Ngaji Bareng Kyai Pamungkas Ngaji Bareng Kyai Pamungkas

Ngaji: PERTEMUAN MISTIS DENGAN NABI KHIDIR

Ngaji: PERTEMUAN MISTIS DENGAN NABI KHIDIR

Kisah pertemuan antara seorang saleh dengan Nabi Khidir AS memang selalu menarik untuk disimak. Betapa tidak, Khidir AS merupakan sosok yang unik sehingga tidak semua orang dapat bersua dengannya. Pun, di dalam pertemuan tersebut acap dihiasi dengan berbagai hal yang bersifat supranatural serta sarat dengan pelajaran yang bernilai sangat luhur. Berikut adalah kisah tentang pertemuan istimewa antara beberapa tokoh Sufi dengan Nabi Khidir AS, yang sengaja penulis ambil dari berbagai kitab tasawuf pilihan…

 

DISELAMATKAN KHIDIR

 

Ibrahim bin Adham adalah raja baik yang sangat luas kekuasaannya. Ke mana pun dia pergi, empat puluh bilah pedang emas dan empat puluh batang tongkat emas kebesarannya diusung di depan dan belakangnya oleh para hulubalang dan prajurit raja.

 

Pala suatu malam, ketika Ibrahim tidur di kamar istananya, mendadak langit-langit kamar berderak-derak seolah ada seseorang sedang berjalan di atasnya. Ibrahim pun terjaga dan berteriak, “Siapakah itu?”

 

“Seorang sahabat! untaku hilang dan aku sedang mencarinya di atap ini!“ Terdengar sebuah jawaban dari atas sana.

 

“Goblok! Engkau hendak mencari unta di atas atap, mana mungkin dia sampai di sana,” sergah Ibrahim menahan kekesalan.

 

“Wahai manusia yang lalai, apakah engkau hendak mencari Allah dengan berpakaian sutera dan tidur di atas ranjang emas?” Jawab pemilik suara misterius yang tak lain adalah Khidir AS, penuh dengan sindiran.

 

Kata-kata itu ternyata mampu menggetarkan hati Ibrahim. Dia amat gelisah sehingga malam itu tak mampu meneruskan tidurnya lagi. Ketika hari telah siang, Ibrahim menuju ke ruang pertemuan dan duduk di singgasananya dengan pikiran yang galau memikirkan sensasi yang dialaminya semalam. Sementara itu, para menteri telah berdiri di tempatnya masing-masing, dan para hamba telah berbaris sesuai dengan tingkatan mereka. Semuanya siap menunggu titah sang raja.

 

Ketika acara pertemuan akan dimulai, tiba-tiba, seorang lelaki berwajah amat menakutkan masuk ke dalam ruangan. Wajah si lelaki yang teramat menakutkan telah membuat tak ada seorang pun yang berani menegurnya, apalagi menanyakan nama dan maksud kedatangannya. Lidah mereka mendadak kelu! Sementara, dengan langkah yang tenang, lelaki itu melangkah menuju ke singgasana raja.

 

“Apakah yang engkau inginkan?” Tanya Ibrahim dengan memberanikan diri.

 

“ Aku baru saja sampai di persinggahan ini,“ jawab lelaki itu.

 

“Ini bukan tempat persinggahan para kafilah. Ini adalah istanaku. Apakah engkau sudah gila!” Hardik Ibrahim yang sudah habis kesabarannya.

“Siapakah pemilik istana ini sebelum engkau?” Tanya lelaki itu.

“ Ayahku!” Jawab Ibrahim, memendam kekesalan.

“Dan sebelum ayahmu?”

“Kakekku!”

“Dan sebelum kakekmu?”

“Ayah dari kakekku!”

“Dan sebelum dia?”

“Kakek dari kakekku!”

“Ke manakah mereka sekarang ini?”

“Mereka telah tiada, wafat.”

“Jika demikian, bukankah ini sebuah persinggahan yang dimasuki oleh seseorang dan ditinggalkan oleh yang lainnya?”

 

Setelah berkata demikian, lelaki yang sesungguhnya adalah Khidir itu langsung menghilang. Demikianlah, dengan seizin Allah, Khidir adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim. Dan di kemudian hari, Ibrahim menjadi salah seorang tokoh sufi yang amat terkenal, dan perbuatannya banyak menghiasi kitab tasawuf.

 

TIDAK DIKENAL KHIDIR

 

Seorang tua berwajah cerah berseri-seri, mengenakan jubah yang anggun, pada suatu hari melewati gerbang Banu Syaibah dan menghampiri Abu Bakar Al-Kattani yang sedang berdiri dengan kepala menunduk. Setelah saling mengucapkan salam, orang tua itu berkata: “Mengapakah engkau tidak pergi ke maqam Ibrahim? Seorang guru besar telah datang dan dia sedang menyampaikan hadits-hadits yang mulia. Marilah kita ke sana untuk mendengarkan kata-katanya, ”

 

“Siapakah perawi dari hadits-hadits yang dikhotbahkannya itu?” Tanya Kadis

 

“Dari Abdullah bin Ma’mar, dari Zhuhri, dari Abu Hurairah dan dari Muhammad,” jawab orang tua itu.

 

“Sebuah rangkaian yang panjang. Segala sesuatu yang dia sampaikan melalui rangkaian panjang para perawi, dan kita dapat mendengar langsung khotbahnya di tempat tersebut dari tempat ini,” kata Kattani.

 

“Melalui siapakah engkau mendengar?” Tanya lelaki tua itu.

 

“Hatiku menyampaikannya kepadaku langsung dari Allah!” Jawab Kattani.

