Kisah Mistis: MISTERI WAFATNYA SULTAN AGUNG
AJAL MEMANG DI TANGAN TUHAN. NAMUN, KEMATIAN SULTAN AGUNG YANG AGAK TIBA-TIBA ITU MENGGAGALKAN CITA-CITANYA UNTUK MEMBASMI BENIH-BENIH PENJAJAHAN BELANDA. ADA KEJADIAN MISTERIUS APA, DENGAN KEMATIANNYA YANG TIBA-TIBA TERSEBUT…?
SULTAN AGUNG naik tahta pada tahun 1613-1645, setelah menggantikan Mas Jolang yang bergelar Sultan Agung Hanyokrowarti. Pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, mula-mula berpusat di Kerta setelah pindah dari Kotagede, dan kemudian ditetapkan di Plered. Naik tahtanya Raden Mas Rangsang, nama kecil beliau, langsung dihadapkan pada berbagai pemberontakan dari Brang-Wetan. Bahkan musuh bebuyutannya, Surabaya dengan dibantu Kediri, Tuban dan Pasuruan, pada tahun 1614 berani menggempur Mataram. Namun berhasil dihancurkan oleh pasukat Mataram di Wirosobo (Mojokerto). Akhirnya Brang-Wetan hingga Madura berhasil ditaklukkan.
Dalam usahanya untuk mempersatukan Jawa dan melanjutkan Dinasti Demak, dia juga mengaku berhak pula atas Banten. Tahun 1628 serangan terhadap Batavia dilakukan, namun gagal karena kurang terjaminnya perbekalan. Walau pada tahun 1629 serangan yang kedua juga gagal, tapi, Sultan Agung tak putus asa. Beliau bahkan mempersiapkan serangan ke tiga terhadap Batavia. Sayangnya, ketika persiapan terakhir sudah hampir selesai, beliau wafat dalam usia 55 tahun. Tepatnya pada1645.
Kematiannya yang agak tiba-tiba ini menggagalkan cita-citanya untuk membasmi benih-benih penjajahan Belanda. Ada kejadian misterius apa, dengan kematiannya yang tiba-tiba tersebut?
Saat penyerangan ke Batavia, menurut Ade Sukirno, SPP dalam bukunya “Pangeran Jayakarta, Perintis Jakarta Lewat Sejarah Sunda Kelapa, menyebutkan ada upaya memulihkan kekuasaan yang pernah direbut Pangeran Jayakarta dan tidak berhasil di raih Mataram.
Pasukan Mataram dan lainnya kembali menuju Karawang. Sementara itu, Sultan Agung memisahkan diri dan pindah ke wilayah Bogor. Agar jejaknya tidak tercium, menurut kepercayaan masyarakat setempat, di pemukiman barunya, konon Raja mataram ini menyamar sebagai anggota pasukan biasa.
Sejak dikhianati pasukan Sunda dan hijrah ke Bogor, Sultan Agung dikabarkan wafat. Saat itu tahun 1646 atau saat berlangsungnya pembuatan lumbung beras di Karawang. Jenazahnya “dikabarkan” dibawa pulang ke Mataram oleh pasukannya. Konon, jenazah dimaksud bukanlah badan sang raja, melainkan jenazah seorang panglima perangnya yang gugur melawan Belanda. Sampai sekarang banyak pihak beranggapan bahwa Sultan Agung wafat di Karawang dan di kebumikan di pemakaman para raja di Imogiri, Yogyakarta.
Semasa dalam pengasingan di wilayah Bogor, dia terus mengamati perkembangan Jayakarta yang telah berganti nama menjadi Batavia. Dengan sisa-sisa pasukannya, dia ingin melihat Batavia suatu saat nanti direbut kembali dari tangan penjajah.
Sebelum wafat, Sultan Agung masih merasa yakin bahwa generasi penerusnya kelak akan mampu mengusir penjajah dari Batavia atau Jayakarta. Karena itulah, pesan yang selalu disampaikan kepada sisa-sisa pengikutnya yang setia untuk tetap tidak berkompromi dengan Belanda, serta berupaya terus memelihara semangat persatuan.
