Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: NYARIS JADI TUMBAL GUNUNG TAMPOMAS

Panggonan Wingit: NYARIS JADI TUMBAL GUNUNG TAMPOMAS

DI PUNCAK GUNUNG TAMPOMAS TERDAPAT PETILASAN PRABU SILIWANGI. SIAPA MENYANGKA GARA-GARA MELAKUKAN RITUAL DI TEMPAT INI, SESOSOK HARIMAU GAIB SELALU MUNCUL DI RUMAHNYA. BAHKAN, ROH ANAKNYA DISANDERA OLEH HARIMAU SETAN ITU. APA YANG TERJADI KEMUDIAN…?

 

SETAHUN setelah reformasi, tepatnya pada 1999, Saat itu, puing-puing gedung dan pertokoan milik warga keturunan yang dibakar dan isinya dijarah masa masih tampak membekas. Semua bangunan itu ditinggalkan para pemiliknya untuk menyelamatkan diri. Entah ke luar kota, atau mungkin pula ke luar negeri.

 

Saat itu, anak kami yang bungsu mengalami sakit yang parah. Kami sudah berusaha untuk bernafas.

 

Karena sakitnya sudah hampir satu minggu, maka, tidak ada asupan makanan dan minum ke tubuh si bungsu. Karuan saja badannya bertambah kurus, hampir hanya tinggal tulang berbalut kulit. Saat itu, rasanya telah putus harapan kami jika melihat keadaan si bungsu. Apalagi, tiap hari dia selalu menangis dari sore sampai pagi.

 

Anehnya, bila siang dia tertidur dengan pulas. Kadang-kadang dia merengek minta minum tapi sulit untuk menelan air, palingpaling hanya beberapa tetes yang masuk ke dalam mulutnya. Lalu dia pun tidur kembali.

 

Menjelang hari ke sepuluh sejak anak kami sakit, ada yang memberi saran agar anak kami dibawa berobat ke paranormal. Walaupun saat itu kami kurang begitu cocok dan percaya dengan solusi berobat ke paranormal, namun demi kesembuhan si bungsu, kami tetap mencobanya.

 

Tuhan rupanya memberikan jalan bagi kami. Setelah menempuh jalur pengobatan alternatif, maka terbukalah semua tabir gelap yang menyelimuti sakitnya anak kami. Saat orang pintar itu melakukan ritual pengobatan, dengan dengan sabar dia menerangkan, “Roh anak bapak sudah di dalam mulut siluman harimau!”

 

Karuan saja kami tersentak kaget mendengarnya. Apakah benar yang dikatakan oleh si paranormal itu? Lantas, mengapa hal itu harus terjadi?

 

“Apa yang telah kamu lakukan sehingga membuat anak ini menderita seperti ini?” Tanya paranormal ketika aku dan isteriku masingmasing tengah dilanda kecamuk batin yang hebat. Pertanyaan itu jelas ditujukan untuk diriku.

 

Setelah mengingat-ingat, dengan rasa berat hati dan bercampur malu, kami berdua dengan isteri menuturkan kejadian sebenarnya, tepatnya kelakuan kami sebelum anak bungsu kami sakit.

 

Awalnya, terjadi dengan tidak sengaja dan tidak ada niatan untuk melakukan ziarah. Ibu mertua mengajakku ziarah ke suatu tempat di Sumedang, Jawa Barat. Dan setelah bermusyawarah, isteriku ternyata mengijinkan. Hitung-hitung menemani ibunya yang sudah tua.

 

Selepas shalat Isya, rombongan kami berangkat menuju Sumedang. Sejujurnya ziarah ini yang pertama kali kulakukan. Sebelumnya tak pernah aku melakukannya.

 

Mobil Isuzu ELF melaju di pekatnya malam. Kurang lebih dua jam perjalanan rombongan kami sampai ke tempat yang dituju. Sebanyak 13 Orang anggota rombongan kami istirahat di rumah wanita setengah baya yang dipangil ketua rombongan dengan sebuatan Bu Amih. Sikap penerimaan Bu Amih terhadap kami Sangat ramah sekali. Bahkan, kami menginap di rumahnya karena pendakian akan dilakukan besok pagi.

