Kisah Mistis: BENAR ADANYA, HIDUP BAGAIKAN RODA BERPUTAR
Atas kehendak Allah, rejeki suamiku Haji Ayubi, 49 tahun, melimpah ruah. Datangnya rejeki itu terasa begitu mudah. Menanam seribu batang anak jeruk, tumbuh seribu batang dengan buah yang sangat lebat. Maka jadilah kami, pengekspor jeruk terbesar di wilayah Banyu Biru Atas, Kalimantan Barat…
JERUK itu panen bukan setahun satu kali, tapi berlangsung dua kali dalam satu tahun. Membeli seratus unit tongkang, seratus unit berkembang menjadi seribu unit dalam satu tahun. Semua kapal tonkang disewa untuk mengangkut batubara sepulat Kalimantan. Kapal kami digunakan mulai dari hilir ke hulu.
Dari Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Uang kami melimpah ruah, rekening bank dan deposito kami hingga ratusan milyar. Bahkan terakhir, setelah sukses mengolah kayu, kekayaan suamiku Rp 2,9 trilyun rupiah.
Suamiku sangat sosial. Artinya, sangat peduli kepada warga miskin, anak yatim dan orang yang kesulitan hidup. Maka itu, kami mengumpulkan ratusan petugas khusus yang digaji, yang pekerjaannya mencari orang miskin untuk dibantu. Siapa yang dilihat tidak mampu secara ekonomi, didata dan disantuni setiap bulan.
“Jangan ada orang miskin di sekitar kita yang lolos dari jangkauan bantuan kita,” kata suamiku, kepada para pegawainya, setiap kali ada pertemuan rapat.
Selain mendatangi warga kurang mampu memberi bantuan makanan dan uang, kami juga mengundang orang tertentu untuk makan-makan di rumah. Maka itu kami selalu membuat pesta makan-makan enak dengan membuat tenda besar dengan hiburan musik dan artis penyanyi dari ibukota. Setelah makan enak dalam pesta kami, semua diberikan tentengan makanan dan amplop berisi uang.
“Kebahagiaan warga adalah kebahagiaan kami,” kata Kak Ayubi Darman, kepada artis ibukota yang hadir, yang diberi honor mahal setelah manggung di rumah kami.
Bagaimana dan kenapa rejeki kami begitu melimpah, ada rahasianya. Kami bersuami istri sangat rutin ibadah minta rejeki. Yaitu dengan ibadah sunnah, di luar sholat wajib lima waktu. Ibadah sunnah itu adalah tahajut dan sholat duha di pagi hari. Yang kami lakukan dari jam tujuh pagi hingga jam sebelas siang. Dengan rutin sembahyang duha minta rejeki banyak ini, Alhamdulillah dikabulkan Allah SWT.
Allah mendengarkan permintaan kami dan dikabulkan. Tapi, dengan syarat, yaitu ada doa dan ada pula usaha. Jika doa saja tanpa usaha, niscaya tidak aka nada uang jatuh dari langit ke tikar sembahyang kita. Dengan usaha keras tanpa berdoa, juga tidak akan diturunkan Allah rejeki yang halal dan baik untuk kita. Dengan dua hal dilakukan, berdoa dan berusaha, ikhtiar, maka Allah kabulkan permintaan kami berdua.
“Kalau ada banyak orang kaya raya karena persugihan kandang bubrah atau pesugihan Tampuk Hijau, kami melakukan pesugihan air sembahyang,” kata suamiku, kepada artis-artis yang selalu setia mendengarkan kisah suksesnya.
Bukan tidak ada, banyak orang kaya yang sukses melalui persugihan. Mereka datang ke tempat keramat meminta-minta, dan sukses. Ada yang datang ke dalam goa berbulan-bulan meminta, diberi Raja Jin dan sukses menjadi kaya raya.
Tapi, kami, tanpa harus ke hutan, tanpa harus ke goa dan tidak pula pergi ke laut, namun cukup di tikar sembahyang setiap tengah malam dan setiap pagi, maka rejeki kami berlimpah. Allah berikan permintaan kami untuk banyak rejeki dan kami mudah untuk mendapatkannya.
Pada saat kekayaan begitu banyak, anak kami juga banyak. Dalam usia pernikahan kami yang ke dua puluh, anak kami berjumlah enam orang. Tiga laki-laki dan tiga wanita. Anak tertua kami sudah taman sekolah menengah atas dan kuliah di Sydney, Australia. Dita Anjani, 19 tahun, memilih jurusan Management Keuangan dan kuliah di West Australian University di sydney, tidak jauh dari gedung Opera House.
Anak kami ke dua, masih SMA di Pontianak, memilih tinggal di Boston, Amerika Serikat dan pindah sekolah di Negeri Paman Sam. Anak ke tiga, ke empat dan ke lima, memilih tinggal di Rio Janeiro, Brazil dan sekolah di sana tinggal bersama adikku di Amerika Selatan.
