Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: NEGERI TANO NIHA, NIAS

Panggonan Wingit: NEGERI TANO NIHA, NIAS

Pulau Nias atau disebut masyarakatnya sebagai Negeri Tano Niha memang terkenal dengan kekhasan adat istiadatnya. Pulau ini juga menjadi tempat kuno yang sangat eksotik. Beberapa legenda hidup dan dipercaya hingga kini…

 

Setahun bencana gempa bumi nan dahsyat itu mengguncang Nias. Keindahan pantai Sorake yang sering dijadikan surfing turis mancanegara, keunikan Rumah Adat, lombat batu (hambobata) di Teluk Dalam dan situs megalithik di berbagai tempat, seolah tenggelam dengan berita korban dan kerusakan gempa. Beberapa waktu yang lalu, Misteri menyempatkan diri melacak jejak-jejak mistik pulau yang dijuluki Tano Niha (Bumi Manusia) ini. Laporannya tersaji dalam Jelajah kali ini. Selamat mengikuti…!

 

Pulau Nias menyimpan catatan kisah Penari. Mulai dari situs-situs megalithik yang menunjukkan adanya kehidupan prasejarah, rumah adat yang menjadi kajian ilmiah arsitektur karena ketahanannya terhadap gempa dan sejumlah legenda yang berkembang di masyarakat. Di antara keunikan-keunikan yang ada di Nias tersebut, akan kami ketengahkan satu persatu, yakni:

 

LAOWOMARU

 

Dia dikenal sebagai tokoh sakti sekaligus perampok ulung yang punya ambisi menyatukan Pulau Nias dengan daratan Sumatera. Laowomaru bersama gerombolannya dikenal suka merampok kapal-kapal yang melewati selat, terutama kapal dagang dari Aceh dan bagian Sumatera lainnya. Hasil rampasannya itu kemudian disimpannya di dalam goa yang juga dijadikan markas. Perbuatan Laowomaru ini menimbulkan kebencian awak kapal dan pedagang yang hendak berniaga ke Nias. Mereka lalu berupaya membunuhnya. Namun, meski kemudian para saudagar dan awak berupaya mencari kelemahan tokoh sakti ini. Mereka berhasil mengetahuinya setelah menculik isteri Laowomaru dan mengorek keterangannya. Sang isteri mengungkapkan bahwa kelemahan Laowomaru ada di kepalanya, yaitu 9 helai rambut yang sangat keras seperti kawat.

 

Setelah mengetahui kelemahan tersebut, lalu disusunlah rencana untuk membunuhnya, yakni dengan cara mencabut sembilan rambut tersebut. Pada saat Laowomaru tidur, sang isteri yang telah menjadi mata-mata musuh Laowomaru mencabut 9 rambut kawat itu dan memberikannya ke para musuh suaminya. Berikutnya, markas Laowomaru diserbu dan dihancurkan. Laowomatu mati terbunuh di goa tadi.

 

Apa sebenarnya yang membuat isteri Laowomaru membocorkan rahasia kelemahan suaminya?

 

Dikisahkan, kesaktian dan kekuasaan Laowomaru sangat besar. Itulah sebabnya dia memiliki ambisi hendak menyatukan pulau Nias dengan daratan Sumatera. Tujuannya agar keanekaragaman satwa fauna di Sumatera dapat berkembang biak di Nias. Langkah yang dilakukan dengan cara menimbun tepi pantai dengan tanah dan batu yang diambil dari bukit sekitarnya.

 

Sang isteri menentang ambisi Laowomaru. Dia khawatir kalau terjadi penggabungan daratan membuat hewan buas dari Sumatera berpindah ke Nias.

 

Sejauh ini Pulau Sumatera dikenal kaya satwa fauna seperti harimau dan gajah, yang tidak dijumpai di daerah lain. Tetapi isteri Laowomaru tidak ingin terjadi migrasi hewan buas, terutama harimau yang dapat membahayakan masyarakat. Karena itu dia menentang keras rencana itu.

