Panggonan Wingit: UMBUL, JEJAK KERAMAT PATIH GAJAH MADA
NAMA BESAR MAHAPATIH GAJAH MADA TENTU SUDAH TAK ASING. LAGI DI TELINGA BANGSA INDONESIA. PEMILIK SUMPAH PALAPA INI TAK DIKETAHUI RIMBANYA SETELAH MENGAMBIL KEPUTUSAN POLITIK YANG KONTROVERSIAL. BAHKAN MAKAMNYA, HINGGA KINI JUGA TAK ADA YANG TAHU. JELAJAH BERIKUT MERUPAKAN PENELUSURAN PENULIS TENTANG JEJAK SANG MAHAPATIH YANG TELAH BERJASA BESAR DALAM MEMPERSATUKAN NUSANTARA…
Di Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, ada sebuah tempat wisata spiritual yang lebih dikenal dengan nama Umbul. Jika dilihat secara kasat mata, lokasi mana wisata ritual Umbul berada, ada beber bagian yang layak untuk dikaji.
Pertama, sebuah punden yang lebih dikenal dengan nama Merang Kusumo. Punden ini sebuah makam, namun sebenarnya, di dalam tempat ini hanya terdapat beberapa buah batu berbentuk patung, di tempat inilah biasanya para wisatawan yang ingin melakukan ritual bermeditasi.
Bagian kedua, yakni sebuah mata air belerang yang lebih dikenal dengan sebu Umbul. Di tempat yang lokasinya tepat di punden Merang Kusomo ini, ada sebuah besar yang berwujud raksasa.
Bagian ketiga, yakni sebuah patung harimau yang terletak di sisi utara punden Merang Kusumo. Patung macan ini, menurut salah seorang penjaga lokasi tersebut, Pamujiono, 54 tahun, merupakan simbol jika dulunya sosok yang pernah melakukan tapa brata di tempat ini mempunyai pengawal berupa seekor harimau jadi-jadian.
Bagian keempat, yakni kolam Umbul. Kolam mini ini merupakan bak penampungan air belerang yang bersumber di Umbul. Kolam berukuran 25 mx 30 m inilah, yang sering digunakan orang untuk ngalap berkah agar awet muda serta sarana berbagai pengobatan penyakit kulit. Caranya, dengan berendam di dalam kolam yang sebelumnya terlebih dahulu mengnaturkan sesaji di punden Merang Kusumo sebagai prosesi ritual permintaan ijin serta berkah kepada sang penguasa gaib.
Sedangkan bagian kelima atau bagian terakhir yakni, kolompok binatang monyet liar yang kini telah diisolir dengan cara membuat kolam yang mengelilingi lokasi tempat para kera itu tinggal. Kera-kera liar ini, konon merupakan binatang kesayangan sosok sakti yang kini menjadi penguasa gaib tempat itu.
“Jadi semua bagian di tempat ini, seluruhnya ada kaitannya,” jelas juru kunci kepada penulis.
Lalu, bagaimana asal-usul keberadaan wisata ritual Umbul?
Sebagaimana penuturan Pamujono kepada penulis, semua itu berawal dari kisah seorang tokoh sakti dari mantan pembesar kerajaan Kediri dan mantan Mahapatih dari Majapahit, Gajah Mada.
Dikisahkan, dahulu, ketika kerajaan Kediri masih berdiri, ada salah seorang pembesar kerajaan yang cukup sakti yakni Merang Kusumo. Sebagai seorang pembesar kerajaan yang tampan dan masih bujang, saat itu Merang Kusumo menginginkan seorang pendamping hidup. Maka, datanglah pangeran ini ke kerajaan kecil di Madiun yang bernama kerajaan Ngurawan (Kini situs bekas kerajaan ini berada di Desa Ngrawan, kecamatan Dolopo yang berjarak sekitar 5 km dari komplek wisata ritual Umbul).
Namun sayangnya, lamaran Merang Kusumo saat itu ditolak oleh puteri Ngurawan. Merasa malu, kemudian Merang Kusumo enggan kembali ke Kediri. Kemudian pembesar kerajaan Kediri ini memilih membujang seumur hidup dan menjalani hidup menjadi pertapa.
Lokasi yang dipilihnya untuk bertapa yakni sebuah hutan lebat yang penuh dengan pohon trembesi. Lokasi di mana Merang Kusumo. melakukan tapa brata inilah, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Desa Glonggong.
Bertahun-tahun lamanya Merang Kusumo menetap di tempat itu sebagai pertapa. Bahkan ketika Majapahit berdiri dan telah mengalami zaman keemasannya di zaman Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada, Merang Kusumo masih hidup sebagai pertapa.
