Kisah Kyai Pamungkas: MISTIS DI BALIK PAGELARAN TAYUB
Desa Karangsari, Kec. Semin, Kab. D Gunungkidul, DI Yogyakarta, dikenai sebagai gudangnya kesenian Tayub (dulu istilahnya Ledhek). Ternyata, kesenian tradisional yang satu ini banyak menyimpan misteri, terutama di balik tariannya maupun pada diri si penari sendiri.
Citra tayub di masa lalu, terutama di zaman sebelum kemerdekaan memang sangat negatif. Tayub identik dengan dunia remang-remang yang penuh nuansa magis. Praptowiratno, 75 tahun, seorang tokoh dan pembina kelompok seni Tayub Lebdo Rini yang bermarkas di Desa Karangsari mengungkapkan, dunia Ledhek yang kini diistilahkan lebih santun sebagai Tayub, pada masanya pernah jaya dan pentas di mana-mana. Sgat itu Tayub dipentaskan pada perhelatan, nadzar maupun acara ritual seperti bersih desa.
Sejak dulu sudah ada kesan negatif bahwa Tayub identik dengan dunia pelacuran, karena penarinya konon mudah dikencani siapapun yang punya duit tebal. Begitu selesai pentas penari Tayub yang rata-rata cantik dan bertubuh seksi, selalu melihat antrian kaum lelaki hidung belang yang akan mengencaninya sampai di ranjang. Panjak yang mendampingi penari, kadang berperan ganda, juga sebagai mucikari bagi penonton yang ingin mengencani sang penari.
“Karena situasi waktu itu, kebiasaan semacam itu sudah biasa sehingga acara semacam itu. sering jadi ajang perkelahian memperebutkan sang penari,” kata Pak Praptowiratno.
Dengan adanya persaingan antar penari agar laris mentas, juga dibooking dengan harga mahal, maka mereka memasang susuk pada bagian-bagian tertentu di tubuhnya untuk daya tarik. Benda-benda magis ini bisa dipasang di pipi, bibir, pinggul dan bagian lainnya sehingga pengibing (penari laki-laki yang ikut menari) akan tergila-gila padanya.
Menurut Praptowiratno hal tersebut wajar dilakukan penari tayub untuk membuat daya tarik terhadap lawan jenis.
Hampir semua penari Tayub memang merangkap profesi lain yakni sebagai wanita panggilan. Karena pekerjaan ini tentu resiko lain akibat hubungan bebas itu adalah hamil, sedang profesi masih akan berlanjut. Karena itu banyak penari akan menempuh cara lain agar tidak hamil. Cara yang ditempuh bukan dengan alat kontrasepsi KB atau pil penggugur kandungan, tapi melalui pijat khusus yang dilakukan oleh ahli pijat secara supranatural. Dengan cara ini maka sang penari tidak akan hamil. Konon, pijatan dilakukan pada bagian rahim penari dengan cara menggeser mulut rahim sehingga ketika mengadakan hubungan seks, kehamilan akan terhindar. Sedang jika masih menginginkan hamil, posisi rahim dapat dikembalikan seperti semula.
“Tetapi tidak semua penari melakukan tindakan tersebut, semua itu tergantung dari karakter dan kepribadian sang penari. Tetapi kesan penari Tayub umumnya sudah telanjur dicap negatif,” ujar pak Prapto yang menangani seni Tayub itu sejak tahun 1945.
Pak Prapto menambahkan, penari Tayub yang melakukan pijatan khusus itu, rata-rata tidak mempunyai keturunan meskipun sudah resmi berkeluarga. Mungkin posisi rahim sudah telanjur pada posisi yang salah dan sulit dikembalikan pada posisi semula atau karena kondisi penarinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk punya anak. “Secara medis tindakan itu memang sulit dibuktikan kebenarannya, tetapi kenyataan yang terjadi seperti itu,” ujar pak Rrapto. Bagi penari Tayub yang berkeluarga, ada yang tetap melanjutkan profesinya ada pula yang berhenti dengan berbagai alasan. Namun rata-rata penari yang berkeluarga, jarang ada yang langgeng. Perkawinan mereka diwarnai cekcok dan cemburu hingga sulit untuk mempertahankan keharmonisan keluarga dan akhirnya bercerai.
Menurut Praptowiratno, hal itu dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya latar belakang penari Tayub dari ekonomi lemah dan rendahnya pendidikan (bahkan tidak ada yang sekolah sama sekali), wawasan terbatas sehingga sulit untuk meninggalkan profesinya dengan alasan sebagai sumber pendapatan keluarga. Akibatnya lebih cenderung menekuni profesinya dan keluarga terabaikan.