 

Dengan terbunuhnya Laowomaru, maka ambisinyapun sirna. Tetapi hasil kerja kerasnya masih dapat dilihat hingga kini, yaitu daratan yang menjorok ke laut mencapai lebih dari 500 meter. Lokasi ini menjadi daerah wisata yang cukup menarik.

 

Uniknya, meskipun di Nias tidak pernah ditemukan spesies harimau, tetapi di beberapa tempat, seperti di Kecamatan Teluk Dalam, rutin diadakan pertunjukan ritus patung harimau (Famadaya Harimao). Ada anggapan, hal ini bagian dari keinginan Laowomaru yang tidak terwujud.

 

Kalau ditilik kembali cita-cita Laowomaru cukup mulia. Betapa tidak, andaikan di Nias berkembang spesies harimau, boleh jadi populasi hewan ini tetap terjaga, mengingat kini di Sumatera populasinya mendekati ambang kepunahan.

 

Dalam perjalanan Jelajah kali ini, Misteri bersama Andi Idchang Pasinringi, 27 tahun, wartawan dari Tribun Batam, menyempatkan diri mengunjungi Goa Laowomaru yang berada dekat tepi laut, sekitar 7 km dari Gunung Sitoli.

 

Ada beberapa pintu (lobang) untuk memasuki goa ini. Sebagian tertutup akar-akar pepohonan di lereng bukit. Goa ini terbentuk dari lapisan batu gamping terumbu karang berumur Miosen.

 

Sejumlah warga yang penulis jumpai mengungkapkan, pernah ada yang berupaya masuk ke dalam goa dengan maksud mencari barang-barang hasil rampokan Laowomaru. Konon, benda-benda berharga seperti guci, bokor emas, senjata, dan lainnya diduga masih terdapat di dalam goa tersebut.

 

Tetapi sejauh ini tidak pernah terdengar ada yang berhasil menemukannya. Mereka justru menemukan benda-benda, seperti alat pukul dari batu, lumpang batu, tanduk rusa, tulang, dil. Benda-benda itu menunjukkan adanya kehidupan masyarakat yang telah berbudaya megalithik (prasejarah) di sekitar daerah itu. Tetapi yang menakutkan warga sekitar adalah koloni ular di goa tadi.

 

“Bahkan ada ular berukuran besar yang menghuni goa,” tutur Amseri, 48 tahun, warga setempat. Ular-ular besar mirip anaconda ini diyakini sebagai perwujudan arwah Laowomaru dan gerombolannya yang menjaga benda berharga di dalam goa tersebut.

 

Ketika penulis sedang melihat-lihat dan mengamati ke arah dalam goa, tiba-tiba tampak sekelebatan sinar berwarna kuning kemerahan menerangi kegelapan goa. Kilatannya menyilaukan pandangan mata. Tentu saja penulis tersentak kaget melihat keganjilan itu.

 

Sesaat penulis mencoba menenangkan diri sambil melakukan kontak batin dengan penghuni gaib goa. Goa itu pastilah menjadi hunian siluman. Tetapi tampaknya tidak ada yang bisa diajak komunikasi. Tidak ada jawaban. Belum jelas apa sebenarnya sosok sinar kuning kemerahan yang berkelebat tadi.

 

Sebagaimana diketahui, ketika terjadi gempa lalu, ada sebuah batu berukuran besar dari lereng bukit yang jatuh menutupi sebagian ruas jalan selebar 10 meter yang menuju Bandara Binaka.

 

Kemudian sekitar 12 orang anggota DITSAMAPTA POLDASU (POLDA Sumatera Utara) dijuluki Tim Pemecah Batu ditugaskan untuk menyingkirkan batu besar ini. Upaya ini ternyata tergolong sulit. Setidaknya 5 buah mata bor putus dan mesin genset sering mati tanpa sebab ketika hendak memecahkan batu tersebut.

 

Setelah delapan hari tidak mendapatkan hasil, lalu diputuskan menggunakan dinamit. Syukurlah batu dapat dihancurkan dan lalu lintas pun kembali normal. Seorang warga yang ikut menyaksikan menuturkan, kerasnya batu itu menggambarkan kekuatan dan kesaktian tokoh Laowomaru.

