Ijazah Kyai Pamungkas

Ijazah: MANTRA PENUNDUK

Ijazah: MANTRA PENUNDUK

Jika tidak diperhatikan dengan saksama, tidak ada seorang pun yang tahu jika dalam dua atau empat hari setelah ditelepon, maka ia selalu berhasil membuat para penunggak yang selama ini terkenal pandai berkelit selalu membayar tunggakannya…

 

Purwadi, 27 tahun, adalah sosok lelaki yang biasa. Tubuhnya kurus, berkulit hitam serta memiliki selera humor yang tinggi. Oleh sebab itu jangan heran, walau baru seminggu bergabung di perusahaan tempat kami bekerja, namun, semua orang sudah mengenalnya.

 

la di tempatkan pada bagian penagihan. Maklum, dalam lamarannya, ia mencantumkan gemar berolahraga, khususnya, traveling dan bela diri. Agaknya, Mas Imam, demikian sapaan akrab pimpinan kami memang tidak salah pilih. Di tengah-tengah persaingan usaha yang demikian ketat, maka selain produk dan pelayanan, maka marketing dan penagihan adalah benar-benar ujung tombak bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan.

 

“Saudara Purwadi,” demikian kata Mas Imam, “Anda di tempatkan di marketing tapi lebih khusus ke penagihan outlet yang bermasalah,” lanjutnya.

 

Purwadi hanya mengangguk. Iak lama kemudian, terdengar kembali suara Mas Imam, “Anda duduk di sebelah Rudi. Chairt dan Margono, begitu juga Dira, jangan lupa bantu Purwadi. Saya berharap, kalian jadi tim yang kompak.”

 

“Selamat bekerja,” lanjut Mas Imam sambil berlalu.

 

Purwadi langsung memperkenalkan diri dan bertanya tentang segala tugas yang bakal dilakukannya. Rudi yang paling senior di antara mereka langsung menerangkan segala sesuatu yang harus dikerjakan, mulai dari mengamati pasar, merencanakan pembukaan outlet baru, pengiriman, pengecekan bahkan sampai kepada penagihan.

 

“Eits … borongan,” kata Purwadi.

 

Sontak semuanya tertawa. Rudi pun menerangkan, “Di sini, memang harus begitu. Karena kita sedikit dan kompak, maka, gaji pun sangat berbeda.”

 

Purwadi mengangguk. Ia baru mafhum, ternyata, Mas Imam adalah sosok yang benar-benar mampu menggali potensi yang dimiliki oleh setiap karyawan yang dianggap sebagai sahabatnya itu dengan maksimal.

 

“Oleh sebab itu, saya harap, Purwadi bisa memberikan kemampuan terbaiknya. Dan selamat bergabung,” demikian kata Rudi sambil mempersilakan Purwadi duduk di tempatnya.

 

Waktu terus berlalu, hingga pada suatu hari, karena Chairul sakit, maka, Purwadi diminta oleh Rudi untuk menagih salah seorang distributor yang ada di bilangan Cirebon. Setelah mengumpulkan dan mempelajari segala berkas-berkasnya, Purwadi pun berkata, “Mas … saya akan coba menelepon, kalau dalam empat hari orang itu tidak membayar, maka, baru saya berangkat ke Cirebon. Bagaimana?”

 

Mendengar itu, Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil sesekali menarik napas panjang. Tak lama kemudian terdengar suaranya: “Kenapa? Menolak?”

 

Purwadi hanya menjawab, “Tidak, mana berani saya menolak. Saya hanya berusaha untuk menekan biaya luar kota. Tolong, berikanlah saya kepercayaan.”

 

“Baik,” sahut Rudi dengan nada jengkel, “tapi, hanya sekali ini saja. Untuk yang lain, tidak,” tambahnya.

 

Purwadi tidak menyahut. Ia lalu meminta kepada operator untuk menyambungkan telepon ke distributor dimaksud. Dalam dialog yang panjang namun halus, Rudi hanya mendengar betapa Purwadi melakukan tekanan.

 

“Rasanya sangat tidak fair jika Bapak menunda pembayaran sampai tiga bulan. Oleh sebab itu, saya tunggu transfernya dalam dua hari ini. Selamat bekerja Bapak.”

 

Dalam hati Rudi hanya mencibir, Betapa tidak, distributor yang satu ini memang terkenal nakal dan licin. Ada saja dalihnya untuk mengundurkan pembayaran hingga beberapa bulan. Inilah yang membuat kenapa ia menugaskan Purwadi untuk menggantikan Chairul yang mendadak sakit.

 

Dua hari kemudian, Laila, bagian keuangan melaporkan kepada Rudi lewat interkom betapa distributor Cirebon baru saja melakukan transfer.

 

“Mas Rudi …, ada berita mengejutkan, barusan Distributor Cirebon transfer. Mas Rudi mau telepon?”

 

Purwadi yang mendengar itu hanya tersenyum. Dan Rudi meminta Purwadi untuk mengecek kebenarannya dengan menelepon distributor Cirebon.

 

“Oke … jadi, tadi tepat pukul 09.15 Bapak sudah transfer? Baik Bapak, akan saya laporkan ke bagian keuangan. Terima kasih atas kerjasamanya,” demikian kata Purwadi sambil menutup telepon.

 

“Baik Mas… ada yang lain?” Tanyanya sambil tersenyum.

