Panggonan Mistis: TANJAKAN KRUMPUT, BANYUMAS
Jika anda bepergian keluar kota dan kebetulan melintas di jalur selatan Jogjakarta, Purworejo, Kebumen, ataupun kota-kota lainnya dan hendak menuju ke wilayah Pantura melalui kota Kripik Purwokerto. Begitu sampai di wilayah Buntu, maka kendaraan anda di arahkan ke kanan seperti papan rambu-rambu yang tertera di jalan raya untuk menuju arah Purwokerto. Begitu pula sebaliknya. Nah, Jika pengendara mobil yang sudah terbiasa melalui jalur ini, maka tidak akan kaget atau heran dengan tanjakkan Krumput Banyumas. Tapi bagi pengendara pemula atau yang belum pernah melintasi wilayah ini, maka harus ekstra hati-hati karena kondisi jalanan yang berkelok-kelok, menanjak serta menurun dengan tikungan-tikung. tajamnya, yang tentunya tidak jarang menelan korban kecelakaan lalu lintas…
Namun tidak hanya itu keadaan jalan di wilayah Krumput Banyumas, melainkan adanya tradisi setiap pengendara yang melintas harus melemparkan uang recehan atau berapapun jumlahnya ke jalanan. Hal ini sebagai suatu syarat dengan tujuan demi keselamatan diri dalam berkendara di saat melintas di wilayah itu.
Sebab ada keyakinan di kalangan pengemudi jika tidak buang uang recehan, akan sial dan bisa celaka di tempat itu.
Tidak siang, tidak pula di malam hari. Di sepanjang kurang lebih 13 Km jalan yang membentang dari arah utara tepatnya dari perbatasan Desa Karang Rau, Desa Pageralang hingga ke wilayah perempatan Buntu, yang menghubungkan Purwokerto dengan Kota-kota di jalur Selatan seperti Kebumen, Purworejo, Jogjakarta dan kotakota lainnya itu, selalu ramai kendaraan yang melintas dan juga adanya pemandangan lain yaitu maraknya pengemis dadakan.
Uniknya, pengemis di wilayah jalur ini tidak seperti pengemis di tempat-tempat lam yang selalu meminta secara paksa atau menengadahkan tangannya kepada setiap mobil yang melintas di jalan itu. Tapi mereka hanya akan berdiam diri di tepi jalan dengan cukup mengamatinya, dan uang recehan itupun akan menggelinding dari jalanan aspal yang dilemparkan orang dari dalam mobil.
Meski cukup banyak komunitas pengemis dadakan, sekitar seratusan orang lebih itu, tapi penghasilan mereka dari memungut uang di tepi jalan Itu bisa mencapai Rp. 30 ribu hingga Rp. 50 ribu perorang dalam seharinya. Para pengemis itu tidak saja didominasi kaum tua renta tapi anak muda hingga anak-anakpun ada di sana.
Bahkan menurut penuturan Sugiman (54), salah satu pengemudi truk gandeng yang tinggal di RT.01/RW.03, Grumbul Wates, Desa Karang Rau, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah itu. Maraknya pengemis di sepanjang jalur utama itu sudah sejak puluhan tahun silam.
“Mereka sebenarnya tidak terlalu miskin amat, mas. Mereka punya rumah dan punya ladang, tapi entah mengapa mereka lebih senang nongkrong di pinggir jalan raya munguti uang receh buangan dari supir atau kendaraan bermotor yang melintas. Keberadaan mereka dengan pekerjaan seperti itu sudah sejak tahun 1980 an. Hal semacam itu bukan karena tidak ada sebah musababnya,” kata Sugiman, yang bekerja sebagai supir truk pembawa oli dari pertamina. Mereka itu bukan warga dari tempat jauh yang mengembara dengan tujuan mengemis tuturnya lebih lanjut, mereka itu warga di dua desa yaitu Desa Karang Rau dan Desa Barparadiang yang merupakan tetangga desa. Selama dua puluh empat jam jalur itu selalu ramal dengan pengemis. Di malam hari, ujarnya, dengan mengandalkan lampu teplok atau obor, dan tidak lupa selalu membawa payung untuk mengantisipasi datangnya hujan, mereka duduk-duduk di tepi jalan.
“Yang bikin saya prihatin mas, sering saya melihat mereka membawa anak kecil di malam hari, entah apa maksudnya. Sedangkan kebiasaan mereka itu bukannya tidak menjadi perhatian serius dari pemerintah desa maupun pemkab Banyumas, karena dianggap memalukan. Sehingga beberapa kali mereka dirazia oleh Satpol PP Kabupaten. Tapi yaa tetep saja menjamur lagi,” terangnya.
Sementara Itu, menurut keterangan Ketua Dusun (Kadus) III Desa Karang Rau, Sardjono, yang wilayahnya juga termasuk sebagian darj jalur tersebut tepatnya dari tapal batas (Tapal wates) hutan ke arah utara, bahwa pernah terjadi kesurupan dari petugas Satpol PP yang mencoba bertindak tegas terhadap warga yang meminta-rninta itu.
