Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: SITUS CEMARA POGOG GUNUNG LAWU

Panggonan Wingit: SITUS CEMARA POGOG GUNUNG LAWU

Keberadaan situs-situs purba di atas gunung Lawu semakin menguatkan keberadan gunung purba ini sebagai punjering tanah Nusantara. Seribu satu kabut yang menyelimuti Gunung Lawu seakan tiada pernah berhenti, menumbuhkan berbaga kisah dan peristiwa misteri. Peristiwa tersebut bukan saja kejadian nyata yang tak bisa diterima dengan akal, tetapi banyak juga hal gaib yang bisa disaksikan secara kasad mata di Gunung Lawu…

 

Pun demikian, bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar gunung Lawu. Berbagai hal gaib, baik yang nyata ataupun yang tidak nyata dianggapnya sebagai sebuah peristiwa yang biasa saja. Karena pada umumnya mereka sudah terbiasa hidup bergelut dengan tradisi dan budaya mistis.

 

Gunung yang berada di jalur lintas propins Jawa Tengah dan Jawa Timur ini, dikenal sebagai gunung purba. Tidak hanya itu saja, dalam berbagai sastra kuna dikisahkan, gunung yang memiliki nama Wukir Mahendra di jaman kadewatan ini, konon menjadi tempat hijrahnya para dewa dari Hindustan ke tanah Jawa. Gunung Lawu diyakini sebagai tempat berdirinya kerajaan pertama kali di tanah Jawa, yaitu kerajaan Medang Kamulan di zaman Ajisaka.

 

Silih berganti raja raja di jaman kadewatan pernah bertahta di Gunung Lawu, hampir seluruhnya diyakini sebagai titisan Dewa Wisnu. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, jika di dalam keyakinan adat masyarakat Jawa, sosok Dewa Wisnu dan Dewi Sri dianggap sebagai leluhur utama bagi masyarakat Jawa. Kedua sosok tersebut disimbolkan sebagai sebuah lambang keluhuran dan kemakmuran yang menyatu tak bisa dipisahkan.

 

Sosok Wisnu dan Sri hingga kini tetap terus abadi sepanjang masa di dalam keyakinan adat tradisi masyarakat Jawa. Kedua tokoh itu seringkali disimbolkan dalam bentuk patung sepasang kekasih (loro blonyo), kisah kesetiaan Panji Asmara Bangun dan Dewi Sekartaji, serta beberapa simbol lainnya.

 

Dari berbagai kisah, serta banyaknya peninggalan peninggalan di gunung Lawu sejak dari jaman kadewatan, Mataram Hindu, kejayaan Singosari, kejayaan Kediri dan Majapahit, semakin memperteguh keyakinan, bahwa gunung Lawu adalah punjering tanah Jawi, atau pancer tanah Jawa.

 

Oleh karena tidaklah mengherankan, bila di atas puncak gunung Lawu banyak ditemukan candi-candi purba yang masih tersisa. Penemuan ini bukan tanpa alasan. Beberapa tokoh spiritual meyakini banyaknya situs arca dan candi yang bermunculan di gunung Lawu sebagai pertanda, akan adanya perubahan alam dan tatanan di bumi Nusantara. Namun secara spesifik, para tokoh spiritual tak pernah mau menyebut apa perubahan tersebut.

 

Dari ribuan peninggalan purbakala yang pernah ditemukan di Gunung Lawu, salah satunya yakni situs candi purba yang baru baru ini ditemukan oleh penduduk di sekitar gunung Lawu.

 

“Situs tersebut disebut dengan nama Situs Cemara Pogog.” Kata Baratha, salah satu petugas jagawana hutan Tahura.

 

Situs ini menurut Baratha diyakini adalah candi purba yang usianya lebih tua bila dibandingkan dengan seluruh candi yang bertebaran di gunung Lawu, ataupun yang ada di seluruh Nusantara. Meski untuk menentukan seberapa tua usia Situs Cemara Pogog masih harus diperlukan penelitian lebih lanjut oleh para ahli. Namun paling tidak, keberadaan Situs yang tak jauh dari atas puncak lawu ini semakin menguatkan fakta sejarah, adanya peradaban purba di atas puncak Lawu.

