Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: PATUNG DEWA KERA PEMBAWA BENCANA

Kisah Kyai Pamungkas: PATUNG DEWA KERA PEMBAWA BENCANA

KISAH nyata ini dituturkan oleh seorang pedagang benda-benda antik di kota Medan, Sumatera Utara. Persisnya dialami oleh seorang keponakannya, yang juga pembantunya dalam menjalankan kegiatan bisnis tersebut.

 

Sang keponakan yang ternyata memiliki kemampuan menyedot benda-benda pusaka dari alam gaib itu, suatu ketika berhasil mendapatkan sebentuk patung berwujud seekor kera, atau yang kemudian disebut sebagai Patung Dewa Kera. Nah, berawal dari penemuan patung inilah sebuah tragedi berbalut mistik terjadi. Bagaimanakah kisahnya? Berikut penuturan nara sumber kepada penulis…

 

Kebatinan tidak selamanya berhubungan dengan masalah religiusitas. Aku meyakini hal tersebut. Apalagi setelah mengalami hal-hal mistik yang berhubungan dengan kebatinan beberapa tahun yang lalu.

 

Dalam menjalankan profesi sebagai pedagang barang antik dan kuno aku dibantu oleh seorang ponakan, sebut saja namanya Saidin. Sejak remaja Saidin memang menyenangi dunia kebatinan dan ilmu bela diri plus tenaga dalam.

 

Sejak Saidin mengenal seorang suhu keturunan Tionghoa, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk melatih kebatinannya di rumah sang suhu tersebut. Hubungan keluargaku dengan Saidin mulai tidak harmonis, meskipun tidak disebut renggang. Salah satu alasannya, karena kadang-kadang Saidin muncul di rumah kami dengan membawa benda aneh yang diakuinya datang dari alam gaib. Benda-benda tersebut misalnya saja batu-batu cincin kuno yang dipercaya memiliki tuah tertentu bagi pemakainya. Ada pula keris kuno yang bertuliskan huruf Arab, peninggalan orang-orang dahulu kala.

 

Macam-macam lagi benda antik dan kuno yang katanya berhasil disedot dari alam gaib. Semuanya diserahkan Saidin padaku untuk dijual dan hasilnya dibagi dua.

 

Walau telah sekian lama menekuni profesi sebagai pedagang barang-barang antik, namun sebenarnya aku tidak terlalu percaya pada benda-benda begituan. Namun karena telah terlanjur menggeluti profesi pedagang barang kuno, mau tak mau, aku perlu mempromosikan barang-barang daganganku sambil menguraikan masing-masing tuahnya kepada calon pembeli.

 

Hari itu, Saidin datang kepadaku dengan membawa bungkusan dalam plastik ukuran besar. Di dalamnya berisikan sebuah patung berwujud kera. Dia menyebutkan, patung kera itu diperolehnya dari hasil meditasi di klenteng tua yang terletak di kawaasn Tanjung Morawa.

 

“Patung ini bukan untuk dijual. Saya harus menyimpannya baik-baik, sebab patung ini menyimpan kekuatan yang luar biasa,” kata Saidin. Dia mengaku akan memanfaatkan patung itu untuk suatu tujuan tertentu.

 

“Memangnya, apa tuah patung ini, Din?” Tanyaku, penasaran.

 

“Ah, nanti juga Abang tahu sendiri!” Jawabnya. Walau kudesak lagi, dia tetap tidak mau menjelaskannya.

 

Untuk sementara, patung yang menurut Saidin berusia sangat tua tersebut akan disimpannya di rumah. Dia memang menyimpan benda itu di dalam kamarnya yang selalu kosong, sebab dia selalu saja keluyuran entah kemana.

 

Malamnya, setelah Saldin menyimpan patung kera Itu, menjelang pukul 01.00 dinihari, aku tersentak kaget. Telingaku samar-samar mendengar suara gaduh dan berisik dari dalam kamar Saidin. Anehnya, yang mendengar hanya aku sendiri, sementara isteri dan anak-anak kulihat tetap lelap dalam tidurnya.

 

Dengan berjingkat kuberanikan diri keluar kamar menuju kamar Saidin yang letaknya di bagian belakang. Sambil mengendalikan

 

perasaan, aku mengintip dari lobang kunci pintu untuk mengetahui apa penyebab suara berisik itu. Kebetulan, lampu kamar itu tetap menyala, sehingga aku bisa melihat apa yang tengah terjadi di dalam kamar keponakanku itu.

 

Didekat ranjang ada kursi. Dan dikursi warna hitam kusam tersebut duduk seekor kera. Ya, kera yang sesungguhnya. Hewan itu bergerak-gerak, sebentar berdiri kemudian duduk lagi. Dia bolak-balik begitu sambil menyeringai kian kemari.

 

Darimana kera itu? Mengapa dia bisa ada di dalam kamar Saidin? Dari mana dia bisa masuk?