“Penertiban oleh satpol PP itu terjadi untuk yang terakhir kalinya yakni sekitar tahun 2007. Pemkab Banyumas yang merasa malu dengan adanya warga di wilayahnya menjadi pengernis di daerahnya sendiri, mencoba menertibkan dengan memerintahkan petugas Satpol PP. Tapi malah petugasnya kesurupan,” cerita Sardjono.
Di saat sedang “menyapu bersih” pengemis di jalur itu, ucapnya kemudian, salah seorang Satpol PP malah kesurupan. Disaat kesurupan itu, si petugas tersebut mengucapkan beberapa kalimat yang akhirnya menjadi petunjuk bagi Pemkab dikemudian hari.
“Petugas yang kesurupan berucap, tolong biarkan mereka seperti itu, karena itu semua atas ijin saya (penunggu ghoib daerah Krumput, red). Kalau mereka masih tetap diganggu maka penunggu ghoib itu akan marah. Sejak Itulah, akhirnya mereka kami biarkan saja tanpa ada razia lagi,” ungkap Sardjono.
Sejak itulah, menurut Sardjono jalur sepanjang 10 Km itu tidak pernah lagi di razia oleh petugas Satpol PP. Sehingga sekarang ini bagaikan jamur di musim hujan. Cukup padat mereka dalam beroperasi, hampir setiap 10 hingga 15 meter di temui orang duduk-duduk sambil pegang payung atau anak kecil yang sembari bermain di tepi jalan. Bahkan tidak jarang terjadi kecelakaan karena pengendaram mobil yang menyerempet para pengemis tersebut.
“Sudah beberapa kali terjadi kecelakaan, gara-gara orang-orang itu lari ketengah jalan untuk mengambil uang recehan yang menggelinding di jalan raya tanpa mereka hiraukan hiruk pikuk kendaraan yang melintas. Tapi anehnya seperti ada yang melindungi mereka secara ghoib, bisa tidak mengalami luka serius,” jelas Sardjono.
Jika Ada Suara Dokar Melintas, Itu Tanda Akan Ada Kecelakaan
Cukup sulit mencari tahu siapa sejatinya penunggu gaib di sepanjang jalur utama jalan raya di wilayah tanjakan Krumput itu. Hampir setiap orang yang ditanyai selalu menjawab tidak tahu sambil berlalu sesegera mungkin dari hadapan mistik.
Terlihat mereka enggan untuk menceritakan asal usul adanya tradisi setiap kendaraan yang harus melemparkan tuang recehan kejalanan itu. Padahal jika ditilik dari usia warga yang sudah cukup tepat untuk di tanyai atau kedekatan rumah tinggal mereka dengan hutan Krumput itu, sangat mustahil tidak mengetahui sedikitpun cerita atau kisah semacam itu. Seperti halnya Sugiman dan Sardjono, mereka pun tampak ragu untuk mengulas sisi mistis tradisi buang uang receh di sepanjang jalur hutan Krumput Banyumas. Kedua warga ini hanya menuturkan tradisi setiap kendaraan yang melintas harus buang uang receh itu berlangsung sejak jauh sebelum Indonesia Merdeka sekitar tahun 1930, tanpa bisa menjelaskan secara rinci sebab musababnya.
“Maaf kami di sini tidak bisa menceritakan secara panjang lebar tentang sisi mistisnya, karena dari jaman nenek moyang saya, hal semacam ini sudah berlaku sejak dulu kala. Dan saya hanya bisa menceritakan sedikit yaitu karena di tengah hutan tanjakan itu tepatnya di puncak jalur Krumput tersebut, ada satu petilasan yang hingga kini masih dijadikan jujugan para peziarah. Entah apa yang mereka doakan, karena di petilasan tersebut tidak ada orang yang ditunjuk menjadi juru kunci selama ini,” aku Sugiman.
Jalur jalan raya Krumput yang sekarang ini sudah beraspal halus mulus, tidak seperti tahun-tahun sebelum Indonesia merdeka tersebut, waktu itu masih berupa hutan lebat dengan lebar jalan raya hanya sekitar 4 meter saja. Daerah hutan ini di jaman penjajahan sering sebagai tempat pengintaian pejuang terhadap kompeni yang melintasi wilayah tersebut.
Kemudian di era 1970-an sering dijadikan sarang perampok. Memang kalau di Ilhat suasana hutan itu sangat tepat untuk membidik kompeni Belanda dari atas bukit dan juga sangat tepat sebagai sarang perampok. Sehingga menurut cerfta Sugiman, selain di jaman penjajahan banyak orang Belanda yang mati di hutan Krumput yang lebat tersebut, juga banyaknya orang yang mati dibunuh setelah hartanya dikuras oleh para perampok.
