Petualangan Astral: KOTA GAIB SARANJANA
Serandjana… Merupakan ejaan yang dulu pernah dimuat dalam peta yang dibuat oleh Salomon Muller, seorang naturalis asal Jerman di tahun 1845.
Saat ini Saranjana tak lagi terdapat di dalam peta, karena dianggap secara fisik daerah tersebut sudah tidak ada. Hal inilah yang membuat orang-orang memberikan julukan “Kota Gaib” pada daerah ini.
Konon, asal-usul nama Saranjana sendiri berasal dari nama putra kedua dari Raja Pakurindang, penguasa Kerajaan Pulau Halimun. Namanya adalah Sambu Ranjana.
Banyak orang yang menyaksikan sendiri keindahan dan modernitas di Saranjana. Jagad maya sempat dihebohkan dengan foto penampakan gedung-gedung tinggi modern yang disinyalir sebagai kota Saranjana.
Letak Saranjana
Nama Saranjana bukan lagi sesuatu yang asing di telinga orang-orang Indonesia. Banyak di antara mereka mengatakan bahwa Saranjana merupakan sebuah kota gaib. Dikatakan gaib karena diyakini keberadaannya, hanya saja tak mampu dilihat oleh kasat mata.
Saranjana beberapa kali menarik perhatian publik di tanah air. Beberapa kali pula nama Saranjana menjadi trending topik di berbagai sosial media. Meski sudah cukup banyak yang mengulas tentangnya, tetap saja tak menyurutkan semangatku untuk mencoba mengunjunginya.
Menurutku, Saranjana ini unik dan misterius. Pertama, karena ia ada di dalam peta yang ada di masa kolonial Belanda sebelum Indonesia merdeka. Namun setelah merdeka, Saranjana hilang dari peta. Di peta tersebut tertulis nama “T. Serandjana”. Huruf T sendiri berarti “Tandjong” yang merupakan tulisan zaman dulu untuk kata “tanjung”.
Kedua, banyak kejadian aneh yang berkaitan dengan wilayah ini. Mulai dari pemesanan alat berat hingga pengiriman kendaraan-kendaraan super canggih yang ditujukan ke sana. Pertanyaan yang muncul di benak kita adalah “untuk apa?”.
Ketiga, ada beberapa musisi Indonesia yang secara langsung merasakan keanehan saat melakukan konser yang digelar di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ribuan penonton bisa dengan cepat meninggalkan tempat setelah konser usai beberapa menit saja. Tentunya, masih banyak misteri lainnya yang bisa kita dapatkan informasinya di internet.
Sebenarnya akan lebih seru jika mengunjungi Saranjana dengan tubuh fisik. Hanya saja, perlu biaya yang lumayan untuk bisa ke sana, mengingat tempat tinggalku yang berbeda pulau dengan wilayah Saranjana. Selain itu, kita akan terdampak dibatasi waktu jika pergi ke sana dengan tubuh fisik. Beberapa jam di Saranjana setara dengan hitungan bulan di dimensi atau densitas kita.
Mereka yang berhasil mendatangi Saranjana dengan tubuh fisik perlu datang ke Desa Oka-oka, kecamatan Pulau Laut Kelautan, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Warga di sana tentunya sudah tidak asing dengan cerita mengenai Saranjana. Bahkan tidak sedikit warga yang mengaku bertemu dengan orang-orang Saranjana.
Suasana Saranjana
Pertama kalinya mengunjungi Saranjana dengan tubuh astral, aku mengajak seorang astral traveler. Kami berdua berada di satu tempat dan saling berpegangan tangan, dengan tujuan agar tidak terpisah saat tiba di sana. Hanya dalam hitungan menit, kami pun tiba di gerbang pintu masuk wilayah Saranjana.
Suasana langit agak gelap. Sepertinya malam akan segera datang. Dua orang penjaga masing-masing membawa tombak berdiri dengan tegapnya. Kulihat mereka mengenakan pakaian ala pewayangan.
“Samprazaan!, kami dari Kendan. Mohon izin untuk memasuki Saranjana,” ujarku pada kedua penjaga yang berdiri tegap di depan kami.
Dua penjaga yang awalnya berdiri tersebut kemudian berlutut saat mengetahui kami dari Kendan. Wah, apa begitu spesialnya Kendan bagi para penghuni Saranjana? Begitu tanyaku dalam hati.
