Ngaji Bareng Kyai Pamungkas

Ngaji: MEWUJUDKAN KHALIFATULLAH

Ngaji: MEWUJUDKAN KHALIFATULLAH

KISAH MUSA AS ITU TELAH BERLALU 25 ABAD SILAM, AKAN TETAPI KANDUNGAN MAKNAWIAHNYA, MASIH AKTUAL SAMPAI KINI. SESUNGGUHNYA, PARA NABI DAN RASUL ALLAH ADALAH TOKOH-TOKOH FUTUROLOGIS…

 

RENCANA Allah SWT untuk mewujudkan Khalifatullah di bumi, yaitu manusia selengkapnya dan seutuhnya sebagaimana yang dicitrakanNya pasti akan berlaku. Tentu saja dengan personifikasi yang jelas strukturnya, yaitu tanah yang diolah atau dibentuk, rahasia nama-nama, serta tiupan ruh dari sisiNya, sebagaimaa yang di dalam sejarah kerasulan diwujudkan secara linier sepanjang masa. Yakni, sejak Adam as, Musa as, Isa As, hingga Nabi Muhammad SAW yang menjadi junjungan kita. Adam AS dengan bahasa alami, Musa AS dengan bahasa ‘tongkat’ lambang kebenaran obyektif, dan Isa AS dengan bahasa ruh. Kesemuanya itu kemudian dirangkum oleh Muhammad SAW dengan bahasa amalanamalan yang terpuji, pendukung kebenaran Ilahiah.

 

Dari Adam AS sampai dengan Isa AS, kita dapat melihat suatu kebulatan risalah sesuai dengan rencanaNya, dengan pertanyaan keTuhan-an yang makin diperdekat, dari Tuhan yang di-Dia-kan, yaitu ketika Adam AS menjauh dari Allah SWT dan mendekati pohon terlarang, lalu Allah yang di-Engkau-kan ketika Musa AS munajat di bukit Sinai, serta Allah yang diAku-kan oleh Isa AS, yang justeru karena sejak semula, Isa AS sudah diperkuat oleh Ruhul Qudus.

 

Ruhul Qudus (Ruhul Amin/Ruhul Salam) itulah yang oleh Isa AS disebutkan sebagai parakleitos, yang dimintanya untuk ditunggu, yang selama 5 abad kemudian memang mentransformasikan Muhammad SAW, dari kualitas keabduan menjadi kerasulan.

 

Umat manusia sebagai suatu sistem mondial, ternyata amat lambat di dalam memahami rencana Illahi, seperti yang telah dipersonifikasikan oleh para Rasul Allah tadi. Dunia ini baru sampai pada ayat-ayat Musa AS. Di situ, kebudayaan (ilmu pengetahuan) berada di sebuah persimpangan jalan. Di satu pihak bercorak sihir, sedang di sisi lain subordinate terhadap asas ketunggalan kebenaran sebagai tongkat Musa AS.

 

Kiranya, tidak berlebihan untuk memandang sistem pemerintahan penguasa dunia masa kini, sebagai perpaduan birokrat dan teknokrat, yang menyihir umat dengan berbagai gemerlap penemuan-penemuan baru, namun yang menjadikan umat manusia terjerat oleh konsumtifisme.

 

Kapan sistem itu berubah? Bilamana masanya ketika yang sakit disembuhkan, yang mati dihidupkan oleh seorang Isa AS? Apakah tanya itu menunjuk ke tahun-tahun yang bakal terjadi, ataukah justru perubahan kontatif mengenai makna waktu yang berubah, dan karenanya mengubah peta pemahaman kosmologis kita?

 

Hanya, apakah peta pemahaman kita sudah seutuhnya memahami pula transformasi total seorang Muhammad SAW, dengan tugas utamanya membangun Baladil Amin, negara yang aman.

 

Dunia kita sebagai suatu sistem baru berada pada ayat-ayat Musa AS, antara lain dengan jelas diisyaratkan oleh Ilya Prigogine, seorang pemegang hadiah Nobel. Ketika itu, dia memandang ahli-ahli ilmu pengetahuan sebagai Musa-Musa baru.“In the eyes of eighteenh-century England, Newton was the ‘new Moses’ who had shown the tables of the law” Demikian katanya.

 

Manusia semua memang memerlukan strategi kebudayaan baru. Semisal minyak zaitun yang walaupun belum disentuh oleh cahaya, sudah menerangi sekitarnya, apalagi kalau menyala. Tadi sudah dikemukakan bahwa kita sedang berproses menuju ke risalah Isalami Isa AS, pasca risalah Musa AS. Dari kitab Khidir AS yang futorolgis, sementara Musa AS itu berlogika kausalis, kiranya membimbing kita untuk mulai terbuka bagi kearifan lain, di luar jalur wahyu Nabi-Nabi smitis.

 

Ilmu Khidir AS itu disebut Ladun-naa’lmaa, yang berarti ilmu pengetahuan lengkap dengan cabang-cabangnya, atau ilmu yang bulat (awal-akhir, lahir-batin). Sesungguhnya, sebulatbulatnya ialah ilmu ke-Tuhan-an. Kebulatannya mencakup kepercayaan dan penghayatannya, ilmu dan pengalamannya, pengakuan dan pembuktiannya.

 

Dan diskusi futorologis tertua ialah antara Musa AS dengan Khidir AS, di tengah-tengah lautan pada pertemuan 2 arus besar. Di situ logika kausalis Musa AS terasa inferior terhadap logika futorologis Khidir AS.

 

Kisah Musa AS itu telah berlalu 25 abad yang silam, akan tetapi kandungan maknawiahnya, masih aktual sampai kini. Sesungguhnya para Nabi dan Rasul Allah adalah tokoh-tokoh futurologis.