Dengan kekayaan yang besar, kami hanya berdua suami istri tinggal di Banyu Biru Atas, Kalimantan Barat. Kami punya jet pribadi untuk bepergian ke manapun, kami punya kapal pesiar dan 13 unit Yacht untuk keliling Sungai Kapuas, Sungai Barito dan Sungai Mahakam se-Kalimantan. Kami menikmati hidup dengan total, walau kegiatan sosial tidak pernah kami hentikan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pada tahun 2013 yang lalu, setelah puluhan tahun murah rejeki, usaha kami semua bangkrut. Rejeki menjadi sulit dan semua usaha kami hancur seketika. Kebun jeruk ribuan hektar musnah terserang virus tanaman. Maka Semua hingga akarnya pun tak bisa hidup lagi, Jangankan berbuah, tumbuh daun kecil pun, tidak lagi. Semua tanaman jeruk musnah dan tidak bisa menghasilkan lagi.
Usaha kapal tongkang untuk usaha batubara, merugi dan terpaksa dijual. Tambang batubara kami juga hancur dan suamiku ditinggalkan oleh mitra bisnisnya, dikhianati dan dizolimi. Namun suamiku bersabar dan sabar menghadapi kenyatan yang begitu pahit. Jet pribadi kami jatuh di pegunungan Andes, Amerika Latin dan kami tarkena klaim besar kepada keluarga awak pesawat. Semua usaha kami jatuh, hancur dan anak-anak kami berduka. Bahkan di akhir cerita kebangkrutan itu, kami pun tidak punya apa-apa lagi dan kami melarat di Suriname, Amerika Selatan.
Dari Banyu Biru, kami diusir oleh warga yang tadinya kami bantu keuangannya. Mereka menganggap kami kutukan Tuhan, membuat sial lingkungan daerah itu dan mereka tidak mau terkena imbas kutukan sial itu. Hingga, mereka mengusir kami keluar daerah. Mulanya saya bertahan, melakukan perlawanan kepada warga yang mengusir kami. Sebab rumah dan tanah Banyu Biru Atas adalah milik kami dan kami menolak pergi.
“Cepat pergi dari sini, jika tidak mau pergi dengan Sukarela, kami akan memaksa kalian pergi. Kami akan mengusir kalian dengan cara kekerasan,” kata Kepala Suku Adijaya, bersama ribuan warga, mengusir kami.
“Sudahlah Bu, kita pergi saja dari sini. Kita ke Suriname,” desis suamiku, Kak Ayubi Darman, dengan sabar.
Hari itu, kami berdua terbang dari bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, menuju Jakarta. Dari bandara Soekarno-Hatta, kami terbang ke Suriname dengan transit di Boston untuk menemui anak Kami yang sekolah di Amerika Serikat.
Untuk semua anak-anak sudah diasuransikan biaya pendidikan. Pada saat kami bangkrut, anak-anak sudah dijamin oelh asuransi pendidikan. Saat kami menjadi terlantar di Paramaribo, Suriname, bahkan kami jadi gelandangan, anak-anak tetap meneruskan sekolah dengan jaminan asuransi pendidikan.
Kami berdua menggelandang di Paramaribo. Untuk dapat makan, kami mengamen dan mengemis. Setiap hari kami diuber-uber polisi sosial Suriname. Ditangkap untuk dikembalikan ke Indonesia dengan terlebih dahulu dimasukkan ke penjara sosial.
Di tengah kegalauan hidup, kemiskinan dan kelaparan, suamiku menderita penyakit buduk. Kulitnya melepuh dan korengnya begitu banyak di sekujur tubuh. Namun, suamiku tetaplah bersabar. Dia tidak pernah menghujat Tuhan dan makin dalam bersyukur. Namun, karena aku menghindari ketularan penyakit suamiku, aku memisahkan diri. Aku lari ke luar kota Paramaribo, di mana aku tinggal dan mengemis di Kota Alkaar, 68 kilometer diluar kota Paramaribo. Kami terpindah dan tidak bertemu hingga tahun 2015 yang lalu.
Memang harus kuakui, bahwa suamiku sangatlah sabar. Kesabarannya sangat luar biasa dan tangguh. Dia tetap menjalani sholat malam di emperan toko dan sembahyang duha di gang-gang kumuh Kota Paramaribo. Dengan senyum sumringah, Kak Ayubi Darman hadapi kehidupan pahit itu dengan dada terbuka. Dengan hati yang ikhlas dan ketabahan prima.
Tanggal 5 April 2015, aku mencari Kak Ayubi di Paramaribo. Di luar dugaanku, Kak Ayubi sembuh total dari penyakit kulitnya dan wajahnya sangat bersih. Bahkan, Nampak sepuluh tahun lebih muda dari umurnya. Aku menjumpainya di mesjid Al Barakoh di distrik Wst Point, Paramaribo. Dia usai sembahyang dzuhur dan nampak sumringah. Kami berpelukan dan suamiku sangat merindukan aku. Sedangkan kau, walau bersalah meninggalkannya, sangat merindukannya hari itu.