Hingga pada akhirnya, ketika terjadi gonjang-ganjing di Majapahit, karena ulah Mahapatih Gajah Mada, Merang Kusumo bertemu Gajah Mada di tempat tersebut. Kejadian ini, setelah Gajah Mada meninggalkan istana karena keputusan politiknya yang mengundang kontroversi para pejabat istana Majapahit, termasuk Prabu Hayam Wuruk.
Dan untuk mengetahui keputusan politik apa yang diambil oleh Mahapatih Gajah Mada hingga pergi meninggalkan keraton dan bertemu Merang Kusumo di tempat tersebut, menurut Pamujiono, harus membuka lembaran sejarah awal runtuhnya kerajaan Singosari sampai berdirinya Majapahit hingga zaman keemasan kerajaan yang pernah mempersatukan Nusantara ini.
Pada tahun 1271 M, Kediri diperintah oleh Prabu Jayakatwang atas nama kerajaan Singosari. Singkat cerita, saat itu Jayakatwang hanya menjabat sebagai Adipati. Jabatan ini, dirasa Jayakatwang kurang strategi. Karena itu, dengan dibantu oleh Adipati Wiraraja dari Madura, Jayakatwang berusaha melepaskan dir dari Singosari.
Tentara Kediri kemudian bergerak ke Singosari. Apalagi saat itu Singosari lemah karena sebagian pasukannya melakukan ekspedisi Pamalayu. Yakni berusaha menaklukan raja-raja di Sumatera.
Karena itulah, praktis tentara Kediri hanya berhadapan dengan pasukan menantu raja Singosari, Kartanegara, yakni Raden Wijaya dan pasukan Ardharaja. Bahkan karena merasa kewalahan menghadapi pasukan Jayakatwang, Ardharaja kemudian justru berpihak kepada Kediri untuk mencari selamat.
Dengan kata lain, sebuah pengkhianatan kepada Singosari. Dengan begitu, Singosari dapat dengan mudah direbut oleh Kediri. Sementara itu, setelah Singosari dikuasai oleh tentara Kediri, lebih-lebih raja Singosari, Kartanegara juga terbunuh, kemudian Raden Wijaya melarikan diri ke Madura dan minta perlindungan kepada Adipati Wiraraja.
Dalam pelarian ke Madura ini, turut serta putera-puteri Kartanegara serta beberapa orang sahabat karib Raden Wijaya. Di antaranya yakni, Ronggolawe, Sora serta Nambi. Hingga pada akhirnya, dengan bantuan Adipati Wiraraja dari Madura, Raden Wijaya kemudian kembali ke pulau Jawa dan mengabdi di Kediri.
Karena kecakapannya, walau seberiarnya mantan musuh, selama mengabdi di Kediri, Raden Wijaya diberi hadiah sebidang tanah hutan di daerah Tarik yang sekarang masuk dalam wilayah Mojokerto, Jawa Timur.
Tak lama setelah Raden Wijaya mendapat hadiah berupa tanah, tiba-tiba tentara Kubilai Khan dari daratan Cina, datang ke pulau Jawa untuk membalas dendam kepada Singosari. Sekadar diketahui, Raja Kubilai Khan dari Cina, pernah mengirimkan utusan ke Singosari dengan maksud agar Singosari mau tunduk kepada Cina. Namun kemudian, utusan dari Cina itu justru dipotong telinganya sebagai tanda penolakan Singosari untuk tunduk kepada Kubilai Khan.
Kesempatan inilah, yang digunakan sebaik-baiknya oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Kediri, walau sebenarnya dirinya telah mengabdi di Kediri.
Karena itu, kemudian Raden Wijaya langsung menemui pimpinan pasukan dari Cina, yakni panglima Che Pi Yi dan Kao Sing. Kepada kedua panglima ini, Raden Wijaya mengatakan jika kerajaan Singosari telah berpindah ke Kediri. Atas informasi sepihak dari Raden Wijaya ini, kemudian pasukan dari Cina yang sudah mendarat di pelabuhan Tuban dengan kekuatan sekitar 20 ribu tentara, langsung bergerak ke Kediri dengan dipandu oleh orang-orang Raden Wijaya.
Karena kekuatan yang tak seimbang, akhirnya Kediri dibuat luluh lantak oleh pasukan Cina. Walau sebenarnya, pasukan Cina juga banyak yang gugur.
Setelah berhasil meluluh lantakan Kediri, pasukan Cina langsung menduduki istana. Kesempatan ini digunakan oleh Raden Wijaya. Agar pasukan Cina segera kembali ke negerinya, dengan tiba-tiba pasukannya langsung menyerang. Karena serangan ini, banyak pasukan Cina yang gugur.