Setelah itu dia wafat dengan tenang. Petilasannya tetap lestari di tepi Sungai Cisadane di wilayah Ciampea, Bogor hingga sekarang. Tidak jauh dari petilasan raja besar Mataram itu, di seberang Sungai Cisadane, terdapat pula peristirahatan Pati Unus atau Pangeran Laut yang pernah menyerang Sunda Kelapa bersama pasukan gabungan pimpinan Fatahillah.
Sultan Agung bukan saja raja yang besar dan panglima perang yang ulung. Dalam hal kerohanian pun banyak pula jasanya. Setelah penaklukkan Madura, dia mengambil gelar Susuhunan atau Sunan, gelar yang hanya dipakai para wali.
Dengan gelar tersebut beliau menunjukkan kekuasaannya dalam lapangan agama. Guna memperkokoh kedudukannya sebagai pimpinan Islam, Sultan Agung mengirimkan utusan ke Mekkah yang pada tahun 1641 kembali ke Mataram dengan membawa gelar Sultan Abdul Muhammad Maulana Matarami baginya, dan ahli-ahli agama untuk menjadi penasihatnya. Dan sebagai seorang muslim, Raja Agung ini selalu mentaati ibadah dan menjadi contoh dengan tiap Jum’at melakukan shalat bersama rakyatnya.
Dalam Babad Nitik Serat Cebolek Kanjeng Sinuhun Sultan Agung ing Mataram, yang ditulis oleh GBN Buminoto dikisahkan, bahwa Sultan Agung adalah raja yang sakti dan tiap hari Jum’at senantiasa melaksanakan shalat Jum’at di Mekkah. Pada suatu hari beliau menemui Imam Agung Supingi (Khatib Masjid Mekkah) dan mengajukan permohonan apabila meninggal jasadnya ingin dimakamkan di dekat makam para Nabi.
Namun, permohonannya itu ditolak oleh Imam Supingi. Dengan perasaan kecewa pulanglah Sultan Agung ke tanah Jawa (Mataram). Sepeninggal Sultan Agung, di Mekkah pun terjadi pageblug. Wabah penyakit menular yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para pemimpin negeri Mekkah untuk menanggulangi pagebluk itu, namun semuanya sia-sia. Pada saat shalat Jum’at, Imam Supingi bertemu Sultan Agung. Dan dia diberi tahu oleh Sunan Kalijaga, bahwa wabah penyakit itu disebabkan oleh kekecewaan Sultan Agung yang telah ditolak permohonannya.
Kemudian, Imam Supingi memohon kepada Sunan Kalijaga supaya menyampaikan permintaan maafnya pada Sultan Agung. Oleh Sunan Kalijaga disarankan agar Sultan Agung membuat makamnya di daerahnya sendiri.
Dan berbekal gelu (sekepal tanah) dari makam Rasulullah, mulailah Sultan Agung mencari lokasi makam. Sekepal tanah itu dilemparkan kuatkuat ke Tanah Jawa, ternyata jatuh di sebuah bukit kecil. Tapi Sultan Agung memilih bukit yang lebih tinggi di sebelah timurnya, bukit Girilaya. Dan tahun 1630, Sultan Agung pun membangun tempat itu. Namun Pangeran Jumingah (Paman Sultan Agung) memohon agar dia diperkenankan dimakamkan di tempat itu. Sultan Agung kecewa dan menjawab: “Baiklah, kalau paman ingin dimakamkan di sini, saya persilahkan sekarang juga.”
Memang, tak lama kemudian sang paman meninggal dunia dan dimakamkan di tempat tersebut. Kemudian, Sultan Agung pun mencari bukit sebagai penggantinya, dan terpilihlah bukit Merak. Karena tandus, maka Sunan Kalijaga pun menancapkan tongkatnya pada sebuah batu dan mengeluarkan air. Akhirnya, tempat inilah yang kemudian dinamakan Pajimatan Imogiri, tempat di mana Sultan Agung dimakamkan. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)