Kisah Mistis: MISTERI MUNCULNYA PATUNG DURGA RANINI
Sabtu Wage, 14 Februari 2015, saat matahari mulai lelah menebarkan pesona terangnya dibumi pertiwi. Penulis sedang melepas penat di teras rumah, duduk dilincak (kursi dari bambu) dengan si bungsu Dananjaya. Tak terasa, si kecil ini telah berusia 4 tahun, tepat di hari Valentin, hari cinta kasih disaat dia menapakkan raganya di dunia fana ini. Anak ini sangat manja melebihi kakak perempuannya…
Entah dari mana, tiba-tiba di hadapanku muncul perempuan tua dengan pakaian compang-camping, dan maaf baunya minta ampun. Mungkin sudah satu abad tidak tersentuh air raganya. Ia kemudian mendekati penulis yang sedang memangku Dananjaya. Dan dia bilang, “Mas napa kulo angsal leren sekedap ten mriki.” (Mas apa saya boleh istirahat sebentar di sini/teras rumah).
“Sumangga, Mbah,” jawabku (silakan, Mbah).
Dia duduk tepat di bawah kursi penulis, dan ngomong lagi, “Sewaktu Kalian tidak di rumah, aku tidur di lincak ini. Apa sekarang saya boleh tidur lagi di sini?” pinta perempuan tua ini.
Karena kondisinya yang renta dan tampak tidak sehat, penulis agak berpikir, kalau misalnya terjadi seperti hal yang tak diinginkan pada raga tua itu. Akhirnya oleh teman penulis, Koh Cheng, perempuan renta itu diantar ke kantor kelurahan. Memang sore itu seperti tak terjadi apa-apa sama sekali. Semua berjalan wajar-wajar saja.
Malam hari, penulis sedang mengerjakan sebuah naskah hingga larut. Tiba-tiba dari pintu yang tertutup itu keluar cahaya kekuningan. Lambat tapi pasti cahaya itu akhirnya maujud sosok perempuan berpakaian adat jawa kuno. Sayangnya, meski rambut sudah tersanggul rapi, tapi wajah perempuan itu cukup mengerikan. Dia bertaring dan matanya menyala merah bara. Tangannya menggendong anak kecil.
Terpaku beberapa waktu melihat fenomena magis ini. Dengan nanar terus kuperhatikan perubahan sosok itu menuju ke wajah yang anggun dan cantik. Dia berusia sekitar 40 tahun, namun terlihat sangat terawat, hingga siapapun yang melihatnya, jika ia laki-laki normal, pasti akan terbangkitkan libidonya.
“Maaf Raden Sayed, hamba mengganggu kesibukanmu,” katanya lembut dengan bahasa krama-inggil.
“Siapa kamu dan dari mana asalmu?”
“Hamba Ranini, Raden, asal hamba dari Mojokerto,” jawab perempuan yang mengaku bernama Ranini.
“Jauh sekali dan zamanmu tua. Apa keperluanmu menemuiku.”
“Izinkan hamba suwita (mengabdi) padamu, Raden,” pinta Ranini.
“Kenapa harus mengabdi padaku?”
“Hamba butuh bimbingan reinkarnasi, dan dari pertapaan hamba yang sudah ratusan tahun, Radenlah yang bisa membimbingku.” Penulis terdiam sesaat, memandang perempuan ayu yang wajahnya terurat kesungguhan, “Baiklah, kapan ragamu datang.”
“Dua hari lagi, bersamaan weton kelahiran istri Raden, hamba akan datang dibimbing seorang kasepuhan dari Karangpandan. Beliau sudah Raden kenal dengan baik.”
Ranini kemudian menghilang. Keadaan kembali seperti semula, dan penulis melanjutkan menulis naskah. Dan benar pada hari Senin, tanggal 16 Februari 2015, seorang kasepuhan yang sudah penulis kenal, Eyang Pukulun, datang bertamu. la membawa sebagor rambutan hasil panen dari kebunnya yang diberikan pada anak-anak.
“Tumben Eyang Pukulun, rawuh dinten Senen. Biasanya kan hari Jum’at Pahing?” Tanya penulis, karena setiap Jum’at Pahing, penulis tahu, Eyang Pukulun gak akan bepergian ke luar kota. Hari Itu dianggap naasnya.
