Panggonan Wingit: MAKAM PANEMBAHAN RAMA
Raden Kajoran dikenal sebagai tokoh ulama besar dan dungdeng dalam olah kanuragan, sehingga kuburannya dikenal dengan makam Panembahan Rama. Warga setempat percaya Raden adalah lelaki tertua di Klaten, Jawa Tengah yang memiliki kekuatan supratural tinggi serta sepak terjangnya dalam berperang melawan musuhnya tak pernah terkalahkan. Ibaratnya ora tedas tapal pande, kulitnya tidak mempan ditempa senjata tajam maupu pada masa hidupnya…
Di komplek Makam Panembahan Ramamasih banyak ditemukan petilasan peninggalannya yang dulunya digunakan untuk mengasah dan menempa jiwa dan raganya dan para muridnya. Peninggalan yang ada disana itu diantaranya, watu gilang (batu hitam) tempat semadi Kyai Kajoran untuk berdoa dan menerima ajarar suprantural dari Sang Kholig melalui jalan kegaiban, sendang tempat kungkum yang dipercaya mampu membuat manusia keba benda tajam dan peluru, masdjid, gedong pusaka, ompak, lumping dan masih ada beberapa lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.
Wajar saja jika Makam Panembahan Rama, kini banyak dikunjungi para peziarah untuk melakukan prosesi ritual mengasah jiwa dan raga, dengan berharp tuah dan berkah keampuhan seperti yang pernah dialami Kyai Kajoran pada masa hidupnya. Kyai Kajoran merupakan saudara dari Ki Ageng Pandanaran yang juga dikenal sebagai ulama besar yang dimakamkan di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Ketokohannya inilah yang membuat Kyai Kajoran dikenal dan makamnya banyak di kunjungi peziarah.
Pada masa hidupnya, Kyai Kajoran mengembangkan bakat rohaninya dengan latihan terus menerus, gemar lelaku tapa brata dan olah kanuragan.Alhasildia tumbus menjadi orang sakti mandraguna yang disegani raja dan bangsawan pada masa keemasan Karaton Demak, Pajang, maupun Mataram Islam. Kyai Kajoran juga kondang sebagai muslim kejawen. Aktifitas olah fisik dan batin beliau sangat menonjol, menjadi tempat orang bertanya dan imam.
“Lahan peninggalan komplek makam Panembahan Rama ini menempati lahan 4.000 meter persegi,” ujar Mas Lurah Tari Lumaksono.
Lebih jauh Tari Lumaksono yang juga sebagai juru kunci komplek Makam Panembahan Rama ini kepada penulis yang menemuinya di Komplek makam ini mengatakan, para peziarah yang melakukan olah kanuranan atau prosesi ritual peziarahan di sini tidak ada syarat-syarat, ke sini bisa saja melakukan olah supranural sendiri-sendiri sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
“Sehingga boleh datang kapan saja, baik pagi, siang, sore maupun malam hari. Kami sebagai juru kunci hanya bertugas memandu peritual, sesuai kemauannya,” jelasnya
Memang, untuk mempercayai suatu tempat keramat atau peziarahan biasanya dihubungan dengan sejarah hidup (autobiografi) seseorang yang dimakamkan disana. Maksudnya, orang yang dimakamkan di sana, pada masa hidupnya sebagai tokoh spiritual, ulama, sakti, atau berilmu tertentu, baik itu beraliran ilmu hitam maupun ilmu putih. Nah, dari makam tempat keramat itu ada yang meyakini memiliki tuah yang bisa diwariskan kepada peritual.
“Aura makam ini beraliran ilmu putih, sehingga bagi orang-orang yang berharap tuah aneh-aneh, jelas tidak terkabul,” lanjutnya.
Ditanya tentang sejarah Kyai Kajoran pada masa hidupnya, secara rinci Tari Lumaksono mengisahkan, di sebuah desa kecil di wilayah Klaten, Jawa Tengah hiduplah seorang tokoh besar pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat Agung (Tegal Wangi) yang disebut Raden Kajoran. Dia adalah putra dari Panembahan Agung dan bersaudara dengan Sunan Pandanaran. Raden Kajoran memiliki dua anak perempuan, Suronadi dan Impuni. Setelah kedua putrinya itu tumbuh menjadi dewasa, Suronadi diperistri oleh Wiramanggala dan Impuni dipersunting Trunajaya dari Madura.