 

Pukul enam pagi, dengan perbekalan secukupnya, rombongan peziarah melakukan pendakian menuju puncak Gunung Tampomas yang memiliki ketinggian 1.960 Mdpl. Meskipun sudah setengah baya, wanita bertubuh kecil yang akrab disapa Bu Amih itu sangat gesit, dan selalu. berada di depan kami. Barangkali karena Amih memang sudah terbiasa dengan pekerjaannya sebagai penunjuk jalan, juga kuncen petilasan yang ada di puncak Gunung Tampomas itu.

 

Pada awalnya perjalanan memang lancarlancar saja. Jalan setapak yang kami lewati masih sedikit datar, dan rombongan masih berkelompok saling bercanda di antara ibu-ibu dan bapak-bapak. Kami semua baru terasa kepayahan setelah satu jam perjalanan. Ketika itu, peserta atau rombongan sudah mulai tercecer di belakang, terutama ibu-ibu.

 

Untuk yang kelelahan ada ketua rombongan yang bertindak sebagai penyapu di belakang, sehingga tak perlu khawatir tersesat atau ditinggal begitu saja. Nah, memasuki waktu tempuh tiga jam, rombongan sampai di pintu gerbang . pertama. Yang dimaksud pintu gerbang ini hanyalah berupa batu sebesar rumah tipe 21 yang dililit akar-akar pohon besar secara alami. Di bawah batu ini rombongan bersila, dan kuncen Bu Amih melakukan ritual minta ijin kepada penjaga pintu agar diberi keselamatan di dalam perjalanan menuju puncak Gunung Tampomas.

 

Kurang lebih lima belas menit melakukan ritual, rombongan melanjutkan perjalanan lebih menanjak lagi dengan pohon-pohon berukuran raksasa dan akar-akarnya yang menjuntai, di tambah rimbunnya dedaunan yang menghalangi sinar matahari mencapai tanah. Dan tanah pun basah saat dipijak. Lintah-lintah menempel pada batang pohon, kadang ada yang nempel di kaki menimbulkan kepanikan. Terutama bagi ibu-ibu.

 

Sekitar enam jam perjalanan, rombongan sampai di pintu “gerbang kedua”. Akan tetapi, terlebih dahulu rombongan harus mendaki dengan kemiringan hampir sembilan puluh derajat, yang tingginya hampir tiga puluh meter ke atas.

 

Lokasi ini biasa disebut dengan Sanghyang Tikoro. Kuncen Bu Amih menerangkan kepada rombongan peziarah perihal tempat pendakian yang akan di laluinya, terutaam berpesan agar kami waspada dan lebih hati-hati lagi.

 

Setelah dengan sudah payah menaklukkan Sanghyang Tikoro, rombongan sampai di gerbang kedua. Seperti gerbang pertama, di gerbang kedua pun nampak sebongkah batu besar yang kokoh dililit akar.

 

Kami mengadakan ritual kembali seperti di gerbang pertama. Lalu rombongan melanjutkan perjalanan kaki. Sekitar dua jam perjalanan dari Sanghyang Tikoro, rombongan sampai di puncak Gunung Tampomas.

 

Tepat pukul 17.10 wis, kami istirahat sejenak di tempat yang disebut Paseban. Apa yang disebut Paseban ini adalah tanah lapang sebesar lapangan volly, dan ditengahnya ada batu megalitik persegi empat setinggi satu meter. Akan tetapi, tujuan pokok rombongan peziarah bukan di sini, melainkan dipetilasan Prabu Siliwangi yang letaknya agak sedikit menurun dari Paseban.

 

Kuncen Bu Amih menyuruh kami melanjutkan kembali perjalanan. Kira-kira dua puluh menit rombongan sampai di tempat yang dikelilingi batu persegi empat yang tersusun sedemikian rupa. Rupanya, batu bersusun ini fungsinya sebagai tembok pembatas antara tempat petilasan dengan rimbunnya hutan di sekelilingnya.

 

Luas petilasan hanya kira-kira seukuran lapangan bulutangkis. Tepat di tengahnya ada tiga makam berjajar, di mana masing-masing makam memiliki panjang tiga meter lengkap dengan batu nisannya, Di pinggiran nampak telah dipasang atap memanjang terbuat dari seng.