Sebuah kejutan besar terjadi. Karena ketabahan dan kesabarannya, Allah menyembuhkan semua penyakit suamiku dan kini dia berbisnis lagi di Suriname.
Bisnisnya beranjak naik dan tahun 2016 ini, berhasil sukses besar. Doanya tetap diizabah oleh Allah Azza Wajalla dan suamiku kaya lagi.
Dia investasi bidang keuangan dan menteri Keuangan Suriname yang berdarah Indonesia, membantunya. Pada bulan lalu, Maret 2016, kami meresmikan Bank Pasar Hilversum, Suriname dan suamiku menjadi pemilik bank itu. Semua anak-anak kami yang ada di Rio de Janeiro, Brazil, datang ke Paramaribo. Begitu juga yang dari Boston dan Sydney, datang memberi selamat kepada ayahnya yang menjadi bankir baru di Amerika Selatan.
Kesabaran dan tawakka! kepada Allah Yang Maha Agung, adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini. Terutama bagi mereka yang memeluk agama Islam. Kesabaran suamiku, ketabahan dan sifat ikhlasnya ketika diuji oleh Allah, patut diteladani dan dicontoh. Sebab hidup itu tidak bisa terus mengalir seperti aliran air. Ada saatnya surut, dangkal dan kering. Ada Saatnya pula melimpah ruah, mengalir deras dan banyak.
Pada saat rejeki berlimpah, usahanya sukses besar, suamiku sudah menyadari bahwa hal itu adalah tidak kekal. Tidak abadi dan tidak langgeng. Suamiku sudah tahu bahwa kekayaan, kesuksesan dan rejeki banyak, adalah ujian. Allah tengah menguji, kita kuat atau tidak menghadapi rejeki yang banyak. Namun, pada saat jatuh miskin, jadi gelandangan dan terpuruk, saat itu juga ujian dari Allah yang harus dihadapi dengan sabar.
“Saya tahu bahwa Tuhan tidak akan langgeng memberikan rejeki dan kesuksesan. Juga, pada saat jatuh bangkrut, badan terkena sakit kotor, juga tidak akan lama pula ditimpakan Allah kepadaku. Allah gkan mengangkat sakitku dan aku akan diberi kesembuhan,” ungkap suamiku.
Suamiku tidak pernah lelah berdoa. Suamiku tidak pernah berhenti meminta kepada Sang Khalik, Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Allah yang pemberi anugrah, pemberi rejeki dan penuh kasih sayang kepada umat-Nya. Karena tidak lelah meminta dan memuji Allah, berserah diri, maka suamiku seperti lakon drama yang diangkat dan diturunkan oleh Allah sesuai titah-Nya.
Kini kami sudah punya enam bank di Suriname. Minggu lalu, kami kembali ke kampung kami saat berjaya dulu, yaitu kampung Banyu Biru Atas, Kalimantan Barat. Semua warga kumpul dan meminta maaf telah mengusir kami. Mereka tidak percaya tentang apa yang mereka sangkakan sendiri kepada kami. Bahka kami membawa sial, orang kutukan Tuhan dan bawa bencana yang harus diusir dari kampung lalu dienyahkan.
Arkian, ternyata sepeninggal kami, kampung Banyu Biru Atas justru dihancurkan Tuhan. Tanahnya menjadi kering dan tidak bisa ditumbuhi apapun. Sungai yang mengalir deras dan banyak air, kini kering kerontang dan tidak ada kehidupan lagi.
Namun, begitu kami datang kembali ke Banyu Biru, hujan deras-mengisi sungai kering dan air kembali mengalir dengan kehidupan biota airnya. Tanah kering yang tidak bisa ditumbuhi apapun, kini tumbuh jeruk. Selain jeruk, tanah petani semua subur kembali dengan ditumbuhi cabe, ubi, singkong dan sayur mayor. Warga kembali hidup bahagia dengan kesuburan tanah di wilayah ribuan hektar Banyu Biru Atas. Bahkan, pada saat kami pamit untuk kembal ke Suriname, semua menangis.
Mereka menangis meminta kami agar tinggal di Banyu Biru Atas lagi bersama mereka. Namun, hingga kini, kami belum memutuskan. Apakah kami akan kembali ke Kalimantan barat atau tetap bermukim dan berusaha di Suriname, Amerika Selatan. Ketika kutanya, Kak Ayubi Darman hanya tertawa kecil. Kita harus kembali ke Banyu Biru Atas Bu. Akan lebih baik kita membangun wilayah kita sendiri, ketimbang wilayah orang lain. Suriname bukan Negara kita, walau banyak saudara kita di Paramaribo. Kita harus kembali dan mati di tengah warga kita sendiri.
Dan, Alhamdulillah, mereka yang dulunya mengusir kita, menyadari kekeliruan mereka dan semuanya meminta maaf. “Kita telah memaafkan mereka dan kita harus membangun negeri kita sendiri agar mereka sejahtera seperti kita.” Kata suamiku, sambil tersenyum ikhas dan sumringah. (Kisah Nyonya Ayubi Darman, kepada penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)