Ngaji: MENAGIS ALA PARA KEKASIH ALLAH
Tangis dan air mata dinilai sangat tinggi oleh orang-orang sufi. Tangis penyesalan akibat kesadaran tentang segala dosa yang pernah diperbuat, bukan tangis si cengeng yang tidak terpenuhi nafsu dunianya…
Bagi seorang Sufi tangis dan air mata itu mendapat nilai tertentu sebagai bukti penyesalan diri atas sesuatu kesalahan yang menyimpang dari kehendak Tuhan. Dalam Qur’an memang disebutkan sebuah cerita dari segolongan manusia yang merasa menyesal atau dosa yang diperbuatnya, kemudian diperingatkan akan akibatnya yang pedih dalam neraka, dan dikatakan: Falyaḍ-ḥakụ qalīlaw walyabkụ kaṡīrā, jazā`am bimā kānụ yaksibụn
Artinya: Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. At-Taubah, Ayat 82).
Lalu tangis dan tumpahan air mata itu menjadi satu amal abadiyah, suatu riyadhah, yang terpuji bagi seorang sufi. Mereka mengemukakan, bahwa Nabi-Nabi pun menangis untuk menyesali dosanya.
Bukankah Nabi Daud atas penyesalannya pernah menumpahkan air mata yang tidak sedikit? Ya, dikisahkan Nabi Daud menangis 40 hari lamanya, menumpahkan air mata dalam keadaan sujud, tidak mengangkat-angkat kepalanya, sehingga lapangan tandus tempat dia meletakkan dahinya itu menjadi padang rumput, yang menutupi seluruh kepalanya.
Lalu diserukan kepadanya, “Hai Daud! Tidakkah engkau lapar, agar diberi makan? Tidakkah engkau dahaga, agar diberi minum? Dan tidakkah engkau telanjang, agar diberi pakaian?”
Daud menangis lebih sangat lagi, sehingga tergoncang dan keringlah pohon-pohon kayu sekitarnya, serta terbakar dari perasaan takutnya. Kemudian barulah diturunkan taubat pada telapak tangannya, sehingga dia tidak berani membuka untuk makan dan minum, dan tidak berani melihatnya kecuali dia terus menangis.
Kemudian didatangkan oranglah sebuah mangkuk yang berisi dua pertiganya dengan air. Apabila dia hendak meletakkan tangannya ke atas mangkuk itu karena ingin minum, dilihatnyalah dosanya, lalu dia menangis pula, sehingga air matanya yang jatuh ke dalam mangkuk itu membuat mangkuk menjadi penuh berlimpah.
Diceritakan, bahwa Nabi Daud itu apabila dia hendak menangis, maka dia akan menahan diri tujuh hari, tidak makan, tidak minum dan tidak mendekati perempuan. Sehari sebelum itu dikeluarkan oranglah sebuah mimbar di tengah gurun, sambil memerintahkan Sulaiman, putranya, menyiarkan berita ke seluruh negeri, dan ke seluruh hutan belantara.
Maka berkumpullah pada hari itu segala manusia dan binatang hendak mendengar apa yang disampaikan oleh Daud. Sesudah dia naik ke atas mimbar yang dikelilingi oleh Bani Israil, maka Daud pun memulai khutbahnya dengan memuji Tuhan sambil menangis tersedu-sedu.
Tatkala khutbah itu sampai kepada cerita sorga dan neraka maka matilah kebahagiaan yang ada di seluruh hati dan diri binatang dan manusia yang hadir, dan tatkala cerita itu sampai kepada uraian mengenai hari kiamat, maka matilah semua makhluk itu.
Waktu Sulaiman, yang berdiri di dekatnya, melihat banyak makhluk yang mati, berkatalah dia kepada Daud, ayahnya, “Wahai, ayahku! Engkau telah mencabikcabik pendengar yang hadir dan telah mati sebagian dari binatang buas.”
Maka barulah Nabi Daud berdoa, agar binatang dan manusia yang mati kembali dihidupkan. Melihat hal ini, sebagian dari orang Yahudi itu berseru, “Kelihatannya engkau bergegas-gegas minta balasan jasa kepada Tuhan.”
