Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: RONGGENG GUNUNG

Kisah Mistis: RONGGENG GUNUNG

Untuk menyelamatkan diri dari kejaran para Bajo (bajak laut), pada siang hari, mereka harus menyamar sebagai rombongan kesenian. Dewi Rengganis menjadi waranggana-nya, sementara para prajurit yang setia mengiringi menjadi nayaga, sedang paman lengser bertindak sebagai pimpinan rombongan…

 

Warta berkisah, pada rentang abag XVI, berdiri Kerajaan Pananjung. Di bawah pimpinan arif dari sang raja, Raden Pananjung dan permaisurinya Dewi Siti Samboja atau yang lebih dikenal dengan Dewi Rengganis, dan dibantwoleh Patih Ari Kidang Pananjung, perlahan namun pasti, kerajaan tersebut terus berkembang.

 

Jika menelisik lebih-dalam lagi, sejatinya Raden Anggalarang adalah salah seorang putra dari Prabu Haur Kuning, Raja Kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putra Pinggan.

 

Ketika dewasa, walau sang ayahanda telah mengingatkan, namun, tetap bertahan pada pendiriannya. Ia tetap akan membangun sebuah kejaraan di daerah Pananjung padahal, Prabu Haur Kuning telah mengingatkan betapa Pananjung dan Pangandaran bukan daerah yang aman baik karena merupakan tempat persinggahan para Bajo (bajak laut-pen) yang berpusat di Nusakambangan.

 

Seiring dengan perjalanan sang waktu, keberadaan Kerajaan Pananjung telah membuat hidup dan kehidupan masyarakat Pangandaran, khususnya dalam bidang perikanan Idut dan pertanian maju dengan pesat. Maklum, Kerajaan Pananjung memiliki seorang menteri yang benar-benar menguasai kedua hal tersebut. Menteri Aria Sapi Gumarang yang kemudian lebih disimbolkan dengan Batu kalde.

 

Sabda seorang raja tak dapat disanggah. Hal itulah yang kemudian dialami oleh Raden Anggalarang. Tak ada seorang pun yang pernah menyangka, kecantikan dan keanggunan Dewi Rengganis diam-diam telah memikat hati pemimpin Bajo ketika ia Singgah di Pangandaran untuk mengadakan kerjasama perdagangan dengan pihak Kerajaan Pananjung.

 

Kesepakatan di antara keduanya adalah: perdagangan dilakukan dengan sistem barter yakni pelbagai hasil bumi dari Kerajaan Pananjung ditukar dengan perhiasan dan barang-barang mewah dari para Bajo. Tiap terjadi transaksi, maka, pimpinan para Bajo selalu datang sendiri ke Pananjung. Tujuannya tak lain, untuk melihat Dewi Rengganis yang diam-diam telah menawan hatinya. Karena gelora asmara yang tak tertahankan, akhirnya, sang pimpinan Bajo bertekad ingin mendapatkan Dewi Rengganis walau dengan berbagai cara.

 

la pun menyusun rencana busuknya dengan memerintahkan segenap begundalnya untuk membeli pelbagai hasil bumi dari Kerajaan Pananjung dengan harga murah dan cara paksa…

 

Mengetahui keadaan ini, Raden Anggalarang pun murka. Akhirnya, dengan diam-diam, para Bajo menyerang Kerajaan Pananjung. Pertarungan sengit pun terjadi. Sayangnya, dalam pertempuran ini, patih Kerajaan Pananjung, Aria Kidang Pananjung berhasil dikalahkan. Akibatnya, istana pun menjadi porak poranda. Tak hanya itu, para Bajo kembali memperlihatkan perilaku aslinya dengan merampok, memperkosa dengan membakar istana dan rumah penduduk.

 

Dalam waktu singkat, Kerajaan Pananjung pun terbakar. Ya … istana Kerajaan Pananjung bak obor raksasa. Api dan asapnya dapat dilihat dari tempat yang jauh…

 

Raden Anggalarang yang tanggap atas peristiwa itu langsung berteriak: “Paman Lengser, bawa istriku dan keluarga kerajaan menyingkir.”

 

Tanpa banyak bertanya, bersama dengan beberapa prajurit kepercayaan dan abdi kerajaan, Paman Lengser pun membawa Dewi Rengganis menyingkir untuk menyelamatkan diri.

 

Ketika mengetahui Raden Anggalarang dan Dewi Rengganis berhasil melarikan diri, dengan murka, pemimpin Bajo pun berteriak: “Tangkap Anggalarang hidup atau mati. Tapi ingat, bawa Dewi Rengganis ke hadapanku dalam keadaan sehat. Jangan ada yang berani menyentuhnya…!”

 

“Oriliilili”, teriak para Bajo sambil mengacungkan senjata yang dibawanya dan bergerak mengejar rombongan Raden Anggalarang.

 

Tampaknya, para Bajo benar-benar patuh dengan perintah pimpinannya. Tanpa kenal lelah, mereka terus mengejar rombongan Raden Anggalarang. Mengetahui keadaannya yang makin harti makin terjepit, maka, pada suatu hari, ia pun memutuskan rombongannya dibagi menjadi dua.

 

“Paman Lengser, bawa dan jaga istriku dengan baik. Kalian bergerak ke arah utara. Aku kearah selatan.”