 

Kami istirahat sejenak setelah menempuh perjalanan hampir delapan jam sambil menyiapkan segala yang diperlukan. Apalagi ritual baru bisa digelar menjelang Maghrib.

 

Saatnya pun tiba. Kuncen Bu Amih memerintahkan kepada kami untuk menyiapkan sesaji yang diperlukan, seperti sate mentah, sate matang, telor ayam kampung, kembang tujuh rupa, jajanan pasar, rokok cerutu, minyak wangi dan lain-lain yang sebelumnya telah dipersiapkan.

 

Seluruh saji tersebut di letakkan di atas salah satu makam, lalu peserta ziarah dengan khusuk mengikuti kuncen Amih yang sedang melakukan ritual dalam bahasa Sunda.

 

Asap kemenyan membumbung ke udara. Baunya menimbulkan aroma magis yang sangat kental, membangkitkan bulu roma rombongan peziarah. Kami semua khusyuk dalam ritual yang amat sakral itu…

 

Menurut legenda, puncak Gunung Tampomas merupakan salah satu mitos masyarakat Sunda. Konon, di puncak gunung inilah tempat pertapaan Prabu Siliwangi yang terakhir, setelah dikejar-kejar oleh cucunya, Prabu Kiansantang, dengan maksud supaya sang kakek memeluk agama baru. Islam. Tetapi Prabu Siliwangi tetap pada pendiriannya, yakni memeluk agama leluhur yang telah dianutnya secara turun-temurun.

 

Dengan menghindarnya sang Prabu dari istana kerajaan ke puncak Gunung Tampomas dan ke tempat-tempat lain di tatar Sunda, bukan berarti sang Prabu berjiwa kerdil, penakut atau tidak konsekuen dengan jabatannya selaku raja Pajajaran. Cara ini dilakukan semata-mata karena beliau tidak ingin terjadi pertumpahan darah dalam satu garis keturunan Pajajaran.

 

Kembali ke cerita ritual tadi. Menjelang malam, kami diperintahkan menepi dan berteduh di bawah atap seng. Kami juga dilarang untuk menyalakan api sebagai alat penerangan, Keadaan sekeliling gelap gulita, sunyi senyap, hening mencekam. Begitu senyapnya hingga suara helaan nafas kami pun sepertinya dapat terdengar.

 

Walaupun keadaan gelap, rupanya penglihatan kami diusahakan memperhatikan sesuatu yang akan terjadi pada sesaji yang diletakkan di atas makam itu.

 

Ya, setelah sekian lama berlalu, kami semuanya tersentak kaget. Entah bagaimana, dari rimbunnya semak belukar kami melihat muncul sepasang cahaya kemerahan yang semakin mendekat ke arah makam. Anehnya, cahaya itu memperdengarkan suara yang mendengus-dengus, mirip suara harimau, yang sepertinya tengah mencium sesaji di atas makam.

 

Yang tak kalah aneh, tak lama berselarang kedua cahaya itu memang berubah menjadi sosok harimau. Meskipun suasana gelap, kami masih bisa melihat harimau itu dengan rakusnya memakan telur-telur ayam kampung yang kami hidangkan.

 

Setelah kurang lebih lima belas menit berlalu, harimau yang disebut kuncen Bu Amih sebagai Uyut Prabu itu melangkah dengan gemulai, lalu meloncat sambil mengaum. Sosoknya yang besar itu menghilang ditelan gelapnya malam.

 

Di pertengahan malam, semua peserta sudah tertidur pulas di atas tikar pandan yang sebelumnya telah kami hamparkan di sisi makam. Pagi-pagi sekali kami dan rombongan pun turun dari puncak Tampomas. Perjalan pulang memang tidak sesulit saat kami naik kemarin. Waktu yang dibutuhkan hanya empat jam, dan kami sudah sampai kembali di rumah kuncen Bu Amih.

 

Sebelum kami pulang, kami diberikan wejangan dan petunjuk apa yang harus dilakukan sesampai di rumah nanti.