Menantu Kyai Kajoran yang Wiramanggala memang lebih dikasihi disbanding Trunajaya, karena Wiramanggala ini berasal dari desa terpencil, namun pastur tubuhnya gagah perkasa, suka bekerja keras, sakti madraguna dan lugu (sederhana). Mungkin karena perangainya yang lugu dan berasal dari pedesaan terpencil, sehingga seringkali perilakunya kurang trapsila (sopan santun). Padahal dia suka pergi ke kota raja Mataram.
Di kota raja itu, seringkali Wiramanggala menjadi perhatian banyak orang, karena gumunan (gampang heran) dan ndesani (ciri khas orang pelosok). Sehingga nampak kurang subasita (budi pekerti), akibatnya sering juga menjadi bahan tertawaan, ejekan dan kadang malah membuat geram orang, karena tidak tahuannya dalam berperilaku.
Pada suatu hari Raden Kajoran yang juga menjadi salah satu prajurit di Kerajaan, mendapat panggilan menghadap kepada Amangkurat Agung dengan tujuan untuk membicarakan tentang sayembara, dimana kerajaan membutuhkan senopati (pemimpin perang) pinilih (terpilih).
“Hadiah yang disediakan, separuh dari Kerajaan Mataram,” papar Tari Lumaksono, melanjutkan kisahnya.
Berita dari kerajaan tersebut, memang sengaja dirahasiakan m oleh Kyai Kajoran dengan tujuan p A agar menantunya,
Wiramanggala tidak ikut kek kerajaan dan mengikuti sayembara tersebut. Bahkan Kyai Kajoran juga mewanti Mas Curah Tawanti kepada Suronadi, putrinya yang juga isteri dari Wiramanggala. Maka Kyai Kajoran berangkat sendirian. Tetapi setelah beberapa hari dia tidak ketemu dengan ayah mertuanya, maka Wiramanggala menanyakan dan mendesak kepada isterinya, Suronadi atas keberadaan Kyai Kajoran.
“Mungkin karena rasa saying dan kasihan, akhirnya Suranadi memberi tahu,” tambahnya.
Mendengar pengakuan isterinya tersebut, maka tanpa harus berfikir panjang, Wiramanggala berangkal menyusul ayah mertuanya. Celakanya, ulah Wiramanggala yang tanpa sopan santun itu, menimbulkan keributan dengan penjaga benteng kraton, bahkan selanjutnya di dengar oleh sang raja, Amangkurat Agung. Karuan saja jika sang raja marah besar, bahkan memutuskan hukuman mati kepada Wiramanggala. Sekaligus Wiramanggal dianggap sebagai peserta pertama pengikut sayembara.
Namun untuk mengetes kepiawaiannya, bukan diadu dengan jago (pasukan perang) kerajaan. Tetapi melawan mimis (peluru) emas meriam yang ditembakan ke tubuhnya. Maka diseretlah Wiramanggala dialon-alon dan disaksikan banyak orang atas eksekusi tersebut. Kruan saja kejadian ini, membuat Kyai Kajoran prihatin dan bersedih hati menyaksikan dengan matanya sendiri, menantu yang dikasihi akan dieksekusi mati. Bersamaan dengan itulah, Kyai Kajoran lantas mateg aji, manekung, melakukan ritual umbul donga (pemanjatan doa), kepada Sang Hyang Widi atas peristiwa ini.
“Benar juga, rupaya doa Kyai Kajoran dikabulkan, Wiramanggala tidak mempan ditembus peluru emas,” kisahnya.
