Kisah Mistis: UJUNG NAFAS PENGINGKAR PUASA RAMADHAN
DIA MENGGIGITI SENDIRI TUBUHNYA, DAN KEMUDIAN MENGHISAP DARAHNYA. SETELAH LUKA ITU BERNANAH, MAKA DIA PUN MENGHISAPNYA. ANEHNYA, SETELAH MENGHISAP DARAH DAN NANAHNYA SENDIRI, TUBUHNYA YANG SEMULA LEMAH KEMBALI BERTENAGA…
Bagi seorang muslim yang beriman tentu akan menyambut gembira dan bahagia bila bulan suci Ramadhan tiba. Menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan selain hukumnya wajib, segala amal ibadah dibulan yang suci tersebut di balas oleh Allah SWT dengan ganjaran berlipat ganda.
Kendati demikian, masih banyak saja orang yang merasa malas berpuasa maupun mengerjakan amal ibadah lainnya yang sangat dianjurkan dalam agama.
Tapi ada yang lebih memprihatinkan lagi, sudah tidak berpuasa dan shalat tarawih, ditambah lagi tidak menghormati terhadap orang yang sedang mengerjakan ibadah puasa. Misalnya, berjualan makanan atau minuman di siang hari secara terbuka, yang secara sengaja melayani bagi mereka yang tidak berpuasa atau ingin berbuka puasa di siang hari.
Di derah Kalsel, warung yang secara khusus buka di siang hari di bulan Ramadhan ini lebih dikenal dengan sebutan Warung Sakadop. Berikut ini sebuah kisah yang kejadiannya berlangsung sudah cukup lama. Semoga cerita ini dapat menjadi contoh dan pelajaran bagi kita semua, agar tidak berbuat yang sama.
Sebut saja Dasima, dan suaminya bernama Pak Darto. Pasangan suami isteri yang samasama tidak tamat SD ini sejak remaja sangat malas mengerjakan ibadah puasa maupun shalat lima waktu, apalagi shalat tarawih. Celakanya lagi, sudah tidak mau berpuasa, malah membuka warung makan di siang hari, yang secara sengaja melayani para pembeli yang tidak berpuasa.
Sejak belasan tahun, dan sudah menjadi kebiasaan yang dilakoni oleh Dasima dan Pak Darto yang selalu membuka Warung Sakadop pada setiap bulan Ramadhan. Padahal sebenarnya Dasima tahu betul bahwa pekerjaannya tersebut melanggar peraturan daerah yang berlaku, juga bertentangan dengan etika kehidupan di kampungnya.
Adapun alasan Dasima mengapa dia berjualan nasi sejak pagi di bulan Ramadhan adalah karena selain dagangannya sangat laris, juga tentunya untungnya lebih besar. Bahkan untungnya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari berjualan di luar bulan Ramadhan.
Masyarakat sekitar, bukannya tidak perduli dengan apa yang dilakukan Dasima bersama suaminya. Pak RT pun sudah menegur dan menasihatinya secara baik-baik. Namun tegurar Pak RT tersebut tidak digubrisnya, malahan Pak RT sendiri yang kena marah dan makian Pak Darto yang juga dikenal jagoan di kampung tersebut.
Demikian juga Pak Lurah bernasib sama dengan Pak RT. Bahkan Pak Darto sempat mengancam bagi siapa saja yang turut campur atau menahalang-halangi usaha Warung Sakadopnya. Akhirnya, tak seorang pun ada yang berani menegur keberadaan Warung Sakadop Dasima dan suaminya.
Karena teguran Pak RT dan Pak Lurah tidak diindahkan Pak Darto dan isterinya, akhirnya ada seorang guru agama yang masih famili dengan Pak Darto turun tangan untuk menasihatinya. Namun ternyata, lagi lagi Pak Darto membangkang. Bahkan kali ini Ustadz Hamid terkena bogem mentah Pak Darto. Akhirnya Ustadz pun dibuat tak berkutik.
“Kamu jangan mentang-mentang seorang, ustadz dan masih famili dengan saya, lantas seenaknya turut campur dan ikut-ikutan melarang saya membuka Warung Sakadop,” ujar Pak Darto dengan lantangnya.