 

Sampai di rumah, kami melakukan ritual yang diwajibkan sesuai dengan putunjuk Bu Amih. Kami menyediakan sesaji yang ditaruh di kamar sebanyak tujuh kali malam Jum’at. Hal ini jangan sampai lupa untuk dilakukan. Sesajinya terdiri dari sate matang, sate mentah, kembang tujuh rupa, telor ayam, kopi pahit kopi manis, teh pahit teh manis, rokok kretek GG, cerutu, bajigur dan lain-lain. Dan mantera-mantera pemberian kuncen Bu Amih harus dibaca sebelum membakar menyan.

 

Setelah prosesi tersebut digelar, maka, disusul dengan kejadian-kejadian aneh baik secara langsung maupun lewat mimpi.

 

Seperti kejadian malam itu. Ketika itu waktu menunjukkan pukul 23.00 wis, kami berdua sedang menonton tv di ruang tengah dan ibu mertua sedang tidur di kamarnya. Namun tiba-tiba, ibu mertuaku keluar dari kamar dengan setengah berlari dia memburu ke arah kami.

 

“Aya maung… aya maung… (ada harimau)!” Teriak ibu mertuaku dalam bahasa Sunda. Tubuhnya gemetar karena didera ketakutan yang teramat sangat.

 

Reflek aku dan isteri berlari menuju kamar ibu. Akan tetapi tidak ada harimau seperti apa yang ditakutkannya. Namun, ibu berani bersumpah bahwa saat rebahan di tempat tidurnya, tiba-tiba ada sesuatu yang besar telungkup di sampingnya. Dia juga dengan jelas menyaksikan hewan berbulu halus dan empuk itu tengah mengibas-ngibas ekornya ke wajah ibu. Itulah sebabnya kenapa ibu mertua terbangun dari tidurnya.

 

Banyak sekali keanehanan di rumah kami. Misalnya saja, ada tetangga yang pernah melihat bahwa di waktu malam Selasa ada makhluk yang telungkup di atas wuwungan genteng rumah kami. Matanya menyala seperti senter. Mereka meyakini itu adalah seekor harimau.

 

Banyak lagi kejadian aneh yang berlangsung selepas kepulangan kami dari Gunung Tampomas. Puncak dari keanehan itu ialah anak bungsu kami sakit parah dan susah diobati.

 

Kami sangat menghargai kebesaran leluhur kami, masyarakat Sunda dengan sang Prabu Siliwangi, raja yang adil dan bijaksana. Akan tetapi kami juga percaya bahwa Tuhan menciptakan makhluk sebangsa jin dan iblis – yang tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai hari kiamat.

 

Orang pintar itu menyarankan agar kami bertindak cepat untuk menyelamatkan anak bungsu kami. Dia memberi kami tumbal penolak bala, ada yang ditempel dipintu masuk rumah, juga ada yang ditanam di sekitar halaman rumah. Dan kami sekeluraga diharuskan mandi di laut untuk membuang sial.

 

Heran dan takjub, selang dua hari setelah menjalankan semua petunjuk itu, anak kami berangsur-angsur sembuh. Padahal obatnya cuma sebotol air mineral yang diberi jampijampi oleh paranormal.

 

Kami menginginkan hidup senang, banyak harta, dan banyak uang. Namun apabila buah hati harus dikorbankan untuk tumbal setan atau iblis, nauzubillahi mindzalik! Rasanya, kami ingin tetap hidup dengan apa yang Tuhan berikan sekarang ini. Asal cukup sandang pangan kami pun sudah bersyukur. Bagi kami, anak merupakan harta yang tidak ternilai.

 

Hanya orang bodoh yang melakukan kesalahan sampai dua kali. Pengalaman pertama adalah guru bagi keluarga kami untuk melangkah selanjutnya. Untuk itu, jangan coba-coba melakukan hal-hal yang kita tidak ketahu akhir dan akibatnya, karena penyesalan akan hadir di hatimu kelak! Semoga kisah keluargak ini bisa dijadikan pelajaran bagi pembaca wensite tercinta ini. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Mistis: PETAKA DI DESA KANIGORO

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: PESUGIHAN SENDANG BUYUT JIMBUN

Kyai Pamungkas

Misteri Hantu di Indonesia: BUTO IJ0

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!