Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: AMANAH BISIKAN GAIB SAAT KEMARAU PANJANG

Kisah Mistis: AMANAH BISIKAN GAIB SAAT KEMARAU PANJANG

Sudah tiga tiga bulan tanah desa kami, Karenge Kulon, tidak dibasahi hujan. Musim kemarau kali ini berlangsung panjang dan semua petani sawah padi, gagal panen. Begitu pula dengan penanam jagung dan palawija. Semua gagal panen karena bencana kekeringan yang panjang. Tanah persawahan merekah dan jalanan berdebu. Semua batang pohon dan rumah berdebu tebal karena dibawa angin…

 

Bencana kelaparan sudah di depan pintu. Apa yang akan Kami makan jika hujan tidak turun hingga sebulan lagi. Tidak ada hasil bumi yang bisa dijual ke kota. Tidak ada tanaman yang bisa kami makan. Padahal jumlah warga daerah sepuluh desa yang terkena bencana kekeringan, berjumlah 1345 orang. Ribuan orang akan kelaparan dan pemerintah harus cepat bertindak membantu.

 

Usul yang diperjuangkan lurah kami, Lurah Safri Hanan, 48 tahun, tidak membuahkan hasil. Camat, bupati dan gubernur wilayah ini tidak perduli dengan nasib kami dan ada usaha pembiaran kami akan mati kelaparan.

 

Sebagai istri petani yang terkena musibah, saya tahajut setiap malam. Saya menangis di sejadah meminta kepada Allah Azza Wajalla agar diturunkan hujan. Setiap pagi juga sholat duha, berdoa meminta bantuan Allah SWT agar kami keluar dari kesulitan ini. Selam dua bulan ini, aku berdoa dan meminta kekuatan gaib agar turun tangan mengeluarkan kami dari cengkraman bencana kemarau panjang.

 

Sumber air di waduk sudah kering dan tidak bisa lagi dialirkan ke sawah kami. Jangankan mengalirkan air untuk tanaman, diambi! untuk mandi atau sekedar cuci muka pun, tidak bisa lagi. Dasar waduk sudah kering kerontang dan total merekah. Sudah tidak ada lagi tanda-tanda mata air akan keluar.

 

Dua hektar padi di sawah kami, sama sekali mati. Kalaupun hujan akan turun selama beberapa hari, semuanya sudah terlambat. Sebelum padi berisi, bunting, padi kami sudah layu karena kekuarangan air. Semua mati menjadi kuning dan hanya bisa dibuat makanan sapi.

 

Pada malam Jum’at Kliwon, 1 Mei 2015, pada Hari Buruh Nasional, saya kedatangan tamu dari jauh. Seorang nenek bertubuh bongkok berusia 87 tahun. Pukul 23.00 menjelang tengah malam, nenek-nenek itu mengetuk pintu. Tanpa rasa takut, aku membukakan pintu dan nenek itu menyebut kata kulonuwun, Assalamu’alaikum dan menjabat tanganku. Aku mengajaknya masuk ke ruang tamu dan memberinya minum teh hangat dari termos.

 

Aku bertanya dari mana nenek datang? Apa keperluannya tengah malam ke rumah kami dan tujuan akan ke mana? Dengan lembut dan halus aku bertanya kepada nenek yang membawa gendongan besar di kain jarik warna coklat tua dan bertopi caping.

 

“Cucu jangan bertanya apa-apa kepada nenek, pokoknya cucu pergi malam ini juga ke pohon mahoni tua di Kaponan Kidul, Ujung desa. Datanglah ke sana dan sebutkan nama Nenek Gambir. Nenek Gambir, Ingat itu. Saya disuruh Nenek Gambir mengambil barang, begitu saja. Lakukan malam ini juga, sendirian, jangan ada seorangpun yang tahu, termasuk suamimu dan anak-anakmu,” kata Si Nenek, yang memperkenalkan namanya, Nenek Gambir.

 

Suamiku sudah tertidur lelap. Tiga anakku juga sudah di peraduan sejak jam delapan malam. Ketika Nenek Gambir datang, tidak ada seorang pun anggota keluarga yang tahu. Tidak juga tahu apa yang terjadi di ruang tamu rumah kami. Semua terlelap karena kelelahan karena siang harinya membersihkan rumah dari debu yang tebal. Dan suamiku membersihkan padi yang mati di sawah, untuk dijual ke peternak sapi.