Gerbang pun dibukakan untuk kami. Tempat yang kulihat pertama kali saat memasuki Saranjana adalah daerah perumahan. Rumah-rumah yang kulihat sama sekali berbeda dengan yang diceritakan oleh kebanyakan orang. Di momen itu aku menyadari pentingnya untuk membuktikan sendiri akan sesuatu. Bukan berdasarkan cerita dari orang lain yang mereka pun belum tentu meyakini kebenarannya.
Banyak cerita yang tersebar, Saranjana merupakan kota yang penuh dengan gedung pencakar langit dan modern. Tapi aku tak melihatnya seperti itu. Pemandangan yang kulihat malah rumah-rumah besar bergaya Eropa di sana. Jalanannya lebar dan di seberang perumahan ada jalur untuk aliran sungai.
Di pinggiran jalur aliran sungai terdapat jalan untuk para pejalan kali, serta pepohonan rimbun di sepanjang jalur tersebut. Kami berdua berjalan di trotoar dan mengamati keadaan sekitar. Hingga datanglah seorang laki-laki yang menghampiri kami.
Aku tak bisa melihat sosoknya dengan jelas, karena suasana sudah semakin gelap. Lampu-lampu di trotoar menyala tak terlalu terang. Kami berdialog sambil menanyakan beberapa pertanyaan kepadanya.
Temanku yang sudah lama mengetahui banyak emas di Saranjana mengusulkan agar sosok tersebut membawa kami ke tempat penyimpanan emas yang dimiliki Saranjana. Tanpa basa basi, kami pun berpindah ke sebuah gudang yang sangat penuh dengan emas batangan. Bagaimana bisa mereka punya emas batang sebanyak ini? Aku benar-benar terkejut saat melihatnya sendiri.
“Kudengar, ada manusia yang yang mencoba mencuri emas-emas dari Saranjana. Apa benar demikian?” tanyaku pada sosok yang dari tadi menemani kami.
“Benar. Ada yang dipenjarakan. Ada juga yang diberi hukuman potong tangan,” jawabnya.
Kami berpindah tempat di sebuah lorong penjara sempit dan gelap. Hawanya sangat tidak enak di tempat ini. Sebelah kanan dan kirinya merupakan sel tahanan. Tangan-tangan para penguninya menjulur keluar, seolah hendak meraih tubuh kami. Namun mereka tak mampu melakukannya.
Informasi abstrak yang kudapat, penjara itu merupakan tempat hukuman bagi siapa saja yang melanggar aturan yang diberlakukan di Saranjana. Kurasa bukan hanya bangsa manusia yang ada di sana. Tapi aku tak terlalu yakin dengan hal itu.
“Aduh, serem banget di sini. Bisa gak kita pindah aja ke tempat yang lain?” pintaku mengajukan usulan.
Tanpa dijawab dengan kata, kami pun berpindah lokasi. Kali ini kami berada di sebuah tempat sejenis pasar. Hanya saja suasananya seperti festival. Ada banyak para pedagang yang menjual aneka jenis makanan dan barang. Jongko-jongko tersusun rapi di sebelah kanan kami dengan penerangan yang memadai.
“Aduh aku pusing, nih. Balik yuk!” seru temanku. Dia memang mudah sekali merasa lelah saat melakukan perjalanan astral. Bahkan katanya lebih capek dibandingkan bepergian ke luar kota.
Kami pun segera berpamitan. Meski sebenarnya aku sendiri masih ingin meneliti lebih jauh mengenai Saranjana ini. Tapi apa boleh buat. Kami akhirnya pulang.
Berkaitan dengan Lemuria?
Merasa informasi mengenai Saranjana yang kumiliki masih sangat minim, aku merasa perlu meneliti lebih lanjut. Saat ada waktu kosong, pun kembali menuju ke sana. Kali ini ada seseorang yang secara spesifik ingin kutemui di Saranjana. Arsyad namanya.
Arsyad merupakan penduduk asli wilayah Saranjana. Dia pernah menjadi “pemandu” bagi seorang pemuda asal kota Bandung yang memiliki kepentingan pekerjaan di Tanjung Serdang, Kotabaru. Pemuda itu banyak mendapatkan penjelasan mengenai apa sebenarnya Saranjana itu.