 

Dalam keadaan yang menegangkan, kuingat kalau tampang dan penampilan kera itu amat mirip dengan patung yang dibawa Saidin.

 

Aku masih terpana heran ketika kulihat sang monyet ternyata memegang suatu bentuk simbol yang sering terlihat di rumah-rumah ibadah agama Buddha. Saat itu aku spontan menduga, Saidin telah beralih keyakinan, karena telah memuja kera yang lazim dikenal sebagai Dewa Kera dalam kosmologi Buddha.

 

“Ya. Allah, apa sesungguhnya yang telah dilakukan Saidin?” Tanyaku dalam hati sambil mengangkat wajah dari lubang kunci. Nafasku tersengal-sengal, sementara jantungku berdegup tak menentu.

 

Manakala kuletakkan kembali mataku di lobang kunci, kulihat kera itu telah berwujud kembali menjadi patung. Aku pun segera berlalu.

 

Sepanjang malam itu aku nyaris tidak bisa memejamkan mata, meskipun suara gaduh dan berisik sudah tidak terdengar lagi.

 

Paginya, kebetulan Saidin muncul di rumah. Segera saja kuceritakan padanya semua kejadian yang kulihat tadi malam. Aku juga langsung mencercanya dengan pertanyaan apakah dia telah berpindah ke agama lain? Jika memang begitu, aku ingatkan padanya bahwa hubungan kekeluargaanku dengannya telah putus.

 

Meski Saidin bersikukuh mengatakan bahwa dirinya tetap Muslim, namun aku tidak begitu saja percaya. Bagiku, kalau kebatinan telah dikaitkan atau dipoles dengan agama tertentu, apa yang dinamakan kebatinan menjadi tidak murni lagi alias musyrik. Aku menganggap Saidin sudah menyimpang, karena akidahnya dibelokkan setan.

 

Begitulah. Sejak itu Saidin tidak pernah pulang lagi ke rumah. Konon kabarnya, patung itu terus saja dibawanya kemana pun dia pergi. Salah seorang rekan seperguruannya mengatakan bahwa patung kera tersebut telah dikeramatkan Saidin sedemikian rupa.

 

Katanya, Saidin sangat yakin bahwa patung yang diperolehnya dari hasil semedi tersebut memiliki aura kesaktian dan mampu mempengaruhi kondisi kejiwaan serta kebatinan pemiliknya.

 

Salah seorang rekan seperguruan Saidin,

 

sebuat saja namanya Sugandi, mengatakan bahwa ponakanku itu sering mengadakan prosesi ritual kembang menyan pada malam-malam tertentu. Memandikan patung Dewa Kera Sakti dengan air kembang tujuh rupa dan rempah perdukunan lainnya.

 

Sugandi pemah menyaksikan Saidin memperagakan aura kesaktian patung Dewa Kera yang dimilikinya. Katanya, kekuatan patung itu bisa menumbangkan sebatang pohon yang cukup besar dengan cara mencabut hingga ke akar-akarnya.

 

Sugandi juga bercerita, kalau sudah menyatu dengan kekuatan patung Dewa Kera, tempo-tempo Saidin bisa memanjat dinding tembok seperti layaknya seekor cicak. Ilmu kungfu yang dikuasainya semakin mantap karena dibantu aura kesaktian patung itu.

 

Memang, ilmu bela diri dari daratan Tiongkok tersebut pernah dijajal oleh Saidin ketika menghadapi keroyokan beberapa orang preman. Para pengeroyok dalam waktu yang relatif singkat dibuat babak-belur dan terkapar kesakitan.

 

Yang tak kalah aneh, sejak memegang patung langka tersebut, Saidin dikabarkan menjadi sosok yang pendiam, dan selalu ingin menyendiri masuk hutan. Sugandi pernah diajak bepergian ke Bukit Lawang yang beberapa tahun yang lalu dilanda bencana alam, banjir bandang. Begitu berada di sana, mereka berkemah di dekat hutan lindung. Pada siang hari kawanan kera sering turun dari pohon lalu bermain-main dan bercanda dengan Saidin.

 

Sementara pada malam hari, Sugandi mengaku sering menyaksikan penampakan korban-korban bencana alam di areal tempatnya berkemah dengan Saidin. Para korban itu melintas di depan kemah mereka dengan wajah dan tubuh yang tidak utuh, menyeramkan.

 

Paginya, Sugandi terlambat bangun. Dan dia tidak malihat Saidim dalam Lemah Lalu dia segera keluar untuk menemukannya. Namun dia tidak melihat rekan seperguruannya itu, kecuali kawanan kera yang pagi itu semakin ramai. Di antaranya, ada seekor kera yang besar dan penampilannya agak berbeda dari yang lainnya. Mungkin dia merupakan kepala kelompok dari kawanan kera-kera tersebut.

 

Sugandi masih sibuk melemparkan arah pandangannya berkeliling, ingin mencari di mana Saidin berada, ketika kepala kelompok kera tadi datang menghampiri dirinya. Agak grogi juga dia menghadapinya, sehingga merasa perlu siap siaga dengan ilmu bela diri yang pernah dipelajarinya.