“Saya hanya sekedar mengingatkan bahwa yang kamu lakukan itu sangat mengganggu bagi yang sedang menjalankan ibadah puasa dan tidak dibenarkan dalam agama, jawab Ustadz Hamid dengan lemah lembut.
“Sekali lagi, aku ingatkan! Bila Ustadz ikut campur, akibatnya lebih parah lagi!” Bentak Pak Darto.
Sejak itu, keberadaan Warung Sakadop Dasima berjalan lancar, dan tidak ada warga yang berani mengusiknya lagi. Bila ada warga yang berani ngomel-ngomel di pinggiran jalan tentang Warung Sakadop dan sampai ke telinga Pak Darto, maka orang itu pasti akan mendapat celaka.
Anehnya, semakin banyak warga yang membenci perbuatan Dasima dan suaminya itu, tampaknya semakin banyak pula orang yang datang berbelanja di Warung Sakadopnya. Hal ini tentu saja membuat suami isteri ini semakin berani sesumbar dan bersikap angkuh terhadap warga sekitar.
“Setiap Ramadhan saya tidak pernah puasa. Lagi pula kalau usaha Warung Sakadop ini memang tidak diridhai Tuhan, lalu mengapa dagangan saya semakin laris dan untungnya pun semakin besar,” celoteh Dasima suatu hari kepada warga sekitar.
Warga yang kebetulan mendengar ucapan takabur Dasima itu hanya diam saja, takut kalau salah bicara. Mereka lebih baik mengambil sikap menghindar.
Sebelum hari raya Idul Fietri kala itu, Pak Darto mengganti motor bututnya dengan yang baru. Begitu juga TV yang semula berukuran 14 inchi diganti dengan yang lebih besar, lengkap dengan antena parabolanya. Karuan saja, Dasima semakin menjadi-jadi angkuhnya dan menjadi lupa diri.
Pada malam hari lebaran, masyarakat ramai berkeliling kampung memukul beduk dan takbiran, sebagai pertanda bahwa pada besok hari, jatuh hari raya Idul Fitri. Sementara itu Dasima dan suaminya sibuk menghitung uang hasil Warung Sakadopnya selama sebulan.
Kehidupan mereka berdua memang benarbenar jauh dari ajaran agama, walaupun dalam segi materi tergolong berkecukupan. Di malam lebaran, Dasima dan suaminya seperti biasa tidur dengan pulas. Maklum siangnya seharian bekerja di warung, nyaris tak ada sepi-sepinya.
Pada sekitar pukul 05.00, mereka biasa bangun dan bersiap-siap untuk membenahi Warung Sakadopnya yang ada di depan rumah. Namun tiba-tiba, mereka kaget, karena motor baru dan televisi yang juga baru tidak ada lagi di tempatnya.
Dengan spontan, Dasima berteriak, “Tolong… tolong… ada maling! Motor baru saya hilang!”
Akhirnya warga yang semula mau pergi ke mushola untuk shalat Subuh, pada berdatangan, dan menyaksikan Dasima menangis-nangis sambil ngomel tidak karuan. Apalagi setelah Dasima mengetahui bahwa perhiasan emasnya juga ikut raib dibawa maling. Dia pun semakin mengeraskan suara tangisnya.
“Ini pasti perbuatan orang yang iri dan dendam dengan kami. Dan kami akan buat perhitungan nanti. Pokoknya maling tersebut harus celaka di tangan kami!” Ancam Dasima di depan beberapa warga yang ada ketika itu.
Mendengar ucapan Dasima tersebut, akhirnya warga pun segera pergi ke mushola tanpa berkomentar apapun.
Dengan hilangnya barang-barang berharga milik mereka, memang cukup membuat mereka stres. Bahkan akhirnya Dasima pun jatuh sakit.
Semakin lama penyakitnya semakin parah dan tidak ada tanda-tanda untuk sembuh. Tapi anehnya, dokter pun tidak tahu persis jenis penyakit apa sebenarnya yang diderita oleh Dasima.