 

Baru beberapa saat mereka berpisah, malang tak dapat ditolak dan mujur tak dapat diraih, Raden Anggalarang kepergok oleh rombongan Bajo yang sedang mengejarnya. Dalam pertarungan yang tidak seimbang ini, Raden Anggalarang pun gugur.

 

Dari atas bukit, Dewi Rengganis menyaksikan betapa sang suami gugur dengan tubuh bersimbah darah. Tetapi apa daya, ia tak kuasa berbuat apapun kecuali hanya menangis, menangis dan terus menangis sambil melanjutkan perjalanan …

 

Dewi Rengganis nyaris putus asa, namun, Paman Lengser selalu saja berhasil menghiburnya dan memberikan dorongan agar sang dewi mampu menghadapi segala Cobaan. Karena tiap waktu harus terus menghindar dari kejaran para Bajo, pada suatu hari, Dewi Rengganis meminta izin dan restu dari Paman Lengser serta seluruh rombongan untuk melakukan tapa brata.

 

Hingga pada suatu malam, Dewi Rengganis mendapatkan petunjuk agar membuat rombongan kesenian. Ia sebagai waranggana, para pengikut setianya menjadi nayaga, sedang Paman Lengser sebagai pimpinan rombongan. Sejak itu, tiap malam, mereka selalu menggelar pertunjukan (Ronggeng Gunung-pen) secara berpindah-pindah, sedang siangnya, mereka tetap bersembunyi untuk menghindari kejaran para Bajo.

 

Ketika mendengar bahwa Kerajaan Pananjung berhasil diporak-porandakan oleh para Bajo, maka, Prabu Haur Kuning langsung memutus orang kepercayaannya, Raden Sawung Galing untuk membantu putranya.

 

Dalam pencariannya, Raden Sawung Galing sempat melihat pertunjukan yang belum pernah dilihatnya: Ronggeng Gunung. Ia juga curiga dengan gerak-gerik dan humor Paman Lengser asa penasaran itu membuatnya terus menelisik rombongar kesenian tersebut.

 

Ketika mengetahui betapa waranggana dari rombongan tersebut adalah permaisuri raja yang sedang menyamar, maka, Raden Sawung Galing pun menyatakan bahwa dirinya adalah utusan dari Kerajaan Galuh.

 

Gayung pun bersambut, dengan lancer, Paman Lengser pun menceritakan apa yang dialaminya. Mengetahui hal itu, Raden Sawung Galing pun memutuskan untuk bergabung dengan rombongan kesenian tersebut.

 

Selain sudah lelah karena selalu berpindah tempat, sementara, para Bajo pun sudah tak lagi mengejarnya, maka, Raden Sawung Galing menyarankan agar rombongan kecilnya untuk sementara menetap di Bagolo. Dengan dibantu penduduk setempat, mereka pun mendirikan pemukiman untuk membiayai hidup sehari-hari, tiap malam mereka tetap menggelar pertunjukan, sedang siangnya, bercocok tanam. Lama kelamaan, daerah tersebut semakin ramai, apalagi, mereka tahu bahwa yang tinggal di sana adalah permaisuri Kerajaan Pananjung.

 

Sejak itu, dengan diam-diam, Raden Sawung Galing mulai mengajarkan pelbagai ilmu keprajuritan kepada setiap lelaki penghuni dusun.

 

Kedekatan antara Dewi Rengganis dan Raden Sawung Galing akhirnya menumbuhkan perasaan cinta. Setelah mendapatkan restu dari Paman Lengser dan para pengikut setianya, akhirnya, keduanya pun menikah…

 

Perlahan tetapi pasti, daerah itu terus berkembang sehiingga mirip dengan sebuah kerajaan kecil. Kenyataan itu sudah barang tentu membuat para Bajo menjadi curiga. Ketika mengetahui Dewi Rengganis telah menikah dengan Raden Sawung Galing, maka, emosinya pun langsung meledak.

 

“Hancurkan dan bakar Bagolo, tetapi ingat, bawa Dewi Rengganis ke hadapanku dalam keadaan hidup dan tanpa cacat!”

 

“Olilili,” demikian teriak anak buahnya dengan penuh semangat.

 

Mereka langsung bergerak menuju ke Bagolo. Singkat kata, setibanya di sana, para Bajo mendapatkan perlawanan yang demikian sengit. Dan dalam waktu singkat, semuanya berhasil dihancurkan. Bahkan, sang pimpinan Bajo, berhasil dibunuh sendiri oleh Raden Sawung Galing Dewi Rengganis gembira, dendamnya sudah terbalaskan.

 

Beberapa saat kemudian, Raden Sawung Galing dan Dewi Rengganis, serta Paman Lengser dan yang lainnya kembali ke Pananjung. Mereka kembali membangun kerajaan yang akhirnya disebut dengan Pananjung Ngadeg Tumenggung dengan rajanya Prabu Sawung Galing.

 

Sejak itu, di bawah kepemimpinan Prabu Sawung Galing, hidup dan kehidupan masyarakat di Kerajaan Pananjung pun semakin makmur dan sejahtera. (Dari berbagai sumber terpilih). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: Ritual Sedot Hantu!

paranormal

Ilmu Pedotsih, Solusi Pembasmi Cinta yang Lain

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: NUANSA MISTIS CANDI SADON, MAGELANG

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!