 

Untuk menyingkap keberadaan Situs Cemara Pogog yang berada tak jauh dari atas puncak gunung Lawu, tim jelajah Misteri mencoba menelisik lebih jauh keberadaan Situs Cemara Pogog yang berada di titik Pos 3 dari jalur pendakian Tahura via Candi sukuh.

 

Dibandingkan dengan rute Cemara Kandang, Cemara Sewu, Candi Cetha dan Jogorogo Ngawi, jalur pendakian dari Tahura memang lebih pendek dan singkat waktunya. Bagi pendaki biasa, jarak tempuh pendakian akan memakan waktu kurang lebih 8 jam, tetapi bagi warga desa dan pendaki yang sudah berpengalaman, jarak tempuh yang diperlukan paling hanya memakan waktu kurang lebih 4 jam. Dari rute ini tim dari Miste dengan dibantu para petugas Jagawana Tahura arahan Pak Baratha mencoba melakukan pendakian dengan mengendarai kendaraan bermotor roda dua.

 

Keraguan sempat terbersit, apakah tim mampu mendaki dengan mengendarai seped motor roda dua ke Pos III? Namun keraguan itu akhirnya pudar, setelah memperoleh banyak penjelasan dari petugas jagawana, bahwa pendakian dengan menggunakan sepeda motor roda dua jenis trail memang sudah biasa, karena kawasan ini adalah track para penghobi motocross mountain bike. Bahkan para petugas jagawana Tahura sudaha beberapa kali melakukan pendakian dengan mengendarai kendaraan roda dua hingga ke atas puncak Hargo Dalem.

 

Sebelumnya tim dari penulis berkeinginan melakukan pendakian dengan cara jalan kaki, tetapi mengingat jarak tempuh sekitar 2 jam lebih untuk sampai ke Situs Cemara Pogog, belum lagi menelisik situs situs yang lain di sekitar Cemara Pogog, ditambah dengan waktu jarak tempuh turun dari atas gunung yang harus memakan tambahan waktu, akhirnya penulis mengikuti kemauan para petugas jagawana Tahura mendaki dengan menggunakan motor roda dua.

 

Tim dari penulis sangat yakin dengan kemampuan para petugas jagawana Tahura, yang mengenal betul seluk beluk kawasan Tanaman Hutan Raya KGPAA. Mangkunegara, yang ada di dusun Berjo, Ngargoyoso Karanganyar.

 

Sebelum berangkat ke Situs Cemara Pogog, tim jelajah dari penulis memperoleh banyak cerita perihal ditemukannya Situs Cemara Pogog oleh salah satu penduduk sekitar yang dikenal dengan nama pak Polet. Pria yang kerap di sapa pak Po ini, dari pengakuan Baratha dianggap sebagai juru kunci gunung Lawu oleh penduduk di sekitar Candi Sukuh. Sejak kecil pak Po sudah naik turun gunung Lawu berkali-kali, sehingga sudah tidak terhitung lagi seberapa banyak pendakian yang sudah pernah ia lakukan.

 

Pak Po paham betul seluk beluk gunung Lawu, tidak hanya yang bisa dilihat secara kasad mata, tempat tempat gaib yang ada di sekitar Gunung Lawu ia pahami dan memahami. Sehingga tidak mengherankan bila pak Po dianggap oleh warga masyarakat sekitar sebagai juru kunci gunung Lawu.

 

Berbekal dari pengalaman hidup yang ia jalani sehari-hari di gunung Lawu, pak Po pernah kedatangan tamu dari luar negeri yang ingin meneliti keberadaan obyek sinar diagonal di sekitar candi Sukuh. Yang kala itu dilihat oleh para ilmuwan dari satelit luar angkasa. Sinar gaib yang terlihat secara visual ini semakin menambah daftar panjang misteri yang menyelimuti gunung Lawu.

 

Bagi Baratha sendiri, ditemukannya Situs Cemara Pogog bukanlah satu kejadian hal yang aneh. Situs ini menurutnya, sudah diketahui sejak beberapa tahun yang silam, tetapi hanya berbentuk gundukan tanah dengan luas area sekitar 2500 m2. Wilayah di mana situs tersebut ditemukan, oleh penduduk sekitar diyakini pada zaman dahulu adalah sebuah desa. Akan tetapi entah karena apa, desa tersebut akhirnya hilang dari peradaban dunia.