Ya, penyakit Dasima benar-benar aneh, bahkan beberapa dukun hebatpun menyerah untuk mengobatinya. Demikian juga warga kampung sekitar tak ada yang tahu jenis penyakit itu.
Tapi ada seorang warga yang berpendapat bahwa Dasima itu bukan terkena penyakit biasa melainkan terkena azab Allah akibat dia suka meninggalkan puasa di bulan Ramadhan.
“Anehnya, selama sakit Dasima pun maunya minum air yang kotor. Bila suhu badannya meninggi, maka ia suka menggigit-gigit tubuhnya sendiri dan segera mengisap-isap darahnya. Bahkan dia juga suka menggigit-gigi koreng serta menghisap nanahnya.
Sungguh menjijikan, akibat perbuatannya yang aneh itu ditubuh Dasima banyak sekali terdapat koreng-koreng bekas gigitannya sendiri Jika tidak diluluskan segala kemauannya yang aneh-aneh dan menjijikan itu, maka dia akan memberontak, mengamuk dan berteriak-teriak. Namun dia juga sering melakukan semua itu pada saat Pak Darto lengah atau tidak ada di dekatnya.
Memang pada mulanya tak seorang wargapun yang tahu apa sebenarnya yang diderita Dasima. Karena selain warga merasa enggan untuk menengoknya, juga Pak Darto sendiri melarang warga untuk menengok isterinya.
Mungkin Pak Darto merasa malu atau risih dengan penyakit aneh isterinya itu, atau barangkali dia malu atas perbuatannya selama ini dengan warga sekitar.
Namun, lama kelamaan, akhirnya warga sekitar mengetahui juga segala apa yang dialami dan diderita oleh Dasima. Karena Pak Darto sendiri tidak mungkin untuk terus menutup-nutupinya, apalagi harus merahasiakan selamanya segala apa yang diderita isterinya itu.
Tubuh Dasima yang dulunya gemuk berubah menjadi kurus kering seperti tinggal tulang saja. Tubuh itu juga mengeluarkan bau busuk dan tercium hingga keluar rumah. Selain karena jarang mandi, juga karena banyaknya koreng-koreng yang membusuk dan bernanah di tubuhnya. Anehnya lagi, koreng-koreng tersebut tidak pernah sembuh-sembuh, walau dokter sudah sering berupaya untuk mengobatinya.
Entah berapa banyak sudah uang yang dikeluarkan Pak Darto untuk biaya pengobatan isterinya, baik itu ke dokter, pengobatan tradisional, ke dukun maupun ke orang-orang pintar lainnya. Namun hasilnya tetap saja nihil. Jangankan mau sembuh, kondisi Dasima malah semakin parah.
Semakin hari, kondisinya semakin memprihatinkan dan tampak sekarat, tapi anehnya jika mau menggigit-gigit tubuhnya atau menghisap arah maupun nanah, maka dia tampak kuat dan beringas seperti orang kesetanan.
Bahkan salah seorang warga yang kebetulan membesuknya, merasa kaget bercampur takut, ketika melihat Dasima dengan beringas dan lahapnya mengisap koreng di tubuhnya. Setelah itu, Dasima tampak seperti segar bugar. Namun beberapa lama kemudian, kondisi tubuhnya kembali tak berdaya seperti orang sedang sekarat.
Penderitaan Dasima benar-benar menyedihkan dan mengenaskan. Setiap warga yang membesuknya pasti merasa iba, kendati Dasima sendiri dulu sering membuat kecewa warga sekitar.
Seandainya pemberian maaf seluruh warga kampung dapat menyembuhkan penderitaan yang dialami Dasima, pasti warga akan melakukannya.
“Jangan-jangan tingkah laku aneh Dasima itu akibat dia mengabaikan perintah Allah, yaitu kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan yang selalu dia tinggalkan. Bahkan seenaknya membuka Warung Sakadop.
Dulu para orang tua sering berkata bahwa makanan dan minuman bagi orang yang tak mau berpuasa, dihari akherat nanti adalah darah dan nanah. Nah, jangan-jangan perkataz tersebut ada benarnya juga,” kata Ibu RT pada warga lain sepulangnya membesuk Dasima.