Penari-penari senior yang kini sudah pensiun seperti Mbah Gunem, 70 tahun, Ny. Ngatmi, 60 tahun, dan Ny. Trimo, 55 tahun yang kini masih hidup, pernah mengalami jaya sebagai primadona pada masanya. Mereka sering pentas berhari-hari. Dan kehidupan remang-remang pada waktu itu pernah pula dijalani. Meski enggan membeberkan hal ikhwal pijatan khusus yang membuat mereka tidak hamil, tetapi diakui memang ada pijatan khusus itu. Seperti Mbah Gunem, yang hingga kini tidak punya anak, mengaku pernah menjalani pijat khusus itu. Kini, pada usia senja dan menjanda, dia mengaku merasa kesepian karena tidak punya keturunan.
Seiring dengan perkembangan zaman, seni Ledhek itu dirubah baik dalam penampilan tari maupun cara menari pengiringya. Pak Prapto merubah tanpa mengurangi makna filosofisnya, jenis tarian tetap sedang antara penari dan pengibing dibuat jarak. Jika Tayuban prakemerdekaan antara penari dan pengibing dalam menari yang diiringi dengan irama tertentu, dapat merangkul dan mencium penarinya. Tetapi setelah kemerdekaan, tarian ini ditertibkan. Lagu-lagu pengiringnya pun jika sebelumnya dengan tembang-tembang yang jorok dan vulgar, kini dirubah dengan tembang pembangunan dan sebagainya. Yang punya semangat hidup harus lebih baik dan semangat membangun. Hal ini tidak lepas dari intervensi pemerintah Orde Baru yang kala itu sedang galak-galaknya membangun segala bidang.
Pak Prapto mengotak-atik bahwa dari kata ledhek menjadi kata Tayub berarti: “ditate ben guyup” atau diatur agar kehidupan ini rukun. Kemudian dalam tarian itu dibuat simbol-simbol dalam kehidupan, bahwa penari di tengah panggung (kehidupan) adalah sasaran atau tujuan yang harus dicapai dalam hidup oleh sang pengibing. Sedang pada empat sudut panggung dijaga empat orang, ini juga simbol empat nafsu yang harus disingkirkan bagi yang ingin mencapai cita-cita atau tujuan hidup. Empat nafsu tersebut adalah: aluamah (serakah), mutmainah (iri), amarah dan supiah. Ini dimaksudkan bahwa dalam kehidupan harus mampu mengendalikannya.
Dengan adanya renovasi itu, keberadaan Tayub mulai dapat diterima segala lapisan masyarakat, karena penampilannya lebih sopan. Meski penari tetap ada pengibingnya, tetapi justru yang menerima selendang sampur (selendang untuk menari) akhirnya mendapat kehormatan untuk menari. Dan pentas Tayub ini semakin mendapat tempat terhormat, misalnya menyambut tamu-tamu penting dan acara-acara yang bergengsi lainnya. Tidak jarang mereka menari dengan pengibing pejabat-pejabat penting mulai dari Camat, Bupati hingga para Menteri, Namun demikian, pentas-pentas yang rutin seperti acara bersih desa, nadzar dan acara lainnya masih sering dilakukan. ”
Sedang penari-penari tayub generasi muda, seperti Tarkini, Sutanti, Suwarni dan Bekti, sudah mengalami tayub “Orde Baru” artinya Tayub yang modern dengan tari-tari kreasi baru. Namun hanya sedikit menguasai tari Tayub yang asli.
Ditanya tentang susuk atau pijat, mereka mengaku tidak memerlukan semacam itu. Sepeti pengakuan Sutanti, 24 tahun, dan Suwarni, 23 tahun, mengaku pernah mendengar istilah itu tetapi zaman sekarang untuk apa. Sedang kalau laku ritual memang diakui masih dilakukan, misalnya puasa pada hari Senin dan hari Kamis, bagi Sutanti rutin dilakukan. Bahkan sehari sebelum pentas Tayub, harus melakukan puasa sehari semalam. Hal ini untuk menjaga diri dan memohon keselamatan pada Tuhan agar dalam menjalankan tugas diberi kelancaran dan keselamatan.
“Karena kami selalu pentas di luar daerah, biasanya kami permisi dulu dengan penunggu desa sebelum pentas. Misal pentas bersih desa, biasanya yang mbahureksa desa juga ikut nonton Tayub,” kata Suwarni.
Pada acara-acara ritual, penari harus lebih hati-hati, jika mental dan jiwa tidak kuat akan membuat pentas selalu ada gangguan-gangguan karena ulah makhluk halus. Maka dalam iringan musik pun harus menyesuaikan dengan acaranya. Karena pernah suatu ketika, pentas pada acara ritual bersih desa iringan musik awal pementasan tidak dengan tembang khusus, ada kejadian yang tidak diinginkan yakni ada penari yang kesurupan. Setelah gending yang dimaksud dibunyikan, yang kerasukan sembuh dan acara berlanjut dencan lancar. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)