Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: MENIKAHI SILUMAN BUAYA SUNGAI CITARUM

Kisah Mistis: MENIKAHI SILUMAN BUAYA SUNGAI CITARUM

Sungai Citarum, merupakan sungai terpanjang yang terbesar di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Seperti juga sungai besar lainnya di Jawa Barat yang konon dihuni koloni siluman buaya, demikian pula dengan sungai Citarum ini. Tidak sedikit cerita mistik dihubungkan dengan sungai ini. Salah satunya adalah sebagai berikut…

 

Beberapa waktu yang lalu ada sepasang suarni istri yang tinggal di tepian sungai Citarum. Karta dan Karti (bukan nama sebenarnya), demikian nama pasangan ini. Karta berprofesi sebagai tukang becak di Jakarta, sedangkan Karti tinggal di rumah mereka di Karawang. Sebagai seorang suami yang baik, setiap satu bulan sekali Karta pulang kampung untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri tercintanya. Rasa lelah yang dirasakannya selama mengais rezeki di Jakarta, seakan hilang begitu saja setelah beberapa hari ia berada di rumah.

 

Tentu saja, Karta membawa hasil jerih payahnya menarik becak itu. Meski yang didapatnya tidak seberapa besar, namun Karti menerimanya dengan penuh rasa syukur. Sebagian uang itu pun ditabungnya, Dalam beberapa tahun terakhir ini hasil tabungannya cukup lumayan untuk memerbaiki rumahnya yang tergolong sederhana. Di sisi lain, mereka masih memanfaatkan air Sungai Citarum untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Mereka memang memiliki kamar mandi kecil di belakang rumahnya. Biasanya sang isteri saja yang memanfaatkannya untuk mandi atau mencuci. Tetapi airnya tetap mengambi dari sungai. Maklumlah, mereka memang tergolong keluarga miskin.

 

Waktu terus berlalu. Suatu ketika, saat Karta berada di kampungnya, ia merasa tidak tahan ingin buang air besar. Maka ja melangkah menuju sungai. Ia sempat berpesan kepada istrinya. “Dik, tunggu sebentar ya, aku akan buang hajat di sungai Citarum,” katanya kepada Karti yang saat itu sedang menanak nasi di dapur. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul setengah empat sore.

 

“Ya, silahkan. Tapi jangan lama-lama, kang. Hari sudah hampir gelap,” jawab istrinya.

 

Karta mengangguk lalu buru-buru pergi menuju sungai, yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Setelah tiba di tepi sungai, Karta mencari batu besar yang biasa dijadikan pijakan untuk jongkok. Di sekelilingnya hanya ada beberapa bilah papan untuk menutupinya.

 

Ketika Karta sedang buang hajat sambil pandangan matanya asyik menatap arus sungai Citarum yang mengalir dengan derasnya, tiba-tiba seperti kekuatan yang tak tampak oleh mata biasa membetot tubuhnya. Karta terjatuh ke sungai kemudian tenggelam. Karta meronta-ronta di dalam air. Dengan segenap kekuatannya, dia berusaha agar kepalanya dapat muncul di permukaan sungai. Tetapi upayanya Sia-sia. Tarikan dari dalam air sangat kuat sehingga dia merasa kewalahan. Entah sudah berapa banyak air yang masuk ke dalam tenggorokannya. Beberapa saat kemudian, Karta tidak mampu lagi bertahan. Dia pun pingsan.

 

Saat ia sadar, entah bagaimana mulanya, Karta mendapati dirinya telah berada di sebuah kampung yang asing baginya. Kampung yang baru pertama kali dilihatnya itu nampak terang benderang, tetapi tidak ada matahari. Suasananya pun sangat nyaman, tidak seperti di desanya yang sangat gersang apabila tiba musim kemarau. Namun Karta melihat kejanggalan dalam bentuk fisik orang-orang penghuni kampung ini. Pada pantat mereka rata-rata ada daging kecil tersembul, mirip dengan ekor binatang. Telapak kakinya tidak ada tumitnya, sementara pada pembatas antara hidung dan bibir tak ada cekungan seperti yang dimiliki manusia umumnya.

 

Karta mengamati mereka dengan penuh rasa heran. Belum pernah seumur hidupnya melihat manusia yang tampak aneh tersebut. Diperhatikannya orang-orang yang lalu lalang di kampung itu.

 

“Oh, di mana aku sekarang berada? mengapa tiba-tiba berada di kampung yang sangat asing?” tanya hati Karta.