Sesampainya di rumah, Ibu RT tersebut menceritakan semua yang dialami Dasima kepada suaminya. Dan tak lupa pula dia menghubung-hubungkan penyakit Dasima itu dengan kata-kata orang tua dahulu yang berupa nasihat kepada anak-anaknya, agar jangan sampai meninggalkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.
“Ya, benar, Bu. Semasa saya kecil, orang tua juga pernah bilang kalau kita tidak suka berpuasa, maka di hari akhirat nanti akan diberi minuman berupa darah dan nanah,” kata Pak RT.
“Bagaimana kalau Bapak pergi ke rumah Ustadz Hamid untuk menceritakan tentang keadaan Dasima. Siapa tahu dia bisa mencarikan jalan terbaiknya,” pinta sang isteri.
Karena tak tega mendengar segala penderitaan yang dialami Dasima, maka Pak RT pun segera pergi menemui Ustadz Hamid yang kebetulan juga masih famili dengan Dasima.
Walaupun Ustadz Hamid pernah dicaci maki dan dicelakai oleh Pak Darto, namun dia dengan rendah hati mau membesuk Dasima, bahkan dia pun sudah memaafkan semua kesalahan mereka berdua.
Sementara itu, melihat Ustadz Hamid datang ke rumahnya, maka Pak Darto segera menyongsongnya di depan pintu dan langsung merangkulnya sambil menangis.
“Ustadz, ampuni saya dan isteri saya. Tolonglah isteri saya. Saya berjanji, menuruti apa saja yang dikatakan Ustadz!” Ucap Pak Darto sambil menangis.
“Ya, sudahlah! Kamu tidak perlu meminta maaf kepada saya. Minta ampun dan bertaubatlah kepada Allah SWT. Kerjakan apa yang diperintahkanNya dan tinggalkan semua apa yang dilarangNya,” jawab Ustadz Hamid dengan ramah dan bijak.
Baru saja mau duduk, Ustadz Hamid menjadi kaget ketika melihat Dasima dengan beringasnya menggigit koreng dan mengisap darah serta nanahnya. Suaranya mendengus dan sorot matanya tajam serta liar seperti binatang buas yang tengah menerkam mangsanya.
Sebenarnya Ustadz Hamid mau berupaya mencegahnya, tapi tubuhnya keburu didorong Dasima dan terjatuh.
“Masya Allah, ini bukan penyakit biasa,” Gumam Ustadz Hamid.
Beberapa saat kemudian, tubuh Dasima menjadi tenang setelah disembur dengan air putih oleh Ustadz Hamid.
“Dasima, bertaubatlah sebelum terlambat. Bacalah dua kalimat Syahadat dan beristigfarlah sebanyak-banyaknya!” Ucap Ustadz Hamid didepan telinga Dasima.
Kata-kata Ustadz Hamid yang berulang kali itu, entah didengar atau tidak, yang jelas Dasima hanya diam dengan mata terpejam. Tidak beberapa lama kemudian, tingkah laku Dasima kembali terlihat beringas dengan sorot mata yang liar. Ini menandakan dia akan beraksi untuk menggigit koreng-koreng di tubuhnya. Mulutnya tampak dimoncong-moncongkan dengan suara mendesah-desah sepeti mau menyedot atau menghirup sesuatu. Ustadz Hamid dan Pak Darto pun bersiap-siap untuk memegang tangan dan kepalanya.
Akan tetapi, rupanya Dasima yang sudah lama menderita sakit dan sangat parah itu masih mempunyai tenaga yang sangat kuat. Buktinya, Ustadz Hamid dan Pak Darto tidak mampu melawan pemberontakan Dasima.
Akhirnya, Ustadz Hamid pun pamit untuk pulang, dan berjanji besok dia akan kembali lagi.
Rupanya, tanpa sepengetahuan Pak Darto, Ustadz Hamid langsung berangkat untuk menemui seorang Kyai yang berada di kampung sebelah. Maksudnya tidak lain adalah untuk meminta bantuan atau mengkonsultasikan tentang keadaan yang dialami Dasima.