 

Hanya beberapa peralatan dapur seperti tungku, tempayan, batu padasan, sumber mata air dan beberapa sisa peradaban yang tersisa pernah ditemukan oleh penduduk desa. Hilangnya desa-desa dari peradaban, diyakini oleh penduduk desa karena muksa. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, bila di kawasan tersebut kadang terlihat adanya aktivitas kehidupan layaknya kesibukan yang ada di desa-desa.

 

“Aktivitas ini diyakini adalah kehidupan alam gaib dari satu desa yang pernah lenyap,” ungkap Baratha. Diceritakan oleh Baratha, awal ditemukannya Situs Cemara Pogog dan Sendang Raja.

 

Tahun 2012 yang lalu, keberadaan tempat yang diyakini adalah candi purba sebenarnya sudah diketahui, hanya saja situs tersebut masih belum terlihat sebagai bentuk candi. Situs ini diketahui pertama kali oleh pak Po, saat dirinya bermalam di hutan di sekitar Pos Il yang mengarah ke atas puncak Lawu.

 

Sebagai seorang pinisepuh gunung Lawu, hampir setiap hari pak Po naik turun gunung melihat keadaan kawasan hutan Tahura, di dalam rangka menjaga kelestarian alam sekitar. Pekerjaan seperti ini ia jalani sejak masih muda, hingga tidak mengherankan bila pak Po mengerti dan mengenal betul kawasan hutan Lawu dari sisi nyata mapun hal yang gaib.

 

Kebiasaan berada di dalam hutan pak Po beristirahat di sebuah tempat peristirahatan, yang di sekitarnya terdapat pohon Cemara terpotong di tengahnya karena roboh. Sehingga ketinggian pohon cemara itu hanya sekitar 2 meter saja. Oleh karena bentuk pohon cemara yang pendek ini, maka kawasan tersebut lantas dikenal dengan nama Cemara Pogog. Menurut pengakuan pak Po, dirinya sudah lama mengetahui adanya candi Purba di Cemara Pogog, namun dengan sengaja ia masih merahasiakannya.

 

Keberadaan Situs tersebut diketahui oleh pak Po pada saat dirinya tengah membersihkan kawasan Cemara Pogog. Awal pertama yang diketahui oleh Pak Po, yakni adanya batu yang menyerupai altar dan tangga berundak.

 

Bagi pak Po, apa yang dilihatnya tidaklah mungkin benda seperti itu dibuat oleh penduduk desa di jaman sekarang ini. Mengingat keberadaan kawasan Cemara Pogog berada di atas puncak gunung gung lewung lewung jauh dari jamahan tangan manusia.

 

Kabar ditemukanya tangga berundak dan beberapa bebatuan yang diyakini merupakan Situs candi purba, membuat para petugas jagawana Tahura lantas mencoba melihat dari dekat hasil penemuan pak Po. Hingga pada hari yang telah di tentukan, seluruh petugas jagawana lantas berangkat ke atas, melihat dari dekat keberadaan candi purba tersebut. Setelah berada di kawasan Cemara Pogog, pak Po bersama dengan para petugas jagawana melakukan kerja bakti massal membersihkan rumput di kawasan Cemara Pogog.

 

“Hari itu meski belum sepenuhnya pembersihan dirampungkan, tetapi sudah tampak pola pelataran bentuk sebuah candi. Bahkan ambang pintu candi diyakini berada di bagian sebelah barat,” Ujar Baratha kepada penulis.

 

Keberadaan bangunan pra sejarah ini memang tidak sepenuhnya ditemukan tanpa sengaja, tetapi sebelum ditemukan pak Po sudah lebih dulu mengetahuinya secara spiritual. Mengingat kawasan Cemara Pogog yang ia kenal, dulunya adalah peradaban sebuah desa. Bagi para petugas jagawana dan penduduk desa, keberadaan pak Po di dalam hutan setiap hari dianggapnya hal yang biasa. Tak jarang sampai berbulan-bulan sesepuh desa bagi penduduk di sekitar Candi Sukuh tersebut tinggal di dalam hutan.