Merasa pasukannya sudah banyak berkurang, kemudian dua panglima dari Cina langsung memutuskan untuk kembali ke negerinya.
Kesempatan ini, kembali digunakan oleh Raden Wijaya untuk mendirikan sebuah kerajaan baru. Di hutan Tarik itulah, kemudian Raden Wijaya dibantu oleh rekan-rekannya mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Majapahit.
Setelah menjadi raja di Majapahit yang pertama, Raden Wijaya bergelar Kertarajasa. Raden Wijaya memerintah Majapahit mulai tahun 1293 M hinaaa 1309 M. Sementara rekan-rekan yang telah banyak membantu dirinya langsung diberi kedudukan serta Wilayah.
Di antaranya Ronggolawe dijadikan Adipati di Tuban, sedangkan Sora dan Nambi diberi jabatan yang tinggi di dalam keraton. Termasuk Adipati Wiraraja, juga diberi hadiah Wilayah Lumajang.
Namun, setelah Raden Wijaya mangkat, pada tahun 1309, dan digantikan oleh Puteranya Jayanegara, rekan-rekan seperjuangan Rade Wijaya justru banyak yang memberontak karena merasa diperlakukan kurang adil. Diantaranya yang melakukan pemberontakan kepada Jayanegara adalah Ronggolawe, Sora Nambi serta Wiraraja. Namun diantara Sekian pemberontakan yang paling berat dihadapi oleh Jayanegara, yakni pemberontakan yang dilakukan oleh Kuti.
Dalam pemberontakan ini, Jayanegera harus pergi dari istana. Pada saat itulah, muncul pahlawan yang menyelamatkan sang raja. Orang itu tak lain adalah Gajah Mada yang saat itu menjabat sebagai kepala pasukan bayangkara pengawal istana. Atas jasa Gajah Mada, Jayanegara berhasil mengungsi.
Selanjutnya, setelah pemberontakan Kuti berhasil dipadamkan, atas jasanya kemudian Gajah Mada diangkat sebagai Mangkubumi dan seterusnya menjadi patih di Majapahit. Dan setelah Jayanegara mangkat pada tahun 1328 M, dia digantikan oleh Tribuanatunggadewi yang bersuamikan Cakradhara. Seterusnya, pada tahun 1350 M, Tribuanatunggadewi digantikan oleh Hayam Wuruk.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada, Majapahit mengalami zaman keemasan. Atas jasa-jasa Gajah Mada, Nusantara dapat dipersatukan. Bahkan tak hanya wilayah dan kekuasaan saja yang mengalami kemajuan pesat ketika Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada, namun juga di bidang sastra mengalami kernajuan. Terbukti pada saat itu, seorang Mpu bernama Prapanca, berhasil menyelesaikan sebuah kitab yang berjudul Negarakertagama. Kitab ini menceritakan tentang kebesaran Majapahit.
Mpu Tantular juga berhasil menyelesaikan dua buah kitab. Yakni Arjunawiwaha dan sebuah kitab yang cukup terkenal hingga saat ini, yaitu kitab Sutasoma.
Sayangnya, walau sudah mempunyai kekuasaan yang cukup besar dan luas, saat itu Hayam Wuruk belum juga mengambil isteri/permaisuri. Alasannya, karena tak ada puteri kerajaan yang ada di bawah Majapahit mampu menggaet hatinya. Karena itulah, kemudian Hayam Wuruk memerintahkan Gajah Mada untuk melakukan kunjungan kehormatan ke negara tetangga. Salah satu negara besar yang dikunjungi oleh Gajah Mada dan belum masuk dalam kekuasaan Majapahit adalah kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
Pada saat melakukan kunjungan kenegaraan inilah, Gajah Mada melihat kecantikan puteri Pajajaran yang bernama Diah Pitaloka. Karena itu, sepulangnya dari Pajajaran, Gajah Mada langsung melapor kepada Haya Wuruk jika Sri Baduga Raja Pajajaran, mempunyai seorang puteri yang cantik jelita.
Rupanya, atas laporan patihnya ini, Hayam Wuruk tertarik. Kemudian Hayam Wuruk memerintahkan Gajah Mada agar kembali ke Pajajaran untuk melamar Diah Pitaloka.
Bak gayung bersambut, lamaran Hayam Wuruk diterima oleh Diah Pitaloka maupun raja Pajajaran.
Akhirnya, disepaktilah hari pernikahan untuk Hayam Wuruk dengan Diah Pitaloka. Pada hari yang ditentukan, iring-iringan rombongan pengantin dari Pajajaran menuju Majapahit dengan pengawalan ketat, prajurit bersenjata lengkap. Karena selain mempelai puteri sendiri, Raja Pajajaran saat itu juga turut serta dalam rombongan.