 

Sepertinya kera besar itu ingin mengatakan sesuatu dengan bahasa batin. Dan Sugandi mampu menterjemahkan serta memahaminya. Bahwa kera yang kini berhadapan dengan dirinya adalah penjelmaan dari Saidin.

 

Menurut Sugandi, Saidin telah dikutuk menjadi seekor kera, karena telah melanggar pantangan. Malam tadi, patung Dewa Kera Sakti telah diboyong oleh arwah-arwah korban banjir bandang ke alam mereka.

 

Begitulah yang dituturkan oleh Sugandi padaku setelah pulang ke Medan dengan wajah pucat ketakutan. Laporan dari rekan seperguruan ponakanku tersebut tentu saja tidak langsung kupercayai sebelum aku menyelidikinya lebih lanjut.

 

Sampai suatu malam, ketika aku sedang berada sendirian di rumah, tiba-tiba datang seorang pria tua mengenakan pakaian mirip Orang-orang suci dari kuil Buddha di daratan Tiongkok.

 

Dia memperkenalkan dirinya sebagai suhu yang mengajarkan ilmu kebatinan kepada Saidin. Hanya saja, sang suhu ini berasal dari dunia lain. Di alam nyata, rohnya ternyata bersemayam pada patung berbentuk kera itu.

 

Sang suhu alam gaib itu mengatakan bahwa Saidin sebagai muridnya telah melanggar pantangan, sehingga dengan sangat menyesal wajib diberi hukuman dengan dijadikan sebagai seekor kera.

 

Cukup lama aku tertegun, karena keterangan tamu misterius ini sama persis dengan yang dilaporkan oleh Sugandi beberapa hari yang lalu. Sebagai pamannya, meskipun telah sempat memutuskan hubungan persaudaraan dengan Saidin, aku merasa sedih juga dan turut prihatin atas nasib malang yang menimpa dirinya.

 

Aku masih ingin menanyakan sesuatu ketika suhu kebatinan ponakanku tersebut lenyap dari pandanganku. Layaknya jailangkung saja, datang tak diundang, pergi tidak diantar.

 

Apakah aku berhalusinasi? Pertanyaan ini kembali membuatku ragu-ragu. Aku pun berniat mendatangi Bukit Lawang di mana Saidin berkemah dengan Sugandi hari itu. Namun, Sugandi enggan untuk menemuiku, sehingga aku cuma minta peta lokasi tempat kejadian itu berlangsung.

 

Begitu tiba di situ, tidak kutemukan seekor kera pun. Seorang lelaki paruh baya warga setempat yang kebetulan melintas, mengatakan bahwa sudah cukup lama kawanan kera tidak pernah muncul lagi di tempat itu. Persisnya sejak banjir bandang tempo hari. Mungkin ada kera-kera yang turut menjadi korban, sementara yang selamat mengalami trauma lalu menyingkir kehutanan yang lebih aman.

 

Lelaki paruh baya itu tampak tercenung ketika kuceritakan maksud kedatanganku yang sebenarnya. Dia lalu mengingat sesuatu yang terlupakan bahwa belum lama ini, ada dua orang asal Medan yang berkemah di situ. Apakah yang dimaksud adalah Saidin dan Sugandi?

 

Bisa jadi demikian, sebab orang itu mengaku melihat dua orang yang berkemah tersebut saat pulang cuma seorang saja.

 

“Kalau tidak salah, anak muda itu meninggalkan lokasi perkemahan dengan mengatakan bahwa temannya telah hilang,” kisahnya.

 

Aku langsung memastikan, yang dikatakan warga itu adalah Saidin dan Sugandi. Dan yang dinyatakan hilang adalah ponakanku sendiri.

 

Tapi apakah benar, Saidin telah dikutuk menjadi seekor kera? Kasus menghilangnya ponakanku ini hingga kini memang masih tetap menjadi misteri. Apalagi hingga saat Ini tidak pernah terdengar kabar beritanya lagi.

 

Karena kisah nyata ini merupakan aib bagi keluarga kami, aku mengharapkan agar kelak tidak dijadikan polemik. Apalagi kami dari pihak keluarga hingga saat ini masih mengharapkan agar Saidin dapat ditemukan kemball, terlepas apakah dia masih hidup ataukah sudah mati.

 

Hanya Sugandi yang tahu apa yang yang telah terjadi sebenarnya. Mungkin karena trauma, sejak kejadian ini dia sudah sulit aku temui. Mungkin, dia takut dijadikan saksi atas hilangnya Saidin. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Solusi Kyai Pamungkas: ILMU PENGERET HARTA

Kyai Pamungkas

Konsultasi Kyai Pamungkas: BERTEMAN DENGAN SEMUA, ATAU PILIH-PILIH?

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: STASIUN HANTU, CIJULANG

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!