 

“Jika bosan di desa, pak Po naik ke atas buncak dan bermalam di kawasan Cemara Pogog hingga berminggu-minggu lamanya,” kata Baratha.

 

“Oleh sebab itu tidaklah mengherankan, bila berada di kawasan Cemara Pogog kita akan menjumpai adanya tungku kayu, rumah gubuk dan jerigen air,” tambah Baratha.

 

Kawasan Cemara Pogog bagi pak Po dan seluruh petugas Jagawana adalah tempat keramat. Tidak semua orang berani menjalani laku ritual di kawasan tersebut. Dari beberapa orang yang pernah mendatangi Cemara Pogog, paling-paling hanyalah petugas jagawana dan beberapa komunitas trail. Itupun hanya melintas di sekitarnya saja, tidak Cemara Pogog.

 

Situs Cemara Pogog diyakini merupakan pintu gerbang gaib naik ka atas puncak gunung Lawu. Sedangkan pohon Cemara Pogog yang berusia ratusan tahun adalah titik pertanda keberadaan gerbang gaib. Dari pengakuan petugas jagawana yang bernama Marga, suatu waktu dirinya pernah melihat sesosok laki-laki tampan duduk di atas batu tangga berundak di dekat pohon Cemara Pogog. Saat dilihatnya, pria tampan yang mengenakan pakaian adat Jawa itu tampak tersenyum manis sekali. Seakan-akan tiada beban kehidupan yang pernah ia tanggung.

 

Sosok laki-laki tampan berpakaian adat Jawa kuna tersebut dilihat Marga, pada saat dirinya hendak mengambil foto beberapa orang temannya di sekitar tangga berundak. Dari kaca kamera, Marga melihat pria tampan itu duduk di atas tangga berundak. Melihat penampakan ini Marga terkesima kaku, dan mengurungkan niatnya mengambil foto teman-temannya.

 

“Meski dianggap angker dan keramat, tetapi banyak juga pelaku ritual yang menjalani laku di Cemara Pogog. Kebanyakan mereka adalah para tokoh spiritual yang datang karena tuntunan whisik gaib,” ujar Baratha.

 

Dari pengalaman yang pernah diperoleh pak Po di Situs Cemara Pogog, Baratha mengungkapkan. Selama berada di Cemara Pogog berminggu-minggu, sesepuh desa Sukuh ini pernah memperoleh pusaka keris. Saat pertama kali hendak diambil, keris tersebut menancap di dalam tanah. Untuk bisa mengambil keris ini, sesepuh desa harus menjalani laku bermalam di Cemara Pogog hingga berminggu-minggu lamanya.

 

Dari berbagai pengalaman spiritual yang pernah dialami oleh sesepuh desa, akhirnya diketahui bahwa kawasan Cemara Pogog adalah desa yang hilang secara gaib di gunung Lawu. Dari peristiwa gaib yang pernah terjadi ribuan tahun yang silam ini, kini penduduk desa banyak yang takut berkunjung ke kawasan Cemara Pogog, karena mereka khawatir takut hilang. Ungkap Baratha kepada penulis.

 

Setelah memperoleh penjelasan panjang lebar dari para petugas jagawana, penulis akhirnya berangkat mengendarai sepeda motor roda dua mendaki ke atas gunung Lawu. Rute yang harus ditempuh dari kantor Tahura KGPAA. Mangkunegara yang ada di candi Sukuh, sejauh kurang lebih dua kilometer.

 

Medan jalan yang harus dilalui sangat berat sekali, berupa tanjakan dan tikungan curam di pinggir jurang. Dari tiga orang pemandu petugas jagawana Tahura, hanya Marno satu-satunya petugas jagawana yang pernah mendaki ke atas puncak Hargo Dalem sebanyak tiga kali dengan mengendarai sepeda motor roda dua.

 

Di sepanjang perjalanan, sesekali motor harus meraung-raung karena berusaha memperkuat tenaga pacu di tanjakan yang sangat curam. Tak jarang para pengemudi harus menghindar dari banyaknya pepohonan yang tumbang menghalangi di tengah perjalanan. Kepiawaian para petugas jagawana mengendarai roda besi memang tidak diragukan lagi, karena kesehariannya mereka naik turun gunung mengawasi Tahura dengan mengendarai motor roda dua.