 

Setelah menenggak beberapa, kali air teh hangat yang aku sediakan, nenek-nenek itu pamit permisi mau pergi jauh. Melanjutkan perjalanannya yang disebutkannya tidak berbatas.

 

“Saya pejalan jauh dan tidak ada ujung jalannya, terus berjalan dan akan terus selalu berjalan,” desisnya.

 

Nenek Gambir berdiri dengan perlahan. Seperti seorang tua pada umumnya yang lamban dan lelah. Aku berdiri mengantarkannya ke luar pintu rumah. Ajaib, dalam hitungan detik, nenek itu menghilang entah ke mana. Kucari dengan senterku, nenek itu sudah tidak terlihat lagi. Raib dalam hitungan yang begitu cepat.

 

“Lha, ke mana Nenek Gambir itu?” tanyaku, dalam batin.

 

Setelah sembahyang tahajut pukul 01.45 dinihari, aku keluar dengan senter menuju ujung desa. Sebuah pohon mahoni tua umur 560 tahun di batas Desa Kaponan. Dengan berbekal air sembahyang, aku pergi ke daerah itu. Malam sangat sepi, sunyi dan tidak ada seorang pendudukpun yang ada di luar rumah. Jalanan setapak aku lewati dan konsentrasiku lurus menuju pohon mahoni besar, tua dan batang besarnya mulai rapuh itu.

 

“Ada apa aku diperintahkan ke situ oleh Nenek Gambir. Apa yang dimaksud neneknenek itu? Dan jujur saja, aku jadi kepengen tahu dan penasaran dengan perintahnya itu,” bisikku.

 

Dan yang lebih aneh, tidak boleh seorang pun tahu, termasuk suami dan anak-anakku, orang yang saat ini adalah paling dekat denganku.

 

Perjalananku terseok-seok di jalan setapak yang ditumbuhi belukar dan ilalang kering itu. Ada pula pohon berduri hingga kulitku terasa nyeri tersengat duri belukar yang tajam. Setelah kurang lebih setengah jam aku berjalan, sampailah aku ke pohon yang jauh dari rumah penduduk itu. Pohon mahoni tua di tengah sawah kering, di ladang tanah tegalan kecil dengan lobangInhang tanah merekah di bawahnya.

 

Sesampainya di batang pohon, aku melihat Sinar terang benderang seperti listrik 100 watt keluar dari dalam pohon yang berlobang. Dengan keberanian yang aku buat-buat, aku mendekati sinar itu. Sebuah buntalan kain besar terlihat di dalam pohon itu. Kain jarik warna coklat tua yang dikenakan oleh Nenek Gambir tadi. Tapi, Nenek Gambir tidak terlihat di situ. Dan tidak seorang manusiapun ada di situ.

 

Namun, di kupingku terdengar suara dari jauh. Suara Nenek Gambir. Ambillah buntalan itu, bawa pulang. Ingat, jangan tau siapapun. Bagikan kepada semua warga. Ribuan orang yang terancam kelaparan.

 

Ingat pula, jangan ada yang tahu bahwa kau yang membagikan. Jadi gerakanmu membagi-bagikan isi buntalan itu, harus rahasia, dilakukan di malam hari dan tidak boleh diketahui oleh seorangpun,” pesan suara itu. Suara itu tidak lain suara Nenek Gambir dari kejauhan. Seperti datang dari langit.

 

Dengan membaca basmallah, bismillahirrohmanirrohim, aku mengambil buntalan itu. Dengan basmallah juga aku membawa buntalan kain besar itu ke rumah. Sesampainya di kamarku, yang kebetulan aku sendirian di dalamnya, setelah suamiku tidur di kamar belakang, ngadem, sendirian, ya aku bebas membuka buntalan itu. Aku penasaran apa isi di dalamnya dan apa pula yang dibagikan untuk ribuan warga beberapa desa yang terancam kelaparan karena kemarau.

 

Subhanallah. Aku tersentak kaget. Buntalan itu ternyata berisi uang merah begitu banyak. Uang rupiah pecahan Rp 100 ribu berjumlah ribuan dan uang itu banyak sekali. Pasti bernilai milyaran dan uang itu harus dibagikan kepada warga yang kelaparan.

