Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: SIKSAAN KANKER OTAK KARENA GANGGUAN GAIB

Kisah Mistis: SIKSAAN KANKER OTAK KARENA GANGGUAN GAIB

Sudah puluhan tahun, patung wanita bersayap itu terpajang di taman halaman rumah kami. Ayahku membeli patung itu jauh sebelum aku lahir. Satu patung naturalisme yang menggambarkan tentang ratu cantik, penolong umat manusia di dunia, yang diutus Dewa kemuka bumi. Patung itu dibeli di Yogyakarta, pada sebuah galeri patung di Bulaksumur, tidak jauh dari kampus Universitas Gajahmada. Demikian ayahku menceritakan sejarah keberadaan patung itu…

 

Patung cantik itu bernama Dewi Langit. Patung realisme berhidung mancung itu diberikan ayah kepadaku, setelah rumah ayah diwariskan kepadaku dan ayah membeli rumah lain, dua kilometer dari rumah kami di, Jakarta Selatan.

 

Pembuat patung warna putih dari bahan porselin itu adalah perupa Harsono Hanjoyo, sebutlah begitu, seniman yang juga pengajar di Perguruan Tinggi Senirupa, STSRI-ASRI Yogyakarta yang kini perguruan tinggi di jalan Gampingan No.1 Yogyakarta itu pindah tempat, bergabung menjadi Institut Seni Indonesia, ISI di Jalan Parangtritis, Yogyakarta Selatan. Selain Seni Rupa, ada fakultas musik, fakultas tari dan fakultas karawitan.

 

Belakangan, hampir tanpa lelah, Mas Suhendro. 48 tahun, suamiku mengurusi diriku yang terbaring di ranjang pesakitan. Aku terkapar di tempat tidur di rumah kami, setelah pihak tim dokter rumah sakit Husada Balada Bunda, sebutlah begitu, tidak sanggup lagi mengobatiku. Aku divonis tidak bisa sembuh lagi dan tinggal menunggu malaikat Izroil menjemput. Duh Gusti!

 

Tim dokter menyerah, meminta agar aku dirawat di rumah dan terus menerus didoakan. Ya, aku divonis mati karena kanker otak yang ganas dan tak tertolong lagi.

 

“Tinggal menunggu waktu. Bimbinglah istri Anda bertobat dan teruslah sembahyang di tempat tidur, agar di terima di sisi Allah Yang Maha Esa dengan baik di alam kubur nanti,” bisik seorang dokter, kepada suamiku. Mas Suhendro menceritakan hal itu kepadaku, karena dia tidak mau merahasiakan bisikan itu, demi kebaikanku, walau pun itu menyakitkan hatinya.

 

Ikhlas dan pasrah, hal itulah yang aku lakukan pada saat aku divonis mati. Pada awalnya, aku sangat takut mati dan mati bagiku adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Tapi setelah aku terus sembahyang walau dengan cara tiduran, aku semakin lama merasa semakin dekat, bahkan dekat sekali. Allah kurasakan sangat mengasihiku, menyayangiku dan mencintaiku. Rasanya ada suatu hubungan yang tidak berbatas. Makin lama aku semakin dekat kepada Allah Azza Wajalla. Dan Beliau, Tuhanku yang menciptakan aku, rasanya begitu menyayangiku, memperhatikan dan mengayomiku seutuhnya.

 

“Sakit dan penyakit yang diberikan kepadamu bukan siksaan, bukan azab dan bukan pula ujian. Penyakit parah di otakmu itu, kusut masai dan tak bisa dibenahi dokter lagi, itu adalah tanda kasih sayang Tuhan kepadamu,” bisik suatu suara di telinga kananku.

 

Aku tidak tahu itu suara siapa dan dari mana suara itu datang. Namun Suara itu kuterima dengan teduh, nyaman di telinga dan begitu merdu. Batinku, suara Malaikat kah itu? Entahlah.

 

Sikap berserah diri dan pasrah kepadaNya, semakin lama semakin kental di dalam batinku. Aku ikhlas menerima penyakitku yang sangat berbahaya dan mematikan itu. Dengan tersenyum dan legowo aku mengahadapi semuanya ini tanpa Komplin. Malah, terus menerus bersyukur memuji kebesaran Allah Azza Wajalla, mengagungkan-Nya, menyanjung-Nya sepenuh hatiku.