 

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam perjalanan, maka sampailah misteri di Situs Cemara Pogog. Kawasan Situs Candi Purba tersebut, dari bentuknya memang sudah tampak bentuk bangunan candi. Meski secara keseluruhan kondisinya masih tertutup tanah dan pepohonan.

 

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Cemara Pogog, terlihat tangga berundak berada tak jauh dari pohon Cemara Pogog. Kondisi pohon Cemara terlihat sudah sangat rapuh sekali, hampir separuh kulitnya terkelupas. Namun yang terlihat-tampak aneh, pohon Cemara Pogog masih mampu berdiri dan menopang batangnya. Padahal kondisinya terbelah dan mati, karena tak ada daun.

 

Dari beberapa orang yang turut mendaki ke atas puncak Cemara Pogog, salah seorang di antaranya adalah tokoh spiritual mangkunegaran yang ingin melihat dari dekat kondisi alam gaib Situs Cemara Pogog. Dari penglihatan tokoh spiritual ini diketahui benar adanya, bahwa kawasan Cemara Pogog adalah gerbang gaib menuju ke atas puncak Lawu. Pintu gerbang tersebut menurut ukuran kurang lebih panjangnya sekitar sepuluh mete tepat berada di pohon Cemara Pogog.

 

Dari pandangan mata batin Ki Haryanto di jelaskan, kawasan tersebut pada jaman dahulu memang benar sebuah desa yang pemah hilang secara gaib. Hilangnya desa ini karena kawasan Cemara Pogog hendak dijadikan sebagai pintu gerbang gaib, sehingga kawasan tersebut harus bersih.

 

“Para makhluk gaib bila ingin naik ke atas puncak Lawu harus melalui pintu gerbang Cemara Pogog. Seluruh ageman pusaka yang dikenakan harus ditinggalkan di pintu gerbang Oleh karena tidaklah mengherankan bila di kawasan Cemara Pogog banyak dijumpai pusaka,” terang Ki Haryanto.

 

“Pusaka-pusaka yang ditinggal di gerbang Cemara Pogog akhirnya tak lagi bertuan,” tambah Ki Haryanto menjelaskan perihal banyaknya pusaka di sekitar Situs Cemara Pogog.

 

Setelah beberapa saat berada di Situs Cemara Pogog, serta menyaksikan dari dekat keberadaan situs purbakala di jalur lintas pendakian Pos III gunung Lawu. Penulis kemudian melanjutkan kembali perjalanan menelisik beberapa Situs lain yang tak jauh Cari Situs Cemara Pogog. Situs lainnya yakni sendang Raja dan Situs Watu Bulus yang perada sekitar 400 meter dari Cemara Pogog.

 

Situs Sendang Raja berupa mata air yang bersumber dari rembesan tebing batu di atas Gunung Lawu. Mata air ini tampak bukanlah sumber mata air liar (belum pernah dijamah nanusia), karena di sekitar mata air terlihat kumpulan batu yang tertata sedemikian upa menyerupai kolam air dari batu. Bentuk ni meyakinkan, bahwa kawasan di sekitar Cemara Pogog memang benar-benar bekas peradaban sebuah desa.

 

Di sekitar sumber mata air terlihat beberapa batang dupa tertancap, secara visual condisi seperti ini menjelaskan bahwa pernah ada pelaku ritual yang menjalani laku ritual ji tempat ini. Bagi para petugas jagawana jang sebagian besar adalah penduduk sekitar nepaparkan, Sendang Raja ditemukan pada waktu yang bersamaan dengan ditemukannya Situs Cemara Pogog. Namun nenilik dari keberadaan sendang, bentuk olam sumber mata air ini memang pernah dibuat oleh manusia. Hanya saja kapan tahun pembuatanya, para ahli purbakala saja yang isa menentukannya.

 

Menurut pengakuan para petugas agawana diketahui, selama ini memang ada rang yang menjalani laku mandi keramas di endang Raja. Bagi para pelaku ritual mereka neyakini bahwa mata air Sendang Raja nemiliki tuah bagi kehidupan umat manusia. lal ini dibenarkan oleh Ki Haryanto. Secara Upranatural diketahui, sumber mata air endang Raja dijaga oleh para jin punggawa unung Lawu, karena untuk menjaga pusaka ang ada di dalam sumber mata air.