Pagi itu sekitar pukul 09.20, Ustadz Hamid sudah tiba di rumah Pak Darto, dan terdengar dari luar suara teriakan Dasima sambil memberontak. Karenanya Ustadz Hamid mempercepat jalannya untuk masuk dalam rumah, sementara Pak Darto disuruh memanggil tetangga untuk dimintai bantuan guna membantu memegangi tubuh Dasima yang sedang memberontak.
Kemudian Ustadz Hamid segera menyemburkan air putih dan memberi Dasima minum secara paksa. Ternyata, air yang merupakan pemberian seorang Kyai itu langsung disemburkan oleh Dasima ke wajah Ustadz Hamid.
Ustadz Hamid pun kembali memberikan at minum untuk yang kedua kalinya. Sekali ini ia langsung menutup mulut Dasima dengan kuat sehingga air tersebut benar-benar bisa tertelan ke dalam perutnya. Dasima yang semua beringas akhirnya berubah tenang.
Setelah keadaan Dasima terlihat tenang, maka dia pun dengan setengah merintih meminta darah dan nanah untuk diminumnya. Permintaan yang aneh ini tentu tak dikabulkan oleh Ustadz Hamid. Malahan, dia menggantinya dengan air putih yang sudah diberi doa oleh seorang Kyai. Minum yang kali inipun mulut Dasima kembali harus ditutup rapat dan kuat, agar tidak disemburkan keluar.
“Ustadz, minta lagi airnya yang banyak, saya sangat haus. Kerongkongan saya terasa kering. Cepat, Ustadz!” Pinta Dasima dengan tubuh gemetar.
Akhirnya, Dasima menghabiskan air minum sebanyak enam gelas. Dan itupun masih minta lagi.
“Sudah minumnya, Dasima. Kamu sudah terlalu banyak minum,” kata Ustadz.
“Tidak, Ustadz. Pokoknya saya mau minum lagi. Saya masih sangat haus, dan saya juga kepanasan!” Ucap Dasima.
“Ya, bolehlah, tapi segelas ini yang terakhir!” Jawab Ustadz.
Setelah gelas terakhir itu, keadaan Dasima menjadi tenang kembali, namun-beberapa saat kemudian di mulutnya tampak keluar air berbusa, yang disembur-semburkan dengan suara mendengus-dengus. Tubuhnya tampak bergetar dan menggelepar-gelepar seperti orang menahan sakit yang teramat sangat.
Sorot mata Dasima melotot ke atas tanpa berkedip. Sementara tangannya memegangi tangan suaminya, karena saking kuatnya, kulit pergelangan tangan Pak Darto terkoyak dan luka-luka. Rupanya Dasima benar-benar sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.
Melihat kondisi Dasima yang tampak semakin sekarat, maka Ustadz Hamid pun segera mengucapkan zikir ke telingannya.
“Dasima, sebutlah nama Tuhan: Laa ilaha illallaahh… Muhammadar Rasulullah…”
Namun betapa kagetnya Ustadz Hamid, karena dengan tiba-tiba darah segar keluar dari mulut Dasima dan muncrat ke atas hingga hampir satu meter tingginya.
Akhirnya, wajah Dasima pun penuh dengan darahnya sendiri, dan bahkan semburannya mengenai sebagian dinding kamar maupun tubuh Pak Darto dan Ustadz Hamid, serta beberapa tetangga yang berada di situ
Darah Dasima itu mengeluarkan bau yang sangat busuk, sehingga membuat beberapa orang langsung muntah-muntah. Setelah menyemburkan darah dari mulutnya, tubuh Dasima tak bergerak lagi, begitu juga nafasnya tak ada lagi tanda-tanda berhembus. Hanya matanya masih terbelalak dan melotot ke atas.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raajiiun!” Ucap Ustadz Hamid pelan dengan wajah sendu. Yang lain diam membisu. Hanya Pak Darto yang menitikkar air matanya.
Detik-detik kematian Dasimah sungguh menyakitkan dan Mengenaskan. Inikah balasan atau azab Allah bagi orang yang suka meninggalkan ibadah puasa di bulan Ramadhan? Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)