 

Aku sembunyikan uang itu di dalam lemariku yang terkunci rapat. Hingga subuh dinihari, aku membagikan di tetangga terdekat dulu. Kuselipkan uang Rp 1 juta rupiah, 10 lembar di celah-celah rumah berlobang. Pagi itu aku mendapatkan 12 rumah tetangga yang masing masing kuberi Rp 1.000.000, sepuluh pecahan seratus ribuan warna merah. Selama seminggu, aku bisa memasukkan uang pecahan ratusan ribu itu ke 489 rumah di lima desa. Yang bisa digunakan untuk makan ribuan warga.

 

Desa kami heboh. Hal ini menjadi pembicaraan hangat dan menyebar ke desa-desa lain. Bahkan wartawanpun banyak yang datang meliput kejadian aneh ini. Uang gaib masing-masing sejuta yang masuk ke rumah warga. Semua saling bertanya, kamu dapat berapa, kamu dapat berapa dan kapan dapatnya? Desa Karengge Kulon menjadi beken, top markotop karena liputan pers soal dana gaib. Dukun-dukun pun datang meritual, ingin bertemu dan mengetahui siapa yang membagikan uang itu.

 

Namun semua orang tak dapat menemukan siapa pembagi uang itu. Mereka tidak tahu kalau aku yang membagikan dan dapat perintah gaib dari Nenek Gambir Anehnya, uang itu terus bertambah secara otomatis di lemariku, di dalam buntalan kain jarik Jawa warna cokla itu. Makin banyak dikeluarkan, makin banya duit yang masuk.

 

“Uang itu baru akan habis bila keadaan sudah normal nanti,” bisik Nenek Gambir, suara yang datang kepadaku pada Malam Jum’at Kliwon, 5 Juni 2015 lalu, setelah sebulan aku dapatkan penitipan gaib itu, . Nenek Gambir membisikan di telingaku, suaranya datang dari langit.

 

“Bila sudah normal, hujan sudah terus menerus turun, uang itu akan habis dengan sendirinya. Jangan kaget dan teruslah dibagikan pada desa lain yang belum . kebagian, karena uang itu akan terus bertambah,” imbuh Nenek Gambir, dari kejauhan.

 

Banyak warga yang belum kebagian, terus aku bagikan. Anehnya, semua tidak dapat melihat pergerakanku. Mereka tidak tahu ada orang datang membagikan uang di lobang pintu rumah. Ada yang jaga malam, mengintip siapa yang memberikan uang itu, tapi mereka tidak bisa melihat aku. Sosok tubuhku tidak bisa dilihat oleh mereka.

 

Aku datang seperti angin dan pergi seperti abu. Sedangkan aku, dapat melihat semua orang dan dapat mendengar suara mereka dengan jelas. Tapi mereka tidak melihat tidak mendengar suara langkah kakiku, walau kakiku tersandung kumpulan seng.

 

Setiap malam, aku keluar rumah. Suami dan anak-anakku pun, tidak bisa melihat aku keluar rumah. Tidak bisa melihat aku keluar rumah membuka pintu di tengah malam. Setelah aku tahajut, mereka melihat aku tidur. Padahal aku keluar rumah membawa banyak uang untuk dibagi-bagikan kewarga desa-desa yang dilanda kekeringan. Wartawan dan paranormal yang bergadang untuk memergoki akupun, tidak ada yang berhasil bertemu. Mereka tidak melihat aku tapi dapat melihat mereka.

 

Kini, akhir Juli 2015, hujan mulai turun di mana-mana. Desaku sudah hujan setiap hari. Kemarau berakhir dan musim hujan pun akan segera tiba. Dan, uang di lemariku pun, habis sudah. Nenek Gambir tidak maujud lagi dan tidak memperdengarkan suaranya lagi.

 

Kini kami bersiap untuk bercocok tanam. Kami akan menyemai benih jagung dan palawija di lahan persawahan. Air telah memberikan kehidupan baru dan semua warga petani sudah mengelola tanah mereka kembali buat kehidupan.

 

Namun, hingga kini, aku terus bertanya, di mana dan asal dari mana Nenek Gambir itu. Lalu, mengapa aku yang dipilih dan dipercayakan olehnya untuk mengambil buntalan uang di pohon mahoni tua di Kaponan Kidul itu dan aku dipercaya untuk membagikannya.