 

Dan, akhirnya, kehidupanku yang tersisa sedikit itupun, terasa menjadi enteng. Dalam keadaan sekarat, sakit total di sekujur tubuhku, aku masih bisa merasa ringan, enteng dan aku nikmati rasa sakit itu dengan ikhlas. Bahkan super ikhlas kepada Allah, Tuhanku, Sang Khalik, zat maha suci yang menciptakan aku di saat umurku menjelang 45 tahun, pada tanggal 23 November 2011 nanti. Pada hari Rabu Kliwon, 23 November aku berulang tahun dan suamiku akan mengundang 500 anak yatim ke rumah kami. Selain meminda doa dari anak-anak yatim, juga membagi sebagian rejeki kami untuk mereka, dibagi-bagi uang, sembako dan alat-alat sekolah.

 

“Tuhanku, Engkau telah menciptakan aku, Engkau telah membgsarkan aku dan Engkau dewasakan aku lalu aku pun Engkau nikahkan dengan lelaki yang baik dan telah menurunkan keturunan sesuai Titah-Mu, ya Allah Ku Azza Wajalla. Namun, sekarang, di usiaku yang ke 45 tahun, besok tanggal 23 November, Rabu Kliwon, Engkau hadiahi aku penyakit kanker otak ini dan semua dokter menyerah, tidak sanggup lagi mengurus diriku dan mereka yakin aku akan menghadapMu dalam waktu dekat ini. Ya Allah, ya Tuhanku. Bila ini sudah tersurat, sudah menjadi takdirMu, bisakah aku meminta, agar takdir-Mu ini dimundurkan. Artinya, aku tidak mati sekarang, tapi beberapa tahun kemudian. Dan, semua penyakit yang menurut manusia tidak bisa sembuh ini, Engkau balikkan sesuai dengan kekuasaan-Mu, keagungan-Mu dan keperkasaan-Mu Ya Allah, sembuhkan. Angkat penyakit ini karena hanya Engkau yang bisa mengangkatnya. Enyahkan penyakitku ini, karena hanya Engkau mengenyahkannya,” bisikku, kepada Allah, sehari sebelum aku berulang tahun ke 45, 22 November 2011, pada hari Selasa Wage menjelang pukul 24.00 tengah malam.

 

Tanggal 23 November 2011 yang jatuhnya pada hari Rabu Kliwon itu, anak yatim bukan 500 tapi 1000 diundang ke rumah. Uang untuk dibagikan oleh suamiku, tidak kurang dari Rp 500 juta atau setengah milyar. Bahkan, Mas Suhendro akan mendatangi semua rumah yatim untuk berbagi. Pada prinsifnya, kami tidak perlu menyimpan harta dan uang yang banyak, karena semua itu akan ditinggal mati.

 

“Sekarang mumpung sudah tahu Mamah sebentara lagi mati, maka berbagilah kepada orang yang membutuhkan. Papah mau habiskan semua uang yang dulu papah kumpulkan dengan kerja keras hingga tets darah dan airmata,” ungkap suangku, Mas Suhendro, kepadaku.

 

Ribuan anak yatim mendoakanku. Ucapan doa mereka kudengarkan bagaiman oasis yang sejuk di tengah musim kemarau. Mereka membaca ayat-ayat suci berbarengan, terdengar indah di telingaku. Dan terasa sangat sejuk aku rasakan di dalam batinku. Sama mendengarkan pengajian, aku memejamkan mataku.

 

Tiba-tiba rohku keluar dari tubuh dan aku melayang-layang di dalam tenda halaman rumah kami. Terbang di antara ribuan anak yatim yang sedang mendoakan aku. Duh Gusti, aku merasakan betapa indahnya keadaan itu. Aku merasa sangat sehat, segara bugar dan nyaman sekali, terbang melayang-layang seperti burung walet.

 

Namun di dalam terbangku, aku terus memuji kebesaran Allah. Aku bergumam mengangungkan Allah Sang Pencipta. Sementara saat aku bergumam kepada Allah, dalam terbangku, di antara anak-anak yatim yang papa. Aku melihat bagaimana mereka berbahagia, mereka yang mulia, anak manusia yang disayang Allah dan didampingi kekuatan gaib Malaikat Allah yang suci. Aku melihat keadaan itu dengan damai, tenteram dan sejuk. Karena aku ikhlas menerima penyakit beratku, aku diberi kelebihan melihat yang gaib. Melihat sesuatu yang selama ini tidak kasat mata, menjadi terang benderang di mataku.

 

Tentang hadiah penyakit mematikan itu, malam Jum’at Pahing, hari Kamis Legi, 29 Desember 2011, sebulan setalah santunan anak yatim, sekitar tengah malam, di antara pukul 24.00 hingga 01.00 WIB, aku terlelap dan bermimpi indah. Aku merasa melayang kelua kamar, terbang di angkasa biru menu u suatu tempat. Aku terbang melayang mengarah ke suatu daerah dan sejuk. Pepohonan dengan daun lebat, rindang dan teduh.