 

Selain itu, banyak makhluk gaib sebangsa anderuwo yang bersemayam di sekitar ndang. Salah satu dari genderuwo itu diketahui bermukim di sebuah pohon besar di samping Sendang Raja. Dari pengakuan Ki Haryanto, genderuwo yang bersemayam di pohon diakui paling tua di antara makhluk gaib lainnya. Sosok itu sering menutupi pohon yang dihuninya, sehingga kadang tumbuhan tersebut tak terlihat secara kasad mata. Kejadian seperti itu pernah dialami sendiri oleh Baratha, beberapa kali dirinya memotret pohon yang berdiri kokoh di samping Sendang Raja, tetapi apa yang ia lihat di layar handphone bukanlah gambar pohon hasil dari jepretan kamera foto, tetapi hanya warna hitam yang ada di dalam gambar foto. Peristiiwa ketidak berhasilan pohon tersebut difoto, bukan lantaran kamera hp rusak, tetapi genderuwo penunggu pohon memang tidak berkenan tempatnya bersemayam diabadikat Begitu pengakuan pak Po kepada Baratha pada saat itu.

 

Sendang yang berada di dalam kawasan hutan Tahura ini berada tidak jauh dari Situs Watu Bulus. Berjarak sekitar 300meter di bawah situs Watu Bulus. Oleh sebab itu, keberadaan situs candi purba di dalam hutan Tahura ini, oleh pihak perhutani bekerjasama dengan dinas pariwisata, lantas mengolah menjadi satu paket wisata religi di Tahura.

 

Namun khusus untuk Situs Cemara Pogog dan Sendang Raja, sengaja belum dibuka secara resmi. Karena para jagawana masih kuatir dengan para pengunjung bila berada di kawasan tersebut. Selain masih banyak hewan harimau berkeliaran, keangkeran gerbang gaib puncak gunung Lawu membuat para pemangku wana Tahura belum berani membukanya.

 

“Belum lagi keberadaan situs yang masih belum diteliti oleh pihak dari dinas purbakala,” terang Gunawan, kepala dinas perhutani yang membawahi Tahura KGPAA. Mangkunegara.

 

“Situs watu bulus adalah arca kuna yang berbentuk binatang kura kura,” Kata Gunawan.

 

Selain arca kura-kura tambah Gunawan, terdapat patung dan tapak kaki yang diyakini adalah tapak kaki Brawijaya V. Seluruh tempat keramat yang ada di Tahura, aku kepala perhutani Tahura, dijadikan satu paket wisata bagi pengunjung Tahura.

 

Oleh sebab itu, untuk melengkapi fasilitas kenyaman bagi para pengunjung, di dalam hutan di bangun masjid, tempat outbound, bumi perkemahan dan beberapa infrastruktur lainnya. Tetapi meski beberapa fasilitas sudah dibangun dan memenuhi standar wisata alam para pengunjung tetap tidak boleh berbuat sembarangan di dalam hutan Tahura. Karena tidak sedikit para pengunjung yang berada di Tahura mengalami kerasukan.

 

Salah satu peristiwa pernah dialami seorang pengunjung yang kesurupan di Tahura, pada saat menggelar acara kemah di sebuah tanah lapang di sisi kantor perhutani Tahura. Meski sudah berada di rumah, orang itu tetap kesurupan. Oleh salah seorang paranormal, akhirnya orang itu disarankan menggelar buangan sesaji sepasang ayam di Tahura. Setelah ritual buangan sesaji dillakukan, orang tersebut kemudian sadar kembali.

 

Bagi para petugas jagawana Tahura, hewan yang dibuang di Tahura pantang bisa diambil, apalagi disembelih. Pantangan ini beriaku bagi orang-orang yang mengetahu kejadian dibuangnya sesaji untuk tebusan. Tetapi bagi mereka yang tidak mengetahui bahwa hewan tersebut adalah hewan sesaji tebusan, tidak menjadi soal. Pungkas Gunawan kepada penulis. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: BERISTRI JIN MUSLIMAH

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: LUKAH GILO, JAELANGKUNG ALA ROKAN HILIR

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: HARTA KARUN PENINGGALAN BELANDA DI SINDANG

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!