 

Dalam keadaan bingung tersebut, tiba-tiba datang seorang gadis cantik menghampiri Karta.

 

“Mas, daripada bingung begitu ayo ikut saja dengan saya,” kata si gadis tanpa malu-malu dan sedikit manja. Bagaikan Kerbau dicocok hidungnya, Karta menurut saja saat tangannya digandeng wanita yang baru dikenalnya itu.

 

Sebenarnya Karta tergolong tidak mudah tergoda oleh gadis cantik. Pengalaman menjadi tukang becak yang sudah ratusan kali membawa penumpang wanita cantik tidak pernah membuatnya berpaling dari istri yang sangat dicintainya. Tetapi entah mengapa, ajakan gadis cantik itu sangat menggoda birahinya.

 

“Oya, Siapa nama mas?” tanya gadis cantik itu

 

“Saya Karta. Siapa nama kamu?” tanya Karta balik bertanya.

 

“Eni,” jawab gadis itu tersenyum.

 

“Mas akan saya ajak ke rumah orangtua saya,” imbuh gadis itu sambil berjalan beriringan.

 

Setibanya di tempat yang dituju, Karta diperkenalkan oleh si gadis kepada kedua Orang tuanya. Ayah dan ibu gadis itu tampak senang atas kedatangan puteri mereka yang membawa seorang lelaki asing itu.

 

Kedua orangtua itu berbincang-bincang sekadar berbasa-basi dengan Karta. Sementara Karta hanya mendengarkan dengan penuh keheranan. Dia masih belum mengerti apa sesungguhnya yang terjadi. Lalu tiba-tiba saja, ayah gadis itu berkata serius.

 

“Nak, puteriku sepertinya sangat cocok dengan kamu. Kalau tidak keberatan, minggu depan kamu akan aku nikahkan dengan puteriku satu-satunya ini,” kata ayah Si gadis,

 

Seperti ada kekuatan gaib yang memaksanya, Karta menuruti kehendak lakilaki itu. Karta seperti tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya. Bahkan Karta lupa pada dirinya yang sudah menikah dan memiliki anak, Saat itu, Karta hanya mengangguk menyetujui permintaan untuk menikahi gadis cantik itu.

 

Maka pada hari yang telah ditentukan, dilangsungkanlah perkawinan antara Karta dengan gadis tersebut. Pestanya Sangat meriah, berbagai jenis hiburan pun dipentaskan. Maklum, selain gadis itu puteri Satu-satunya, pun kedua orang tuanya termasuk keluarga kaya serta terpandang.

 

Setelah menikah, orang tua sang gadis membangunkan sebuah rumah untuk mereka, pengantin baru. Sementara itu untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, istri Karta membuka warung kecil-kecilan di depan rumah. Yang dijual berupa aneka kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng dan lain-lain. Barang dagang tersebut, dibeli istri Karta setiap pagi di sebuah pasar.

 

Setelah berumah tangga selama satu tahun, pasangan ini dikaruniai seorang anak. Tiga tahun kemudian lahir pula anak kedua. Karta merasa bahagia hidup bersama Eni dan anak-anaknya.

 

Suatu hari, ketika akan berbelanja barang dagangan ke pasar, istri Karta menitipkan anaknya seraya berpesan, “Tolong jaga anak kita. Kalau mereka nakal, tidurkan saja di ayunan.” Ayunannya terbuat dari kain yang digantung di plafon teras depan rumah. Sangat nyaman untuk menidurkan anak kecil.

 

Sialnya, waktu Karta sedang asyik mengayun kedua anaknya, tiba-tiba tali ayunan terputus. Dengan menggunakan tangga, ia segera naik ke atap untuk mengikatkan kembali tali ayunan pada kayu yang terdapat di langit-langit rumah.

 

Ketika kepalanya menyentuh genting, Karta merasa sangat terkejut karena mendapati dirinya telah berada di tanggul sungai Citarum, tak jauh dari rumahnya. Saat itu ia baru menyadari dirinya telah berada di alam gaib.

 

Karta pun sadar telah kawin dengan wanita jelmaan siluman buaya yang menjadi salah satu penghuni sungai Citarum. Adanya komunitas siluman buaya memang sudah menjadi mitos di desa tersebut. Dalam keadaan masih basah kuyup, Karta berlari pulang ke rumahnya. Melihat kedatangan suaminya, Karti langsung menegur.