 

Seperti keyakinan Ilya Prigogine dalam bukunya Order Out of Chaos, yang memandang ahli-ahli ilmu pengetahuan sekarang ini sebagai Musa-Musa baru. Musa AS adalah personifikasi kebenaran tauhid pada dataran obyektivitas, sebagaimana yang tersifat melalui ‘tongkat Musa AS: Tapi, kebenaran menyeluruh juga mencakup subyek kita.

 

Tepatlah kiranya, apabila Isa AS menjadi bergelar Ruhullah, karena padanya bahasa kebenaran tidak lagi bahasa tongkat, melainkan bahasa ‘ruh’. Dengan demikian, kita juga menjadi jelas, mengapa Muhammad SAW ditetapkan sebagai nabi penutup, karena Beliau merangkum keseluruhan risalah dari kangit

 

Peta pemahaman futurologis yang dikemukakan di sini ialah yang mengenal tahapan alami, kultural religius, religus total. Kesemuanya itu sudah berlalu dan dipersonifikasikan oleh para Rasul AS, untuk mereka semuanya.

 

Adapun para umatnya bervariasi di dalam mengikuti ajaran utusan Tuhan tersebut. Secara global, atau mondial, umat manusia baru berada pada ayat-ayat Musa AS, Kalimullah, yaitu ketika obyektifitas menjadi pemandu bagi ukuran kebenaran. Mereka yang berhenti di situ, bisa jadi tenggelam ke kancah yang melarutkanya, yaitu menjadi korban permainannya sendiri, dalam hal ini pameran kekuatan dan adu kekuasaan.

 

Sistem umat manusia sekarang memang baru berada pada pemahaman ala Musa AS, yaitu ketika bahasa kebenaran semata-mata objektif, berupa tongkat Musa AS, yang harus mengalahkan lilitan ahli sihir.

 

Ilya Prigogene mengatakan, agar proses kemanusiaan segera terjadi. Yaitu menuju selangkah ke bahasa Isa AS, maka, ketika segala-galanya untuk yang lemah, yang menderita, yang miskin, di dalam rangka itu pula orang tentu tertarik untuk mengungkap dialog Musa AS dan Khidir AS, ahli ilmu melaut pada lautan ilmu.

 

Akhirnya, riwayat kehidupan manusia sepanjang masa, sejak Adam AS sampai deng Nabi Muhammad SAW, menggambarkan betapa dan bagaimana fakta, faktor, fungsi dan peranan itu diaktualisasikan.

 

Dalam hubungan ini, cara pandang kita atas kehadiran para Rasul Allah semestinya juga secara futurologist, artinya mereka itu semuanya pemandu umat manusia sebagai satu kesatuan, melampaui tahap demi tahap, yang garis besarnya diwakili oleh Adam AS, Musa AS Isa AS, dan Muhammad SAW, justeru karena agama itu mengandung aspek futurum dan aventus, mengenai yang akan datang dan yang dijanjikan. Bahwa para nabi itu telah berlaku kiranya sudah jelas.

 

Namun, makna kehadiran mereka justru memandu apa-apa yang masih akan terjadi. Seluruh risalah mereka memaparkan suatu permasalahan, lengkap dengan problem solvingnya.

 

Ilya Prigoine melihat bahwa umat manusia kini baru dilanda oleh kekacauan, di dalam memahami ayat-ayatNya. Kekacauan ini berhubungan dengan pengetahuannya, antara tahu dan tidak tahu, baik tahu tentang ketidaktahuannya, atau pun tidak tahu tentang ketidaktahuannya struktur baku, yang secara konstruksi realitas itu memunyai struktur baku.

 

Ilya Prigorine percaya bahwa kekacauan itu akan berakhir dengan suatu ketertiban baru. Dalam hubungan ini perjalanan manusia berada pada tahapan ayat-ayat Musa AS, ketika Musa AS harus berhadapan dengan dominasi kekuasaan untuk kekuasaan.

 

Bahwa perspektif berikutnya itu justru kekuasaan yang diabaikan untuk kepentingan yang miskin dan papa, sebagaimana yang dipersonifikasikan oleh Isa AS, kiranya memang dunia belum mengenal bahasa ruh, apalagi metode setepatnya, jalan lurusnya Muhammad SAW.

 

Dengan mengikuti pendapat seperti itu, maka kita lalu melihat bahwa kini kita masih menghadapi 2 gejala besar, yaitu antara ilmu sihir, yang menyihir lilitan tali menjadi ular, dan ilmu Tauhid pada daratan objektif, yaitu tongkat di tangan Musa AS.

 

Gejala lilitan sihir itu tidak lain ialah gaya hidup konsumtif yang pada hakikatnya menjadikan manusia itu objek penderitaan, dengan sadar atau tidak, termasuk di dalamnya menderita kemudahan yang menjerat.

 

Musa AS mewakili sosok realis, Isa AS mewakili dimensi idealis. Musa AS yang gagah perkasa, Isa AS yang lemah lembut, bertemu pada tokoh akhir zaman, Muhammad SAW.

 

Dan maka dunia kini baru berada pada kondisifikasi nama-nama, yang belum sepenuhnya subordinatif pada Asmaul Husna! (Tulisan ini disarikan dari Serat Mawang Sari, butir-butir renungan agama, spiritualiatas, budaya, buah perenungan batin Dr. Damardjati Sunadiar). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Ngaji: PENYEBAB KEGAGALAN DAN MENYIKAPINYA

Kyai Pamungkas

Ngaji Sufi: IMAM HASAN AL-MUJTABA SANG PENGHULU PEMUDA SURGA

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: TIGA HARTA

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!