 

“Kamu dipilih karena engkau beriman kepada Allah. Kau dipilih karena engkau jujur dan dapat dipercaya. Bayangkan, kalau kau mau curang, kau pasti kaya raya dengan uang milyaran di tanganmu. Tapi, kamu tidak serakah dan tidak mau curang. Kau bagikan rata uang itu kepada warga yang sedang menderita kesulitan. Setiap malam engkau berjibaku membagikan uang itu sementara jatah uangmu, sama dengan yang lain. Kau seorang yang amanah dan dapat dipercara karena kejujuran dan kebaikanmu,” kata suara gaib, semalam, aku terima. Suara itu suara lelaki yang berat dan bukan suara Nenek Gambir.

 

Nenek Gambir itu siapa Pak, darimana dia dan kenapa dia ada datang ke desa kami dan membagikan uang dari pohon Mahoni itu. Tanyaku, pada suara itu, di kamarku, tengah malam usai sembahyang sunnah tahajud.

 

“Nenek Gambir datang dari Planit Luar Bumi, Planit Ayunan Rahman dan Ayunan Rahim. Beliau adalah bangsa gaib yang diutus Tuhan untuk membantu manusia yang terancam kelaparan. Dia datang tidak ke semua daerah. Tapi datang ke daerah yang paling parah kekeringan dan terancarr mati. Manusia tidak boleh mati karena kelaparan. Maka itu diutuslah Nenek Gambi dari Palanit Ayunan Rahman dan Rahim untuk membantu manusia yang sedang kesulitan hidup,” desis suara baritone dan ngebas, yang minta dipanggil Kanjeng Suitc Arif Silahudin itu.

 

Sekarang, uang di lemari tidak bertambah lagi. Bahkan kain buntatan jarik warna coklat itu itupun, sudah tak ada lag Habis lenyap ditelan bumi. Namun, ilmu menghilangku, ilmu tak terlihat manusia lain, masih melekat dalam diriku, Aku punya ilmu raib warisan Nenek Gambir

 

dan sewaktu-waktu, akupun bisa terbang ke Mekkah tanpa diketahui oleh siapapun. Aku baru saja pulang umroh ke tanah suci, terbang seperti burung dengan kecepatan tinggi. Ilmu teleportasi Nenek gambir yang diberikan karena kejujuranku. Sementara jasadku, masih ada di rumah. Anak dan suamiku mengetahui aku ada di rumah dan beraktifitas seperti biasa. Namun, kembaran jiwaku, kembaran batinku, bisa umroh dan terbang ke tanah suci. Aku bisa ke makam rasuruliah dan sembahyang di mesjid Nabawi, Mekah.

 

Alhamdulillah, walau aku tidak kaya dan hidup sederhana sebagaimana manusia yang lain, aku damai dan bahagia dengan kemampuan terbang dan menghilang ini. Aku dapat kaya raya dengan ilmu ini, tapi aku tidak boleh melakukannya. Hidupku akan berkecukupan dan selalu cukup. Tidak bisa jaya dan bermewah-mewah. Tapi aku akan selalu sehat dan bahagia, aman, damai nyaman dan tenteram di dalam hidup. Perjanjian keramat dengan Nenek Gambir, adalah aku akan dicukupi kesehatanku oleh Allah, dilengkapi dengan bahagia, damai dan nyaman di dalam hidup.

 

pikirku, memang aku tidak pantas untuk kaya dan hidup mewah, karena aku suka keadaan sederhana, sama rata sama rasa dengan kebanyakan warga desa kami. Desa Karengge Kulon yang damai dan sejahtera. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah Azza Wajalla, terima kasih Nenek Gambir dan terima kasih Kanjeng Sulton yang baik hati. Aku tidak tahu kapan aku mati, namun aku berharap nyawaku diambil saat aku benar-benar dalam iman Islam dan dalam damai dan kenyamanan surgawi yang prima. Aamiin yaa robbal alamiin. (Kisah Ibu Rosdiana Dewi. Henny Nawani mencatat cerita itu untuk penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

AKTIFNYA GUNUNG-GUNUNG DI NUSANTARA, PERTANDA MAKIN REDUPNYA KEKUASAAN?

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: WISATA SPIRITUAL DI PULAU DATU, TANAH LAUT

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: Misteri Sungai Ciputri dan Goa Bojong

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!