pemakaman I Lo’mo’ ri Antang satu jalur jalan dengan pemakama Tionghoa di Makassar, yaitu jalan A Raya.

 

Dua hari kemudian saya ke mak itu lagi. Ada satu keluarga berjumlah 8 orang sibuk menaburkan kembang. Mungkin itulah cara para peziarah di wilayah itu. Pantas saja nisan kedua makam tenggelam oleh kembang setaman dan daun pandan. Dan tepi makam bertaburan lelehan lilin merah. Pemandangan kurang sedap menurut saya. Mungkin sayalah peziarah yang datang hanya duduk bersimpuh tanpa kembang dan air juga lilin merah.

 

Usai berdo’a saya mengisi celengan dan salaman dengan lelaki penjaga di kiri makam. Lalu saya memotret beberapa kali. Dari balik kamera, kedua makam tampak dikelilingi kabut kelabu. Padahal seharusnya lebih cerah oleh sinar mentari sore yang Kuning dari barat yang masuk melalui jendela ditambah lagi sinar Tai Bani lilin merah yang banyak.

 

Saat itu saya berfikir jika pada Rabu, 25 Juni 2014, I Lo’mo’ ri Antang itu ada di hadapan saya ketika berziarah, dan andai keenam ayat itu terlontar atas bimbingannya, masya Allah, berarti memang benar sesudah ruh sekian lama terlepas dari raganya, I Lo’mo’ ri Antang masih bertausiayah pada sesama manusia. Dan bila penafsiran itu betul, saya salah satu yang mendapat hikmah dari tausiyah beliau. Tidak salah bila ada yang memotret makamnya dan mendapati sinar putih berkilau pada makam beliau sehingga terkesan tertutup kabut putih.

 

Mungkinkah itu rentetan ayat-ayat yang seharusnya dilafadzkan saat berziarah kubur atau karena saat saya duduk bersimpuh di sisi makamnya terfikir problem hidup yang mendera selama ini? Wallau a’lam bissawab.

 

Yang jelas, bila ayat itu diterjemahkan maka tersirat makna berikut:

 

Ayatul Qursi bermakna, Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, yang maha hidup, yang terus mengurus mahluknya, tidak mengantuk dan tidak tidur, miliknya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya.

 

Dia mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu tentang ilmu-Nya.

 

Melainkan apa yang Ia kehendaki Kursinya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha tinggi dan Maha besar.

 

Al-Ikhlas bermakna: Katakanlah dialah Allah yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.

 

Al-Qadr bermakna: sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Gur’an pada malam Qadar, dan tahukah kamu apa malam kemulyaan itu? Malam kemulyaan itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun 1000 malaikat dan ruh Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan, sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.

 

Al-Insyirah bermakna: bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad), dan Kamipun telah menurunkan bebanmu darimu, yang memberatkan punggungmu, dan Kami tinggikan sebutan namamu, maka bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan tetaplah bekerja keras untuk urusan lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.

 

Al-Kautsar bermakna: Sungguh kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak, maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan bergurbanlah sebagai ibadah kepada Allah, sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus ranmatnya dari Allah.

 

Al-Fatihah bermakna: dengan nama Allah yang maha pengasih maha penyayang, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang maha pengasih maha penyayang, pemilik hari pembalasan, hanya kepada engkau kami menyembah dan memohon pertolongan, tunjukilah kami jalan yang luruyaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepadanya bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat.

 

Pada 29 Juni jam 9 pagi saya datang lagi. Namun pagi itu area pemakaman tampak sepi, tidak ada penjual kembang, hanya penjaga makam sibuk menyapu sampah di antara ratusan makam.

 

Saya permisi masuk dan dibalas dengan anggukan. Sayapun memotret lalu masuk berdo’a di sisi kedua makam dalam ruangan itu. tanpa terasa terucap Ayatul Qursi, Al-Ikhlas, Al-Qadr, Al-Insyirah, Al-Kausar dan Al-Fatihah.

