Malam turun cepat di Nusakambangan. Matahari baru saja tenggelam di balik horizon Cilacap ketika perahu kayu kami menepi. Ombak pelan menghantam dinding karang, membawa aroma asin bercampur hawa lembap khas pulau terasing. Di antara pepohonan gelap yang tumbuh rapat, mulut Goa Ratu tampak seperti rahang hitam yang menunggu mangsa.

Beberapa warga lokal telah memperingatkan kami jauh sebelum berangkat:

“Jangan sampai masuk Goa Ratu malam Jumat Kliwon, Mas.
Asap Batu Gondomayit suka keluar…”

Peringatan itu terasa seperti pengalaman pahit yang diwariskan turun-temurun.

Batu Gondomayit dan Asap yang Tidak Wajar

Kami pertama bertemu Pak Wiryo (65), nelayan tua yang hampir setiap malam melaut di sekitar pulau. Tangannya bergetar saat menceritakan fenomena Batu Gondomayit.

“Asapnya macem-macem, Mas. Kadang tipis kayak kabut,
kadang tebel banget. Bauhnya nyegrak…
mirip bangkai manusia yang lama nggak ketemu.”
— Pak Wiryo

Menurut legenda Nusakambangan, asap itu muncul saat rapat besar kerajaan gaib digelar: malam Jumat Kliwon, Selasa Kliwon, dan paling kuat pada malam Satu Suro.

Begitu memasuki goa, suhu merosot drastis. Kabut menggantung seperti tirai tipis, dan suara tetesan air terdengar seperti langkah kaki yang meniru gerakan kami. Semakin dalam, semakin terasa ada sesuatu yang mengikuti.

Altar Rapat Lelembut

Di sisi kiri Goa Putri, kami menemukan altar batu datar yang berlumut, tampak jauh lebih tua daripada struktur goa. Tidak ada ukiran, namun bentuknya jelas bukan kebetulan.

Bu Tarmi (70), juru kunci Goa Ratu, menjelaskan:

“Itu tempat ngumpule roh.
Para lelembut kerajaan sering rapat di situ.
Dulu para sesepuh pesen, manusia jangan sembarang duduk di sana.”
— Bu Tarmi

Tidak lama setelah kami berada dekat altar, aroma anyir samar memenuhi ruangan. Hawa dingin bergerak tanpa arah, dedaunan kering bergeser sendiri seolah diinjak oleh kaki tak terlihat.

Dari arah lorong Batu Gondomayit, suara lirih terdengar: bukan rintihan, bukan desis, melainkan gumaman banyak suara yang saling menimpa.

Pengalaman Tim: “Ada yang Berjalan Lewat…”

Ketika mendekati Batu Gondomayit, uap putih mulai muncul dari celah batu. Tidak panas, tetapi dingin—sangat dingin.

Riko, anggota tim, berhenti tiba-tiba dan memegang bahunya.

“Tadi ada putih… cepat banget lewat depan senter,” bisiknya.

Suhu mendadak turun hingga napas tampak seperti asap. Benda-benda kecil bergerak sendiri, entah oleh angin atau sesuatu yang menyentuh wilayah itu.

Analisa Paranormal — Kyai Pamungkas

Rekaman suara, foto uap batu, dan laporan lapangan kami kirim kepada Kyai Pamungkas, paranormal agamis dari Condet yang berpengalaman menangani kasus gaib Nusantara.

“Itu asap bukan milik alam.
Itu energi entitas kelas tinggi.
Biasanya penjaga batas antara alam manusia dan alam halus.”
— Kyai Pamungkas

“Bau bangkai itu tanda jalur arwah tersesat.
Makhluk halus memakai aroma untuk menandai wilayah kekuasaan.”
— Kyai Pamungkas

“Altar itu semacam balairung rapat.
Manusia yang masuk pada waktu tertentu
akan dianggap mengganggu.”
— Kyai Pamungkas

Beliau memberi pesan agar selalu menjaga sikap ketika memasuki wilayah seperti ini.

“Jangan menantang, jangan memanggil.
Bacalah Al-Fatihah, Ayat Kursi, lalu niatkan perlindungan.
Kalau merasa dipanggil dari arah kabut, jangan menoleh.
Jalan lurus dan keluar dari wilayah itu.”
— Kyai Pamungkas

Beliau juga menyarankan membawa daun kelor atau garam resek sebagai penyeimbang energi.

Kesimpulan Investigasi

Goa Ratu bukan tempat wisata biasa. Ia adalah ruang pertemuan entitas kuno, tempat keluarnya asap gaib Batu Gondomayit, pusat aktivitas energi kuat dan aroma tidak wajar, serta salah satu titik paling angker di Nusakambangan.

Setelah menyusuri lorong-lorong gelapnya, kami memahami satu hal:

Goa Ratu bukan sekadar ruang kosong… Ia hidup. Ia memperhatikan. Dan ia menilai siapa yang masuk ke dalamnya.

Laporan: Tim Jelajah Mistis & Spiritual Nusantara — PARANORMAL-INDONESIA.COM
Wawancara: Pak Wiryo, Bu Tarmi
Konsultasi: Kyai Pamungkas (Condet)