 

“Apakah kata-katamu dapat dibuktikan?” Tanya orang tua itu lagi.

 

“Inilah buktinya. Hatiku mengatakan bahwa engkau adalah Khidir AS.”

 

“Selama ini aku mengira tak ada sahabat Allah yang tidak kukenal. Namun ternyata engkau, Abu Bakar Kattani, tidak kukenal tetapi engkau mengenalku. Maka, sadarlah aku bahwa masih ada sahabat-sahabat Allah yang tidak kukenal namun mereka mengenaliku,” kata Khidir AS.

 

KARYA TULIS UNTUK KHIRIR

 

Pada suatu waktu, ketika masih kanak-kanak, Muhammad bin Ali At-Tirmidzi (yang dikenal pula dengan nama Al-Hakim) bersama dengan dua anak lainnya bertekad akan melakukan pengembaraan guna menuntut ilmu. Ketika akan berangkat, ibunya pun tampak sangat bersedih.

 

“Wahai buah hati ibu, aku seorang perempuan yang sudah tua dan lemah. Bila ananda pergi, tak ada lagi seorang pun yang ibunda miliki di dunia ini. Selama ini ananda adalah tempat ibunda bersandar. Kepada siapakah ananda menitipkan ibunda yang sebatang kara dan lemah ini?” Kata sang bunda dengan berurai air mata.

 

Kata-kata itu menggoyahkan Tirmidzi. Dia membatalkan niatnya, sementara kedua sahabatnya tetap berangkat mengembara untuk mencari ilmu.

 

Suatu hari, Tirmidzi duduk di sebuah pemakaman sambil meratapi nasibnya. “Di sinilah aku! Tiada seorang pun yang peduli kepadaku yang bodoh ini. Sedang kedua sahabatku itu, nanti akan kembali sebagai orang-orang yang terpelajar dan berpendidikan tinggi,” keluhnya lagi.”

 

Di hadapan Tirmidzi muncul seorang tua dengan wajah berseri-seri. Dia menegur Tirmidzi, “Nak, mengapa engkau sampai sesedih ini?”

 

Tirmidzi lalu menceritakan segala persoalan yang tengah di hadapinya.

 

Maukah engkau menerima pelajaran saya setiap hari sehingga dapat melampaui kedua sahabatmu itu dalam waktu yang singkat?” Tanya orang tua itu kemudian.

 

“Aku bersedia!” Jawab Tirmidzi dengan kegirangan.

 

Sejak itu, tiap hari, orang tua itu memberikan pelajaran kepada Tirmidzi. Setelah tiga tahun berlalu, barulah dia menyadari bahwa sesungguhnya orang tua itu adalah Nabi Khidir AS. Tirmidzi memperoleh keberuntungan yang seperti itu karena dia bakti kepada ibunya.

 

Menurut Abu Bakr Al-Warraq (salah seorang murid Tirmidzi yang kemudian mejadi seorang sufi besar), setiap hari Minggu, Nabi Khidir mengunjungi Tirmidzi dan kemudian memperbincangkan berbagai persoalan.

 

Dikisahkan, pada suatu hari Tirmidzi menyerahkan buku-buku karyanya kepada sen Al-Warraq untuk dibuang ke sungai Oxus. Ketika diperiksa, ternyata buku-buku tersebut penuh dengan seluk beluk dan kebenaran-kebenaran mistik (tasawuf). Al-Warraq tak tega untuk melaksanakan perintah Tirmidzi, buku-buku tersebut dia simpan di dalam kamarnya. Kemudian dia katakan kepada sang guru bahwa buku-buku itu telah dilemparkannya ke dalam sungai.

 

“Apakah yang engkau saksikan setelah itu?“ Tanya Tirmidzi.

 

“Tidak sesuatu pun,” jawab Al-Warraq.

 

“Kalau begitu, engkau belum membuang buku-buku itu ke dalam sungai. Pergilah dan buang segera buku-buku itu,” perintah Tirmidzi.

 

Al-Warraq tak dapat membantah perintah gurunya. “Mengapa dia ingin membuang buku-buku ini ke dalam sungai? Apakah gerangan yang akan kusaksikan nanti?” Tanya Al-Warraq dalam hati sambil berjalan menuju ke sungai.

 

Setibanya di tepian sungai, Al-Warraq melemparkan buku-buku yang sangat tinggi nilainya itu. Ajaib! Seketika itu juga air sungai terbelah. Lalu tampak sebuah peti yang terbuka tutupnya dan buku-buku itu pun jatuh ke dalamnya. Setelah tutup peti itu mengatup, air sungai pun bersatu kembali. Al-Warraq terheran-heran menyaksikan kejadian itu.

 

“Guru, demi keagungan Allah, kata-kanlah kepadaku apakan rahasia di balik semua ini?” Tanya Al-Warraq setibanya kembali di hadapan sang guru dan menceritakan segala kejadian yang disaksikannya.

 

“Aku telah menulis buku-buku mengenai ilmu tasawuf dengan keterangan-keterangan yang sulit untuk difahami oleh manusia-manusia biasa. Saudaraku Khidir meminta buku-buku itu. Dan peti yang engkau lihat tadi dibawa oleh seekor ikan atas permintaan Khidir, sedang Allah Yang Maha Besar, memerintahkan kepada air untuk mengantarkan peti itu kepadanya,” jelas Tirmidzi. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Ngaji Psikologi: Berbahagialah, di Mana pun Anda Berada

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi: Seratus Tahun Lagi, Kita Semua Tidak Ada

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi: SEDEKAH HATI

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!