 

SIBATUA

 

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke situs megalithik yang berjarak sekitar 4 km dari Goa Laowomaru. Terletak di puncak perbukitan, 450 meter dari tepi jalan Desa Ononamolo. Di tempat ini dimakamkan tokoh bernama Sibatua.

 

Masyarakat mengenal sosok Sibatua sebagai tokoh sakti beragama Islam. Meski agak aneh kedengarannya, mengingat makam Sibatua berada di sekitar situs megalithik prasejarah yang sudah berusia ribuan tahun. Jauh sebelum orang Islam menjejakkan kaki di Nias.

 

Konon Sibatua berasal dari Sumatera Barat. Di antara kesaktiannya yang terkenal adalah mampu berjalan di atas air. Uniknya, setiap hari Jumat Sibatua melaksanakan shalat Jumat di kampung halamannya.

 

Sekitar pukul 3 sore, penulis bersama Idchang menelusuri jejak situs ini. Melalui jalan setapak yang semakin tinggi menembus kawasan hutan di puncak bukit, kami pun berupaya mencapai lokasi. Tidak seperti sebelumnya, perjalanan ini sangat melelahkan. Beberapa kali langkah penulis terhenti sekadar mengatur napas dan menenggak air mineral. Entah kenapa, tiba-tiba saja muncul perasaan aneh.

 

Di sebuah areal yang datar, penulis melihat sebuah saung kecil hanya beberapa puluh meter dari lokasi. Penulis memutuskan untuk beristirahat, sementara Idchang tetap berjalan ke arah situs.

 

Sambil duduk melepas lelah di saung, penulis melihat-lihat sekeliling. Beberapa saat kemudian, seorang pria tua berjanggut putih melintas tidak jauh dari penulis. Pria berkaos hitam dan celana pendek itu menoleh sekilas sambil mengucapkan kata-kata dalam bahasa Nias. Penulis tidak paham maksud perkataan itu.

 

Penulis menduga dia warga sekitar yang sedang menyadap karet di areal hutan, atau mungkin juga mengumpulkan kayu bakar. Penulis mencoba mendekatinya hendak bertanya sesuatu. Tetapi langkah pria itu semakin cepat menjauh hingga penulis tidak berhasil! mendekatinya.

 

Tidak berapa lama Idchang datang. Rupanya dia tidak berhasil mencapai lokasi situs. Aneh juga rasanya. Sebenarnya jarak lokasi sudah dekat, tetapi sepertinya dia tidak sampai di tujuan. Sambil duduk di saung, kami berbincang-berbincang. Pada saat inilah, suatu keanehan terjadi. Tiba-tiba terdengar suara gaib seperti berbisik di telinga penulis.

 

“Sampaikan salam kepada temanmu. Dia sudah mendoakan kami,” kata suara yang terdengar seperti suara laki-laki itu.

 

Penulis mengernyitkan kening sambil mencoba memahami bisikan itu. Apa maksudnya? Tanya penulis dalam hati. Tetapi amanat ini harus disampaikan.

 

“Ada salam dan ucapan terima kasih untukmu,” ujar penulis.

 

“Dari siapa?” Tanya Idchang yang tampaknya mengira ponsel penulis menerima SMS.

 

Penulis memberi isyarat jari menunjuk ke arah lokasi makam Sibatua. Tentu saja Idchang tidak mengerti maksud isyarat itu. Rasa penasaran terlihat di mata pria asal Ujung Pandang itu. Belum sempat dia bertanya lagi, penulis mengajak kembali ke penginapan di Gunung Sitoli.

 

Dalam perjalanan pulang, Idchang masih menyimpan keheranan. Berulangkali dia menanyakannya, tetapi penulis enggan menjawabnya.

 

Di dalam kamar Losmen, dekat pelabuhan Gunung Sitoli, kembali Idchang menanyakan hal yang sama. Kali ini penulis menjelaskan keanehan yang terjadi di saung. Dia hanya menganggukkan kepalanya saja.

 

Selanjutnya pria berambut panjang itu berkata, mengucapkan salam dan mengirimkan doa di suatu tempat hal biasa.