Namun, saat tiba di wilayah Bojonegoro, rombongan dari Pajajaran dicegat oleh Gajah Mada dan prajuritnya. Maksud dari pencegatan ini, yakni Gajah Mada memerintahkan agar semua prajuriti Pajajran meletakkan senjata. Alasannya, karena ini acara hajatan temanten dan bukan perang.
Selain itu, jika ingin terus melangsungkan pernikahan, Raja Pajajaran diminta untuk mengakui kedaulatan Majapahit. Hal inilah yang tak bisa diterima oleh Sri Baduga Raja Pajajaran.
Permintaan Gajah Mada ini dianggap sebagai penghinaan atas kedaulatan Pajajaran sebagai negara merdeka dan tidak bertuan kepada siapapun. Karena masing-masing berpendirian pada argumentasinya, akhirnya terjadilah perang. Karena kekuatan tidak seimbang, lebih-lebih tak ada persiapan untuk berperang bagi Pajajaran, akhirnya pasukan pengawal dari Pajajaran banyak yang tewas. Tak hanya itu, Raja Pajajaran Sri Baduga beserta puterinya, juga turut tewas.
Ternyata, semua tindakan Gajah Mada ini bukan atas perintah Hayam Wuruk. Semua itu dilakukan oleh Gajah Mada semata-mata hanya menuruti ambisi politiknya untuk mempersatukan Nusantara. Mungkin maksud Gajah Mada baik bagi negera Majapahit saat itu. Namun akibatnya buruk.
Karena itu, begitu Hayam Wuruk mendengar kabar tersebut, selain duka yang amat dalam, Hayam Wuruk langsung memanggil Gajah Mada dan menyalahkannya karena dianggap telah mengambil keputusan politik yang kurang terpat. Karena perselisihan dengan rajanya inilah kemudian Gajah Mada pergi meninggalkan istana.
Sejak saat itu, sang Mahapatih Gajah Mada tak diketahui di mana rimbanya. Namun, pada suatu hari, seorang pasukan telik sandi, memergoki Gajah Mada berada di wilayah Kediri sedang melakukan tapa brata. Tepatnya sekarang berada di wilayah Gapengrejo di sisi utara pabrik gula.
Prajurit ini kemudian pulang ke Majapahit untuk melapor kepada Hayam Wuruk. Namun, begitu ada utusan Hayam Wuruk yang datang guna meminta Gajah Mada untuk kembali ke istana, sang Mahapatih telah meninggalkan tempat tersebut.
Kini lokasi di mana Gajah Mada pernah melakukan tapa brata, lebih dikenal dengan nama Petilasan Modo. Lokasi ini, pada hari-hari tertentu banyak dikunjungi oleh anak muda yang ingin masuk Polri atau TNI agar mendapat berkah dan diterima.
Seterusnya, setelah meninggalkan tempat tersebut, Gajah Mada langsung pergi ke arah Madiun. Hingga pada akhirnya, di tengah hutan trembesi yang cukup lebat, Gajah Mada bertemu dengan pertapa tua sakti yang tak lain adalah Merang Kusumo, mantan pembesar Kediri.
Bersama dengan Merang Kusumo, Gajah Mada melakukan tapa bratanya. Keris milik Gajah Mada ditancapkan ke dalam tanah tepat di depan dia melakukan tapa.
Entah berapa lama Gajah Mada melakukan tapa brata bersama Merang Kusumo. Tapi, yang jelas sejak Gajah Mada melakukan tapa brata di tempat itu, pasukan telik sandi dari Majapahit tak mampu menemukannya.
Bahkan ada yang menyebut, Gajah Mada moksa bersama Merang Kusumo setelah sekian lama melakukan tapa brata. Dan disebut-sebut lagi, bersama dengan moksanya kedua orang mantan pembesar di kerajaan yang berbeda ini, keris milik Gajah Mada juga turut moksa.
Tempat di mana keris Gajah Mada pernah ditancap inilah, yang sekarang menjadi mata air belerang yang lebih dikenal dengan sebutan Umbul. Seperti yang telah dijelaskan sekelumit di atas, kini mata air Umbul itu dibangun sebuah patung raksasa.
Patung ini, sengaja dibangun untuk memberi gambaran jika sosok raksasa itu dulunya merupakan penghuni keris milik Gajah Mada dan merupakan sosok sakti.
“Ceritanya seperti itu. Ya… ada sejarahnya, ya ada legendanya. Karena moksa itulah, hingga sekarang tak ada seorang pun yang tahu di mana letak makam Gajah Mada. Karena memang moksa seperti halnya Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya,” pungkas Pamujiono. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)