Dari penjelasan Arsyad, mulai terkuak bahwa Saranjana merupakan wilayah yang fisiknya dulu tampak, kemudian dinaikkan dimensinya hingga tak lagi tampak secara kasat mata. Penduduk lamanya merupakan orang-orang dari peradaban Mu atau Lemuria. Adapula orang-orang dari suku Banjar yang menjadi penduduknya.
Meskipun Arsyad tak pernah membuka siapa sebenarnya dirinya, aku merasa bahwa Arsyad adalah salah satu dari manusia yang tersisa dari peradaban bangsa Mu. Mereka memiliki usia yang sangat panjang, hitungan ribuan tahun.
Artinya mereka sudah ada di Bumi sebelum Adam yang kita yakini sebagai manusia pertama diturunkan ke Bumi.
James Churchward dalam bukunya “The Lost Continent of Mu” menuliskan prediksinya mengenai kapan peradaban bangsa Mu ini ada. Setelah melakukan berbagai penelitian, ia menyimpulkan bahwa peradaban Mu sudah ada sejak 48.000 SM. Tentu ini merupakan masa yang lebih lampau dibandingkan kedatangan Adam di Bumi.
Jika benar Arsyad merupakan satu di antara manusia bangsa Mu yang masih hidup sampai detik ini, tentu ini akan sangat menarik. Ingin rasanya kuajukan banyak pertanyaan mengenai bangsa yang sangat terkenal ini. Bahkan masih banyak orang yang meneliti lebih lanjut untuk membuktikan eksistensi dari peradaban Mu. Barangkali Saranjana bisa menjadi awal bagiku untuk menggali lebih dalam tentangnya.
Lantas bagaimana dengan anggapan orang-orang bahwa kota tersebut dihuni jin? Tentu saja ada bangsa jin di sana. Sebagaimana di berbagai wilayah yang ada di dunia. Karena dimensi alam jin memang berdampingan dengan manusia.
Secara garis besar, Saranjana terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah darat dan perairan. Karena bukan lagi di dimensi tiga, artinya topografinya berbeda dengan yang bisa dilihat oleh kasat mata. Meskipun kita melihat daerahnya perairan, bukan berarti di dimensi yang lebih tinggi itu pun daerah perairan. Bisa saja itu adalah daratan.
Penyematan kata “kota” untuk Saranjana pun sebenarnya kurang tepat. Saranjana bisa dikatakan nama suatu daerah yang terdiri dari berbagai kerajaan atau pemerintahan di dalamnya. Para penduduknya amat sangat patuh pada aturan yang diberlakukan. Bagi para pelanggar, hukuman siap menjerat mereka.
Karena aturan yang sangat dipatuhi inilah, wilayah Saranjana menjadi aman, damai dan tentram. Bahkan dikatakan orang-orang yang memiliki niat yang jahat di sana, tidak akan diberikan izin untuk memasuki wilayah tersebut. Jikapun mereka berhasil masuk, mereka akan segera ditangkap saat ketahuan melanggar aturan di sana. Mungkin karena itulah ada sebagian orang mengatakan bahwa Saranjana tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
Secara garis besar, Saranjana terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah darat dan perairan. Karena bukan lagi di dimensi tiga, artinya topografinya berbeda dengan yang bisa dilihat oleh kasat mata. Meskipun kita melihat daerahnya perairan, bukan berarti di dimensi yang lebih tinggi itu pun daerah perairan. Bisa saja itu adalah daratan.
Penyematan kata “kota” untuk Saranjana pun sebenarnya kurang tepat. Saranjana bisa dikatakan nama suatu daerah yang terdiri dari berbagai kerajaan atau pemerintahan di dalamnya. Para penduduknya amat sangat patuh pada aturan yang diberlakukan. Bagi para pelanggar, hukuman siap menjerat mereka.
Karena aturan yang sangat dipatuhi inilah, wilayah Saranjana menjadi aman, damai dan tentram. Bahkan dikatakan orang-orang yang memiliki niat yang jahat di sana, tidak akan diberikan izin untuk memasuki wilayah tersebut. Jikapun mereka berhasil masuk, mereka akan segera ditangkap saat ketahuan melanggar aturan di sana.
Mungkin karena itulah ada sebagian orang mengatakan bahwa Saranjana tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Aku pribadi melihat, Saranjana merupakan wilayah dengan penduduknya yang amat terbuka menerima siapa saja kok. Hanya saja, kita memang perlu tahu adab dan tahu diri saat memasuki wilayah Saranjana. Bagaimana kita harus tetap menjaga etika dan sopan santun selama di sana.