 

“Buang hajat sampai satu jam! Dari mana saja, kang? Cepat ganti baju lalu makan,” ujar Karti dengan nada sedikit jengkel.

 

Mendengar kata-kata istrinya, Karta melongo. Ia merasa sudah tiga tahun berada di kampung siluman buaya tersebut, namun istrinya mengatakan bahwa dirinya buang hajat satu jam. Karta bermaksud untuk menceritakan apa yang baru saja dialaminya, tetapi pada saat yang tepat. Bukan saat itu!

 

Malam harinya setelah shalat isya, Karta begitu gelisah. Ia khawatir kalau-kalau istri dan anak-anak gaibnya datang dan memaksanya tinggal bersama mereka di alam siluman buaya.

 

Menjelang tengah malam tiba-tiba terdengar pintu ada yang mengetuk dari luar. Karta pucat. Ia lalu berpesan kepada istrinya.

 

“Kalau tamunya seorang wanita sambil membawa dua orang anak kecil dan menanyakan saya, katakan saja bahwa saya tidak ada,” pesan Karta kepada istrinya.

 

“Memangnya ada apa kang?” tanya Karti merasa bingung bercampur curiga.

 

“Sudahlah jangan bertanya dulu, nanti akan saya terangkan. Sekarang cepat buka pintunya.” jawab Karta sambil berlalu ke belakang.

 

Ketika pintu dibuka, yang datang ternyata seorang wanita cantik sambil! membawa dua Orang anak yang masih kecil. Wanita tersebut menanyakan Karta.

 

Seakan lupa pada pesan suaminya, Karti menyatakan suaminya ada di rumah. Lalu Karti menyuruh tamunya duduk.

 

Setelah itu ia menemui suaminya di tempat persembunyiannya. Karti merasa sangat curiga. Ia mendesak Karta untuk berterus terang. Akhirnya secara singkat dan dengan berbisik-bisik Karta menceritakan apa yang tadi sore dialaminya ketika buang hajat besar di sungai Citarum.

 

“Kalau begitu, cepat temui wanita itu,” ujar Karti seusai suaminya bercerita, dengan nada sangat cemas.

 

Dengan ditemani istrinya, akhirnya Karta segera menemu! istri keduanya yang berasal dari bangsa siluman itu.

 

Setibanya suami istri itu di ruang depan, sang tamu langsung berkata ditujukan kepada Karti.

 

“Mbak, maafkan saya. Sayalah yang telah bersalah merebut kang Karta,” kata Eni dengan nada memelas sambil memegang kedua anaknya.

 

“Sekarang saya datang ke sini hanya ingin meminta agar Mas Karta mau mengakui kedua anak ini sebagai anaknya sendiri. Hanya mengakui saja, sedangkan yang akan memelihara tetap saya. Sebagai imbalan, terimalah ini untuk kalian. Mudah-mudahan dengan pemberian saya ini, kalian tidak akan kekurangan materi seumur hidup,” lanjut Eni sambil memberikan sesuatu kepada Karta.

 

Wanita jelmaan siluman buaya itu menyerahkan sebuah nampan yang di atasnya terdapat bungkusan.

 

Karta mau memenuhi keinginan istri keduanya itu, mengakui bahwa kedua anak kecil yang dibawanya adalah anaknya. Istri gaib Karta pun pulang dengan hati senang. Mereka pamit lalu keluar dari rumah di kegelapan malam menuju sungai Citarum.

 

Karta menatap kepergian Eni dan anak-anaknya dengan tatapan sedih. Tetapi dia tidak mampu berbuat apapun untuk mencegah makhluk siluman itu pergi.

 

Beberapa saat kemudian, Karta meminta Karti untuk membuka bungkusan yang ada di atas nampan. Apakah gerangan isinya?

 

Ternyata bungkusan itu berisi perhiasan emas. Karta dan Karti menangis haru melihatnya. Mereka mengucap syukur atas kebesaran Tuhan. Perhiasan itu dimanfaatkan suami istri itu sebagai modal berdagang di desanya. Kehidupan mereka pun berubah menjadi keluarga berkecukupan. Demikian kisah nyata ini sebagaimana dituturkan oleh KH Nuriaman. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: SUMUR DEWA, BENGKULU

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: CURI BATU NISAN BUAT GUNA-GUNA

paranormal

Panggonan Wingit: KAMPUNG MAHLUK GAIB GUNUNG BAKO

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!