“Gak tau, Le, kok, rasanya pengen ke sini terus sambil bawa patung ini,” katanya sambil mengeluarkan kantong Kain putih kumal dari tas kulit jadulnya.
Agak penasaran batin penulis, lalu bungkusan itu diserahkan dan segera penulis buka. Dan isinya… Ihadalah… sama sosok perempuan yang datang di malam hari kemarin saat dia masih berwajah raseksi. Di tangannya menggendong bayi kecil. Apakah ini raga Ranini yang dia katakan akan datang dua hari lagi.
Semua peristiwa gaib aku ceritakan pada Eyang Pukulun. Beliau tersenyum dan membenarkan kalau patung ini memang berasal dari sahabatnya di Mojokerto. Selama ini dia diperlakukan seperti pusaka dan sering diberdayakan sugesti daya gaibnya Untuk meruwat pasien orang tua tersebut. Mungkin ini yang dikatakan Ranini yang telah melewati ratusan tahun pertapaannya. Bisa jadi Ranini ini dijadikan pusaka turun temurun keluarga itu.
Akhirnya patung itu diserahkan pada penulis, sebagai gantinya Eyang Pukulun hanya minta ganti beberapa batu akik koleksi penulis. Sejak hari itu patung Ranini menghuni kamar pusaka koleksi penulis. Yang menjadikan penasaran, siapa sebenarnya Ranini itu? Sosok pentingkah di masa kehidupan lampau?
Dari kapustakaan kuno, di Kitab Sri Tanjung, ditemukan sosok bernama Ranini. Ternyata Ranini itu adalah jelmaan Dewi Uma. Tidak dijelaskan kenapa Uma berubah jadi Ranini. Hanya dalam kitab itu dikatakan bahwa Uma sedang menjalani hukuman karena dosa-dosa masa lalunya.
Di kisah ini yang menarik perhatian, meski ia hanya berupa ujud kutukan Uma, tetapi sifatnya sebagai penolong manusia – masih sangat menonjol. Seperti dalam Kitab Kidung Sri Tanjung, Ranini menolong gan menyatukan kembali suami istri Patih Sidopakso dan Dewi Sri Tanjung.
Demikian pula dalam sebuah kidung yang lahir di masa era kerajaan Majapahit akhir, yaitu Kidung Margasmara, Ranini menolong dua kekasih yang terpisahkan oleh berbagai peraturan yang diciptakan oleh orang tua dari kedua belah pihak.
Berdasarkan data yang ada, Durga di Jawa dikenal sebagai Dewi Penolong. Oleh karena itu Durga diwujudkan sebagai Durga Mahisasuramardini, yang artinya Durga pembinasa Mahisasura. Dan muncul versi lain, Bathari Durga di masa Majapahit muncul sebagai Durga Raseksi yang sebenarnya adalah Uma yang sedang dikutuk karena dosa-dosanya. Entah kenapa muncul 2 Durga yang saling berlainan karakter tersebut.
Dalam agama Siwa, Durga didudukkan sebagai Dewi Tertinggi yang merupakan sakti Siwa. Di Jawa dapat dijumpai dalam karya sastra seperti Kakawin Gatotkacasraya, Kalayanawanantaka, Sutasoma, Arjunawiwaha, dan Kitab Calonarang. Sedang Durga Raseksi terdapat dalam karya sastra berbentuk kidung dan prosa Jawa Tengahan. Kakawin berasal dari karya sastra kraton, sedang di luar kraton biasanya berupa kidung seperti Tantu Panggelaran dan Korawasrama.
Konsep Durga sebagai Dewi yang bersifat Krodhakrura hidup di lingkungan keraton, sedang konsep Durga Ranini (sebagai raseksi) hidup di kalangan njaba (luar) keraton. Kenapa muncul konsep Durga yang berbeda dengan masa sebelumnya (asal India). Hal ini dikarenakan pengarang lebih bebas dan leluasa menafsirkan berbagai konsepsi dewa dan dewi.
Karena dewa dan dewi India sudah ditafsirkan pindah ke Jawa dan menjadi dewanya orang Jawa. Hal ini terlihat dari pemindahan puncak Mahameru dari Jambudwipa (India) ke Jawadwipa. Dan di Jawa, Uma sering ditafsirkan kurang baik” tabiatnya. Padahal di India Uma Parwati adalah Dewi yang sangat setia pada suami dan menjadi panutan Wanita India. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)