 

Mungkin benar kata orang makam diziarahi sebelum memasuki ramadhan kemudian menjelang akhir ramadhan, karena arwah orang beriman saat itu berada lebih dekat kepada sang pencipta Allah SWT. Enam ayat itu mengingatkan bahwa Allah Yang Maha Hidup tidak pernah bosan mendengarkan keluh kesah hamba-Nya agar meminta pertolongan dan jalan lurus hanya kepada Allah Pencipta, Pemelihara dan Penjaga alam semesta bersama seluruh mahluk yang ada di dalamnya, bukan meminta kepada mahluk Allah yang telah berpulang ke Rahmatullah, yang ada di dalam makam itu. Apalagi meminta tolong untuk dibacakan do’a oleh juru kunci makam yang bila dalam hidup kurang menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam.

 

Bisa saja kabut kelabu yang muncul kali kedua saya berada di makam orang yang pernah menemani Syekh Yusuf dalam perjalanannya hidupnya ratusan tahun silam itu muncul atas perbuatan peziarah dengan cara tidak sesuai ajaran islam. Sedangkan sinar putih berkilau yang acap kali terekam kamera para peziarah ke makam itu laksana aura putih bersih berkilau dari Makam I Lo’mo’ ri Antang itu oleh Daeng Baji di Antang mengatakan, “Setiap orang suci memancarkan aura bersih bercahaya karena kesuciannya karena ibadah kepada Allah Ta’ala.”

 

Kamis 9/10/2014 pukul 11.30 WIT, Jeni (50 tahun) ke makam I Lo’mo’ ri Antang. Jeni duduk bersimpuh di sisi makam isteri I Lo’mo’ ri Antang.

 

Terlintas dalam benaknya masalah yang menimpa, ketiga adiknya ada masalah dan penyakit. Tempat curhat terbaik baginya pada Allah SWT. Psikiater professor ahli akupuntur dengan kemampuan supranatural di Jakarta, sering sebagai tempat sharing namun itu jauh.

 

Rasanya ada tempat curhat baru, katanya. I Lo’mo’ ri Antang dan isterinya. Memang tidak dapat bertatap muka seperti dengan psiater, namun berada di makam I Lo’mo’ ri Antang dan isterinya seolah ada inspirasi melalui do’a-do’a yang terucap begitu saja, yang mungkin itulah solusi dari masalah.

 

Siang itu Jeni mengucapkan salam pada makam isteri I Lo’mo’ ri Antang, lalu duduk bersimpuh di sisi makam, mengirimkan do’a untuk arwahnya. Kemudian membaca Alfatihah, entah mengapa surah itu terulang 7 kali. Dan menurutnya terasa ada energi hangat di sepanjang tulang punggung bagian tengah dari atas ke bawah, yang sudah lebih sepekan terasa amat nyeri. Saat itu Jeni saya foto. Satu diantaranya ada sinar kemilau, tepat pada kelambu makam I Lo’mo’ ri Antang letaknya tepat di atas kepala yang membelakangi makam itu. Jeni terhenyak melihat foto itu. “Sinar putih kemilau” itu terlihat lagi.

 

Menurut Jeni, kisah tentang ulama kharismatik I Lo’mo ri Antang tercatat dalam satu naskah yang tidak sembarang waktu dapat dibuka dan dibaca. Biasanya naskah dibuka hanya pada bulan Ramadhan, bulan Azulhijjah yang dibuka tiga hari berturutturut hanya pada hari-hari tasyrig tanggal 11, 12, 13 dzulhijjah.

 

Naskah tua tersebut tersimpan rapi. Seiring berjalannya waktu, kisah I Lo’mo ri Antang bersama Syekh Yusuf dan Dato’ ri Panggentungan dapat didengar setiap saat dari rekaman kisah mereka dari hanphone seperti saat saya berziarah ke makam Sri Naradireja Dato’ ri Panggentungan di Kab. Gowa beberapa waktu lalu.

 

Apa yang penulis uraikan di sini, sebenarnya ingin menggugah para pembaca, khususnya yang tinggal di Sulawesi Selatan dan sekitarnya untuk berperan aktif menuliskan kisah-kisah seputar tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Sulawesi Selatan. Tentunya hal itu agar masyarakat diberbagai daerah lain yang menjadi penggemar website tercinta ini dapat mengetahui seputar sejarah dan tokoh daerah Sulawesi Selatan. Demikian kisah ini saya akhiri semoga kisahnya cukup menarik bagi pembaca. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: MISTERI BUL BUTUH KEDIRI

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: PESUGIHAN NYI SALAMAH CIJULANG

Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: MENIKAHI SILUMAN BUAYA SUNGAI CITARUM

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!