 

Banyak buah ranum memerah seperti buah apel Washinton, buah jeruk Pakistan dan durian monthong. Bunga-bunga berwarna warni, danau yang biru dengan ikan-ikan hias yang cantik. Di kejauhan aku melihat air terjun yang besar dengan pegunungan yang berkarang coklat. Di dahan pepohonan aku melihat burung berjumbai sejenis burung cendrawasih Irian yang berwarna-warni. Sementara di langit, aku melihat pelangi membulat dan di atas pelangi itu banyak bidadari terbang. Bidadari yang cantik jelita.

 

Sayang, beberapa saat kemudian aku terbangun dan barulah aku sadar diri, bahwa aku sedang bermimpi. Mimpi memasuki suatu daerah yang aku yakini itu adalah surga. Surga yang aku rasakan dan yakini sama dengan gambaran surga yang tertulis di dalam kitab suci agamaku, kitab megasuci Al-Qur’an nul karim. Bagitu aku tersadar dari mimpi, mataku terbuka dan mencari suamiku, Mas Suhendro yang biasa tidur di sebelahku. Malam itu, Mas Suhendro tidak ada di sebelahku. Pikirku, kemana suamiku, kok tidak ada?

 

Bagaikan ada dorongan gaib, kekuatan yang maha dahsyat mengangkat tubuhku, aku bisa mengangkat tubuh dan duduk. Setelah itu, aku turun ranjang dan berjalan ke tuar kamar. Aku membuka pintu kamar dan berjalan ke ruang tamu, ruang televisi dan kamar anak-anakku. Suamiku, ternyata tidak ada di mana-mana di dalam rumahku. Aku lalu menciumi satu persatu anak-anakku yang sedang tertidur lelap.

 

Aku berbahagia dan sangat berbahagia bisa berjalan setalah hampir tiga bulan terkapar tak berdaya di tempat tidur.

 

“Mama?” desis Riyanti, putri bungsuku yang masih duduk di kelas satu SD, umur tujuh tahun.

 

“Mama bisa berjalan Ma?” tanyanya, lemas, karena masih mengantuk. Riyanti berdiri dan memeluk tubuhku dengan erat.

 

“Alhamdulillah, Mama sudah sehat, tidak lumpuh lagi,” imbuh Riyanti, sambil menangis haru. Kanker otak telah membuat sekujur tubuhku lumpuh, jangankan berjalan melangkah, menggerakkan tangan pun, aku tidak bisa.

 

Kini, malam itu, Allah Azza Wajalla menunjukkan kun fayakun-Nya, Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, bila Allah sudah berkehendak. Maka itu, semua dokter ahli kanker otak yang menyebut saya tidak bisa sembuh dan akan mati, semuanya menjadi mentah. Semua teori medis dibalikkan oleh Yang Punya Manusia. Allah Tuhanku Yang Agung.

 

Aku juga tidak tahan menahan tangisku. Aku pun menangis sambil menunduk, memeluk lebih erat lagi anak bungsunya, yang sudah cukup lama tidak aku urus dengan tanganku karena aku lumpuh.

 

“Papa enggak ada, ke mana papa kalian,” tanyaku. Riyanti menggeleng, tanda bahwa dia tidak tahu ke mana papanya.

 

Bersama Riyanti aku ke kamar Donna Arsita, anak pertamaku di kamar depan. Donna aku ciumi pipinya yang sedang lelap dan aku bangunkan. Donna tersentak dan ngigo. Dia masih mimpi, mengacau, ngomong apapun yang kami tidak pahami.

 

“Tarik, tarik benangnya, hindari pohon mangga itu!” teriaknya.

 

Arkian, ternyata Donna sedang mimpi main layang-layang. Anak tertuaku ini, walau perempuan, tapi hobby nya main layang-layang. Dia suka ngadu pakai gelasan yang terbaik untuk memutuskan layang-layang anak pria tetangga kampung sebelah. Anakku ini tomboy, namun aku berdoa agar kewanitaannya tetap normal.

 

Keajaiban telah aku temukan. Allah telah menganugerahkan kesehatan kepadaku. Kepalaku sangat enteng dan tidak merasakan sakit sebagaimana tiga bulan belakangan ini. Sakit karena kemoterafi, sakit karena obat dan sakit karena suntikan penahan sakit dengan heroin. Kini semua enteng dan nyaman. Aku melangkah dengan ringan dan tegap. Sembuh total secara fantastik dan ajaib.