 

“Pelajari, jika harus berangkat, susun rencananya segera,” katanya sambil menumpuk berkas di meja Purwadi.

 

“Bukan main,” hanya itu yang keluar dari mulut lelaki kurus itu.

 

Sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, tampak Purwadi sedang memilah berkas-berkas yang ada di hadapannya. Entah berapa lama ia memilah dan memperhatikan, hingga akhirnya, menjelang makan siang, tampak Purwadi menumpuk dokumen sambil menuliskan nomor di setiap map. Ketika makan siang, Ali, salah seorang kurir kantor duduk di sebelahnya sambil berkata, “Enggak makan Bos?”

 

“Baru saja selesai. Ali enggak makan?” Sahut Purwadi balas bertanya..

 

“Baru pesan,” jawab Ali singkat.

 

Tak lama kemudian, Ali pun makan sambil bercerita tentang pekerjaannya. Sementara Purwadi sesekali menimpali sambil menghisap rokok dan menghirup kopi hitam yang terhidang di hadapannya. Dan tak lama kemudian, Purwadi kembali ke ruangannya dan mulai sibuk meminta operator agar menghubungi nomor-nomor telepon yang disebutkannya.

 

Rudi hanya tersenyum kecut. Ia yakin, apa yang dilakukan oleh lelaki kurus berkulit hitam yang baru saja bergabung itu sia-sia saja. Betapa tidak, selama ini, upaya tersebut telah dilakukan, akan tetapi, hasilnya tetap saja sama. Nihil …!

 

Namun berbeda dari biasanya, seminggu kemudian, bagian keuangan melaporkan kepada Rudi, dari tiga puluh distributor nakal, dua puluh tiga membayar dua sampai empat hari setelah di telepon, sedang sisanya sepakat untuk meminta penangguhan waktu hingga minggu kedua bulan berikutnya.

 

Mendengar kabar yang menggembirakan itu, pada suatu pagi, Mas Imam pun sengaja menyempatkan diri untuk datang ke ruangan Rudi. Setelah menyalami semuanya, sambil mencoba goreng pisang yang dibawa Rudi dan menghidup kopi yang dibuatkan oleh Oyen, office boy perusahaan, terdengar dengan nada gembira: “Bukan main, hampir semua tunggakan sudah dibayar. Selamat teman, Sukses selalu”

 

Rudi hanya tersenyum, katanya, “Itu semua hasil Purwadi, Mas…”

 

“Oh… ya,” sambung Mas Imam.

 

“Teman, bagaimana caranya mereka mau membayar? Padahal selama ini, walau Chairul datang kesana, tapi, mereka terus mengulur-ulur waktu,” tambahnya.

 

“Jujur, sebenarnya, kami sudah frustasi,” gumam Mas Imam, “tapi, sekali ini, kenapa mereka bisa begitu. Pasti ada yang aneh,” lanjutnya lagi.

 

“Purwadi… jangan pura-pura, cerita saja. Mudah-mudahan, ke depan, tidak ada lagi distributor yang menunggak sampai sekian lama,” timpal Rudi, “Pur … ayo bergabung,” ajaknya kemudian.

 

Purwadi yang sejak tadi hanya diam dan asyik di depan komputernya langsung menoleh dan tersenyum, kemudian melangkah mendekati Mas Imam dan Rudi. Setelah menyalami keduanya, Purwadi pun menarik kursi Chairul yang masih kosong itu.

 

Karena didesak, akhirnya, Purwadi pun mengaku. Selama ini, sebelum menelepon ia membaca amalan penunduk, warisan dari almarhum kakeknya:

 

Heh satruku si jabang bayi …(sebut namanya),

ingsun wus weruh ajal kamulanira,

asalira sukma tunggal,

tunggal rasa,

tunggal ilatku,

kaya baya ngangsar raiku,

gajah meta awakku,

macan nggero swaraku,

bantheng ketaton tandangku,

jahulante nggraut nyawamu,

tanpa tenggok tanpa sirah yen mbegagah,

lan tundhuka bae yen sira tundhuk maring aku,

tundhuk rasane tunggal.

 

“Kalau melihat dari artinya, pantas, jika mereka tidak berkutik. Saya hanya bisa bilang selamat dan terima kasih. Semoga, di sana, kakek Anda tersenyum karena cucunya berhasil menuntaskan pekerjaan melalui ilmu yang diwariskannya. Sekali lagi selamat”, demikian kata Mas Imam sambil menyalami Purwadi. Rudi pun melakukan hal yang serupa, akhirnya, semua karyawan pun berdatangan untuk memberikan selamat.

 

Ali yang paling terakhir hanya bergumam: “Pantes aja pada bayar, mereka takut sama cucu dukun.”

 

Semua yang mendengar celoteh Ali hanya bisa tertawa kecil, sedang Purwadi hanya tercenung. Ia benar-benar tak pernah menyangka, amalan yang diwariskan dari kakeknya itu ternyata berguna dalam menunjang pekerjaannya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Ijazah Kyai Pamungkas: Agar Istri Mau Dipoligami, Silahkan Diamalkan, Gratis!

paranormal

Ijazah: RITUAL PENDONGKRAK KARIR, PENARIK REJEKI

Kyai Pamungkas

Ijazah Kyai Pamungkas: PENGASIHAN SEMAR PUTH, Silahkan Diamalkan, Gratis!

paranormal
error: Content is protected !!