Mendengar hal ini, maka menangis pulalah Daud sambil bersujud.
Demikian seorang sufi memberikan gambaran tangis menyesali diri, tangis Daud yang tak ada taranya, yang harus dicontoh dan diteladani. Untuk mendapat ampunan Tuhan sebagaimana diucapkan kepada Daud itu.
Dalam Al-Qur’an hanya tersebut, “Sungguh banyak orang yang berserikat itu menganiaya yang seorang kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, meskipun amat sedikit bilangan mereka itu. Maka tahulah Daud, bahwa Kami memuji dia, lalu dia pun meminta ampun kepada Tuhan, seraya tertelungkup, tunduk dan minta taubat.
Kemudian kami pun mengampuni kesalahannya itu. Dipastikan bahwa dia mendapat tempat yang terdekat pada Kami dan tempat kembali yang sebaik-baiknya. Wahai Daud! Kami jadikan engkau khalifah di muka bumi. Sebagai berikut itu hendaklah engkau menghukum antara manusia dengan kebenaran, jangan engkau menuruti hawa nafsu, karena dia dapat menyesatkan engkau dari jalan Allah.”
Orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat siksa yang keras, karena mereka lupa akan perhitungan pada hari kiamat. Begitu juga tangis Yahya dapat dijadikan contoh dan teladan bagi kita dalam menyesali dosa-dosa kita di hadapan Allah SWT.
Diceritakan bahwa jika Yahya menangis menyesali dirinya, menangis pulalah pohon-pohonan, dan gema tangisnya membuat bergoncang tanah-tanah di sekelilingnya.
Demikianlah Yahya itu, siang malam menangis sehingga air matanya itu merusakkan pipinya, sampai kelihatan rahangnya pada orang banyak.
Melihat keadaannya itu kemudian ibunya menambal pipinya dengan bulu-buluan. Tetapi tatkala Yahya sholat dia kembali menangis, maka bulu-bulu itu menjadi basah kuyup pula. Tatkala ibunya berulang-ulang datang memeras air mata pada bulu itu, yang turut membasahi kedua tangan ibunya, Yahya pun berdoa, “Ya Tuhanku! Inilah air mataku, inilah ibuku, dan inilah aku hambaMu, limpahilah balas kasihMu, karena Engkau sangat Pengasih dan Penyayang.”
Kemudian pada ayahnya Yahya berkata, “Wahai ayahku! Jibril telah menceritakan kepadaku bahwa antara sorga dan neraka terletak sebab yang membahagiakan, yang hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang menangis.”
Lalu Zakaria, sang ayah, berkata, “Wahai anakku! Kalau demikian menangislah engkau sesukamu.”
Beberapa contoh di atas telah cukup menunjukkan bukti bahwa tangis dan air mata dinilai sangat tinggi oleh orang-orang sufi. Tangis penyesalan akibat kesadaran tentang segala dosa yang pernah diperbuat, bukan tangis si cengeng yang tidak terpenuhinya hafsu dunianya, ataupun tangis ratapan seseorang yang tidak kuat menanggung cobaan hidup. Tidak juga tangis manusia yang putus asa atas segala ketentuan Tuhan.
Tangis yang seperti itu tidak hanya dilarang tetapi juga menurut ilmu jiwa bisa merusak kesehatan jasmani dan rohani. Yang menjadikan dinding antara manusia dengan Tuhannya adalah syahwat yang selalu mengganggu hati dan jiwa manusia, sehingga lupa kepada Tuhannya.
Untuk menembus dinding hijab penghalang itu, perlu kesadaran, dan kesadaran itu tidak lain tercermin ke dalam sebuah penyesalan yang membawa kepada tangis dan air mata. Jadi kesimpulannya menangis itu tidak hanya pantas dilakukan bagi anak-anak yang masih cengeng saja, justeru para manusia dewasa dan sudah tua harus sering-sering menangis karena menyesali segala dosa yang pernah dilakukan, sebelum air mata itu sendiri tidak mengalir dan air mata yang sudah tertutup rapat untuk selama-lamanya. Wallahua’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)