 

Bersama anak bungsuku, aku keluar rumah mencari ayah mereka. Mas Suhendro menghilang dari rumah pada dinihari itu, yang kami tidak tahu dia ke mana. Dengan senter 12 batere, aku keluar pintu depan dan memanggil dengan teriakan kecil. “Mas Hendro, Mas? Papah? Papah, di mana?” teriakku, periahan, agar tidak membuat heboh tetangga.

 

Setelah memanggil-manggil dan tidak ada respons, saya keluar menuju taman di mana ada patung Dewi Langit di dekat kolam ikan. Astagfirullahaladzim, ternyata Mas Suhendro tertidur di pelukan patung porselen putih itu. “Mengapa suamiku di situ?” batinku.

 

Bersama anakku aku menghambur ke Mas Suhendro di patung Dewi Langit. Aku tepuk-tepuk pipi suamiku dan dia tersentak, terbangun. Mas Suhendro kaget melihat aku bisa berjalan tanpa tongkat dan tegak lurus seperti itu.

 

“Alhamdulillah, Mamah, keajaiban memang benar ditunjukkan oleh Sang Khalik, bahwa mamah benar-benar sembuh dan sehat kembali. Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, terima kasih atas kesembuhan ini, Alhamdulillah,” pekik suamiku, sambil memeluk tubuhku dan mencium keningku. Kami pun berpelukan bertiga dengan anak bungsuku. Sejak itu, aku sembuh total dan hidup normal sebagai istri dan sebagai wanita.

 

Ada apa dengan patung peninggalan ayahku, patung Dewi Langit yang ada di halaman rumah kami? Di dalam patung itu, bagian kepala, ternyata ada penghuni gaib, jin kafir jenis Ifrit yang berdiam di jaringan Otak patung dari Yogyakarta itu. Jin itu, sejak kedatangan ribuan anak yatim yang berdoa di rumah kami, kabur kepanasan. Tubuhnya terbakar dan dia kabur dari kepala patung Dewi Langit.

 

Ahli jin, seorang ustadz dan paranormal mumpuni menyebut, bahwa penyakit yang ada di otak saya adalah perbuatan jin ffrit. Saking jahatnya perbuatan itu, sehingga ahli medis, dokter ahli syaraf dan ahli kanker, tidak mampu mendeteksi apalagi mengobati. Maka itu saya divonis mati dan dianggap tidak akan dapat disembuhkan. Kanker sudah menyebar ke jaringan manapun di kepala saya dan telah terjadi kerusakan besar yang mendorong saya menjadi lumpuh total.

 

Pak Ustadz pakar Jin, bersama suamiku, Mas Suhendro melakukan ritual perjanjian gaib di patung Dewi Langit. Tetapi, tidak mempan, dia tidak mau pergi dan terus bersarang di kepala Dewi Langit. Yang ternyata kepala saya, yang membuat otak saya terkena kanker ganas stadium tinggi. Karena tidak mau pergi diusir dan dipindahkan, maka Ustadz dan Mas Suhendro mengundang ribuan anak yatim dan berdoa.

 

Membaca ayat-ayat suci yang memungkinkan pengusiran itu. Doa dan bacaan Al-Qur’an yang dilakukan ribuan anak yatim, akhirnya membuat panas tubuh Ifrit dan terbakar. Ifrit pun musnah dan patung itu terbebas dari hunian jin jahat. Sejak Ifrit kabur dari Dewi Langit, saat itulah kepalaku enak, otakku sembuh dan aku tidak lumpuh lagi.

 

Arkian, ternyata ada begitu banyak penyakit medis yang disebabkan oleh sesuatu non medis. Itulah penyakitku. Kanker otakku bukan murni kanker otak, tetapi disantet orang dengan menempatkan Jin Ifrit, jin jahat di dalam patung berseni tinggi peninggalan ayahku itu.

 

Siapa yang menyantet mengapa aku disantet, Ustadz ahli jin hanya diam. Maksudnya, jangan mencari siapa yang menyantet dan apa tujuan nyantet. Sekarang, yang penting santet itu sudah selesai dan penyakitku sudah berlalu. Alhamdulillah. (Kisah Nyonya Suhendro kepada penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: KUNTILANAK DI POHON JAMBLANG

Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: BERBURU PUSAKA PENINGGALAN PEJUANG KEMERDEKAAN

Kyai Pamungkas

Ijazah Kyai Pamungkas: Pelet Semar Mesem, Silahkan Diamalkan

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!