Wiramanggal masih tetap hidup, tubuhnya tak lecet (terluka) sedikit pun, bahkan malah tambah segar bugar. Dengan kejadian yang mengejutkan ratusan orang dan prajurit yang menyaksikannya itu, justru semakin menambah geram Sultan Amangkurat Agung. Karena kejadian ini dianggap mempermalukan pisowanan agung kerajaan dan merupakan ancaman bagi kejayaan Kerajaan Mataram. Mungkin Saking geregetannya, akhirnya Kyai Kajoran sendiri yang diutus menghabisi nyawa
vviraimangga!a. Lebih menyedihkan lagi, karena kini anaknya, Suronadi sedang mengandung anak dari Wiramanggala. Dalam kegelisahannya tersebut, ketika Kyai Kajoran duduk di bale-bale sambil menghunus keris ligan, didekati Jumassonc oleh Wiramanggala.Tanpa menunggu waktu panjang dan ba bi bu, Wiramanggala merebut keris ligan itu dari tangan Kyai Kajorar untuk hujamkan dan ditusukan sendiri kedada dan perutnya berulangkali. Namun apa yang terjadi? ternyata keris ligan itu juga tidak mampu menembus kulis Wiramanggala Semua itu terjadi, menurut hasil olah batin Kyai Kajoran, karena Wiramanggala belum mengikhlaskan kematiannya.
Bersamaan dengan itu, Kyai Kajoran juga mendapatkan tugas untuk meruwat anak dari isteri Sultan Amangkurat Agung, karena lahir bungkus (bayi itu lahir dari rahim, namun masih terbungkus gumpalan daging). Sebagai orang yang bijaksana, maka Kyai Kajoran lantas mengatakan kepada Wiramanggala, agar mau mengikhlaskan kematian dengan janji, nanti jika anak Wiramanggala lahir dari rahim Suronadi, akan ditukar dengan anak raja yang habis di ruwat. Sedangkan bayi yang habis di ruwat itu akan dilarung ke sungai, entah bagaimana nasibnya, Tuhan Yang Maha Mengetahuinya.
Hal itu dilakukan dengan tujuan, kelak setelah dewasa nanti anak itu akan mukti (hidup bahagia) dikerajaan Mataram, karena diperlakukan sebagai putra mahkota. Mendengar ungkapan bijak ayah mertuanya tersebut, setetalah menenangkan jiwa dan pikirannya, akhirnya Wiramanggala mensetujui dan mengikhlaskan kematiannya di tangan ayah mertuanya.
“Rama, pusaka apapun yang berasal dari kerajaan Mataram tidak akan mampu melukai dagingku, hanya gabah ketan hitam yang melukai iku tangankulah yang mampu mengakhiri hidupku,” pesan Wiramanggala kepada Kyai Kajoran.
Setelah berpesan tentang rahasia kematiannya, maka Wuramanggala segera beranjak untuk meninggalkan Kyai Kajoran. Langkahnya menuju pembaringan isterinya yang sedang memuluk bayi buah hati mereka, sambil menciumi isteri dan anaknya, Wiramanggala bergumam lirih.
Aku mencintaimu isteri dan anakku, aku mencintai Kajoran dan Mataram. Kematianku adalah sarana Untuk meraih kebahagiaan bagi anak cucuku kelak.” Setelah berkata begitu, Wiramanggala lantas beranjak meninggalkannya untuk menemui ayah mertuanya di bale-bale.
Di sana Kyai Kajoran sudah menggenggam 3 butir gabah ketan hitam yang dimaksud Wiramanggala. Begitu Wiramanggala mendekat, Kyai Kajoran lantas mengatakan, sambil menunjuk keris ligan dan 3 butir ketan hitam yang diletakan di meja.
“Ambillah keris itu dan hunjamkan ke dadaku, karena seharusnya akulah yang menerima hukuman mati ini,” ujarnya.
Mendengar perkataan itu justru Wiramanggala menolak dan sertamerta diambillah tiga butir gabah ketan itu, untuk digoreskan kepada sikunya dan saat itu pula Wiramanggala menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Tanpa disadari keduanya, ternyata semua kejadian itu disaksikan sendiri oleh Trunajaya kendati sambil bersembunyi. Maka pada saat itu pula api dendam di hati trunajaya terhadap Sultan Amangkurat Agung tak terbendung. Pada kisah pemberontakan Trunajaya dengan menyiapkan pasukan dari Madura untuk menyerang Kerajaan Mataram diceritakan dalam babat lain. Dipicu dari kisah inilah, maka banya peritual yang mengunjungi Komplek Makam Panembahan Rama, karena disana di makamkan Kyai Kajoran dan Wiramanggala.
“Di sini juga ada petilasan sendang yang dulunya digunakan untuk kungkum Wiramanggala, yang kini dipercaya mampu bertuah kesaktian dan dugdeng,” pungkasnya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)