Bahkan selain itu, tuturnya kemudian, adanya tempat petilasan di sisi kanan jika dari arah jalur utara atau dari Purwokerto itu merupakan petilasan dari Ki Demang Nur Dalman yang merupakan adik kandung dari Ki Nur Sulaiman pendiri Masjid Agung Nur Sulaiman, yang berada di sisi Barat Alun-alun Kecamatan Banyumas yang hingga saat ini masih tampak kokoh.
Konon cerita, Ki Demang Nur Dalman itu merupakan orang yang senang mengembara. Dan di hutan Krumput ini, Nur Daiman sebelum menjadi seorang demang pernah menjadikan tempat tersebut untuk bertapa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga di tempat itupun ada sebuah goa kecil serta adanya tanda tapal batas yang dibuat Ki Nur Daiman dengan tulisan huruf jawa kuno, yang terletak tepat di lereng Bukit Gunung Kendeng Watu Lengser, pinggir jalan raya.
Tempat itu sekarang menjadi suatu tempat untuk berdoa bagi yang mempercayainya, hampir di setiap malam Jurn’at Kliwon pasti ada orang yang mengirimkan sesaji. Bahkan tidak jarang di siang hari bolong ada pula orang yang berpenampilan rapi dengan kendaraan mentereng atau mewah, turun dan selanjutnya membagi-bagikan uang kepada orang-orang yang berjejer di sepanjang jalan tanjakan Krumput itu.
“Biasanya orang yang seperti itu, orang yang sudah berhasil atau sukses dalam usaha. Khususnya di bidang sarana transportasi, seperti punya beberapa angkutan umum bis yang biasa melintas di wilayah Krumput,” ucapnya.
Lebih anehnya lagi, hingga sekarang ini seperti menjadi suatu pertanda bagi setiap warga desa yang tinggal di sekitar hutan Krumput, yaitu jika terdengar suara dokar (delman, red) yang melintas di tengat malam, maka ke esokkan harinya di sekitar tanjakan hutan Krumput tersebut akan terjadi kecelakaan lalu lintas yang cukup banyak menelan korban jiwa.
“Di tengah malam itu hanya terdengar suara dokar lengkap dengan ringkikkan suara kuda yang melintas tapi wujud dokar itu sendiri tidak pernah ada yang bisa melihat dengan kasat mata. Tapi di saat Hari Jadi Kabupaten Banyumas tahun 2008, diadakan selamatan oleh warga desa dengan didampingi pihak pemkab Banyumas di puncak bukit Krumput itu, sehingga sekarang Ini sudah tidak terlalu sering terjadi kecelakaan yang menelan korbarr jiwa dalam jumlah banyak,” papar Sugiman.
Hal inipun dibenarkan Sardjono, bahkan ada beberapa perusahaan angkutan umum antar kota antar propinsi yang selalu rajin memberikan sesaji setiap malam Jum’at Kliwon. Hal ini bertujuan agar armada bis mereka yang biasa melintasi wilayah ini setiap harinya diberi keselamatan.
Sementara itu, banyaknya warga yang mengambil uang di sepanjang jalan di Tanjakan Krumput itu, mungkin mereka anggap dari pada mubasir banyak uang berceceran kok tidak di manfaatkan. Padahal jauh sebelum tahun 1980 tidak ada satu Orang pun yang berani mengambil secara sengaja untuk pekerjaan pokok seperti sekarang Ini. Mereka di jaman dulu menurut Sardjono, hanya berani mengambil uang di jalanan itu untuk seperlunya saja, tidak berlebihan.
“Ya, saya akui dulu saya juga sering mengambil uang yang berserakan di jalanan tersebut sekitar tahun 1985-an tapi itu hanya seperlunya saja tidak berlebihan. Berbeda dengan warga yang sekarang ini menjadikannya mata pencaharian, sementara ladang yang mereka miliki dibiarkan terbengkalai. Saya tidak tahu pasti siapa duluan yang berani mengambil uang-uang yang ada di sepanjang tanjakkan Krumput tersebut yang sekarang sudah menjadi tradisi warga,” ucap Sardjono.
Tapi memang bagi kendaraan angkutan umum yang saya perhatikan, ucapnya, jika perusahaannya rajin memberikan sesaji di tempat itu, sepertinya hampir tidak pernah menjadi korban kecelakaan di sepanjang jalan di hutan Krumput tersebut. Tapi kebanyakkan perusahaan otobis yang tidak percaya dengan hal ghaib semacam itu yang sering celaka.
“Jadi untuk menjaga keselamatan pengendara khususnya mobil plat nomor pribadi sebaiknya buang receh sekali atau dua kali saja saat melintas di sepanjang jalan Krumput tersebut agar selamat sampa! tujuan, seperti yang dilakukan para supir angkutan umum. Ini percaya tidak percaya, tapi nyata terjadi. Jadi saran saya yaa saling menghormati serta jangan buang sampah bungkus makanan atau apapun di sepanjang tanjakkan Krumput, karena ini juga menjadi pantangan yang patut di hargai agar selamat,” saran Sugiman, yang dibenarkan Sardiono. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)