Suatu ketika, aku terkoneksi dengan Arsyad. Ada satu pertanyaan yang jujur saja membuatku amat sangat penasaran dengan Saranjana.
“Jadi, dari mana orang-orang Saranjana mendapatkan emas?” tanyaku pada Arsyad.
Secara logika, kurasa tidak mungkin mereka memiliki emas sebanyak itu dari tambang emas yang ada di sana. Itu pun kalau memang ada tambang emas di sana.
“Kami memiliki pengetahuan untuk membuat logam lain berubah menjadi emas,” jawab Arsyad singkat.
Inilah dia rahasianya. Emas yang mereka ubah dari logam lain tersebut, kemudian dijual kepada manusia di luar Saranjana. Dengan begitu, orang-orang Saranjana memiliki uang yang berlaku di luar wilayah Saranjana dan bisa membeli apa pun yang mereka mau. Seperti halnya mobil-mobil super mewah yang mereka beli dari orang-orang luar Saranjana.
Selain menjual emas, mereka pun menjual batu berharga seperti intan, kayu gaharu, dan hasil alam lainnya. Pernah ada kesaksian dari orang-orang yang bekerja di Tanjung Priuk, Surabaya di tahun 70-an. Orang-orang Saranjana menepi di Tanjung Priuk dan membawa banyak muatan untuk dijual. Bahkan mereka memiliki kapal laut yang ukurannya besar dengan tulisan “Saranjana” di salah satu sisinya.
Awalnya, orang-orang Surabaya saat itu mengira bahwa daerah Saranjana memang benar ada di Kalimantan Selatan. Hingga mereka berbincang dengan para anak buah kapal dari Kalimantan Selatan yang mengatakan bahwa Saranjana merupakan kota gaib dan bukan wilayah yang tercatat resmi di Kalimantan Selatan.
Meski telah mengetahui fakta sebenarnya, orang-orang Surabaya dulu tak terlalu mempermasalahkan apa itu Saranjana. Hal terpenting bagi mereka, orang-orang Saranjana dikenal baik dan tidak pernah merugikan mereka dalam urusan bisnis.
Ada satu keunikan yang kutemukan setelah berkunjung berkali-kali ke Saranjana secara astral. Entah mengapa, setiap aku berkunjung ke sana, suasana sekitarnya adalah suasana sore hari menjelang malam. Sore yang sudah mulai gelap. Belum pernah aku melihat bagaimana suasana siang hari di sana.
Dalam perjalananku yang keempat kalinya ke Saranjana, aku tiba di gerbang yang berbeda dari yang sebelumnya kulalui. Pakaian para penjaganya pun berbeda. Kali ini kulihat penjaganya menggunakan pakaian ala kekaisaran Romawi, dengan warna perak yang mendominasi.
Arsyad menyambutku dan mengantarkanku pada seorang tokoh di sana. Namanya adalah Syaikh Gadran Abdul Jabbar. Pakaian beliau serba putih dengan kain serban yang dikenakan di kepalanya. Kami berbincang sejenak yang isinya lebih banyak diisi oleh penjelasan beliau.
“Banyak yang merasa takjub dan kagum dengan Saranjana. Apa yang membuat Saranjana ini bisa menjadi istimewa seperti sekarang ini?” tanyaku pada sang Syaikh.
“Tak ada yang istimewa dari Saranjana,” jawabnya dengan ramah.
“Jika ingin bisa berkembang dan lebih maju, galilah isi dari Al Guran. Kemudian jadikan dirimu sebagai mercusuar untuk dunia,” pesan Syaikh Qadran.
Meski nasihatnya singkat, tapi itu sangat membekas di hati. Mengingat banyak orang saat ini hanya menjadikan kitab suci sebagai ladang pahala dengan membacanya saja. Tanpa menggali dan mempelajari lebih dalam. Kondisi yang amat sangat memprihatinkan.
Dari Saranjana, aku belajar untuk memahami pentingnya sebuah kesadaran menaati aturan yang berlaku. Aturan digalakkan demi keteraturan dan kenyamanan bersama. Jika semua orang memiliki kesadaran seperti ini, tentu kedamaian akan tercipta. Dan sebaliknya, tanpa ada kesadaran ini, orangorang akan bertindak semaunya.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)