 

“Tetapi yang saya tidak mengerti,” demikian katanya lagi. “Sewaktu mendekati lokasi, saya seperti kembali ke tempat semula. Seolah-olah saya tidak diizinkan mendekati makam itu.”

 

Dalam pengamatan penulis, sebenarnya tidak aneh jika para penghuni makam tidak menginginkan makamnya diziarahi manusia. Mungkin agar makam itu tidak dikeramatkan yang malah dapat menimbulkan kemusyrikan. Tetapi mengapa suara gaib itu justru mengucapkan terima kasih? Sungguh hal yang tidak dapat penulis pahami.

 

Keanehan tersebut sedikit terjawab dalam perjalanan pulang menuju Sibolga. Penulis bersama ratusan penumpang berdesak-desakan di kapal Fery. Sekitar pukul 21.00, kapal mulai berlayar mengarungi samudera. Menjelang tengah malam, penulis mengalami suatu keanehan yang baru disadari setelah tiba di pelabuhan Sibolga.

 

Di antara penumpang yang berada di bagian buritan kapal, sekilas penulis melihat seorang pria berusia sekitar 70 tahun yang wajahnya mirip dengan pria yang penulis lihat di dekat saung. Dia berjanggut putih, tetapi kali ini dia mengenakan pakaian jubah berwarna hijau kehitaman.

 

Dia memandang penulis dengan tatapan aneh. Sorot matanya memang memperlihatkan kesan ramah, tetapi tidak ada raut senyum di bibirnya. Beberapa saat kemudian penulis tertidur.

 

Sekitar pukul 05.00 pagi, kapal merapat di Pelabuhan Sibolga. Kesibukan penumpang yang mulai berkemas-kemas membuat penulis terbangun. Penulis pun teringat dengan pria tua di buritan kapal semalam. Tetapi walau berulangkali penulis. mengamatinya, dia tidak tampak di antara penumpang yang ada.

 

Ketika hal ini ditanyakan kepada beberapa penumpang yang duduk dekat penulis, mereka mengaku tidak melihat sosok pria tua itu. Mungkinkah dia tokoh Sibatua? Ah, entahlah!

 

ada yang rubuh atau rusak. Bangunan ini tetap kokoh meski diguncang gempa berkekuatan 8, 7 skala Richter. Hal ini menarik perhatian sejumlah kalangan.

 

Adalah Desa Bawomataluo (Bukit Matahari) terletak di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Penduduknya sekitar 7000 jiwa. Di desa ini terdapat sekitar 700 Rumah Adat yang tergolong tahan gempa. Rumah Adat ini disebut Omo Sebua yang berukuran besar dan yang lebih kecil disebut Ono Hada. Berbeda dengan rumah biasa (Omo Pasisir), Rumah Adat dimiliki para Tuhenori (Kepala Suku), Salawa (Kepala Desa) dan para bangsawan.

 

Pada masa lalu, Rumah Adat mer kan pusat kegiatan adat istiadat. Selain fungsi sebagai rumah tinggal, Rumah. juga acap dipakai untuk pertemuan acara adat, seperti upacara pengukuhan (owasa famaho bawi soya), upacara nguji kekuatan rumah raja (famoro ( dan pesta pembuatan rumah baru (fluaya tuha nomoa). Tidak mengherankan nuansa mistik sangat kental di dalam rumah ini. Terlebih lagi, di dalam proses upacara yang sarat mistik.

 

Menurut Nata’alui Duha, Wakil Dir Museum Pusaka Nias, keunikan Rumah Adat antara lain dibuat tanpa paku hanya berupa tiang penyangga tegak (mo) setinggi sekitar 4 meter sebagai penyangga rumz r paan angin yang kuat di dataran, tiang-tiang ini tidak ditancapkan tetapi ditumpukkan di atas batu. Pintu masuk rumah ada yang di samping dan ada yang di tengah lantai rumah. Di dalam terdapat ruangan besar untuk pertemuan dan berkumpulnya, semacam balai desa. Beberapa ornamen menunjukkan bangsawan, seperti hiasan ber ring, bentuk gama dan bentuk sisi luar itu merupakan simbol bahwa merupakan pusat pertemuan dan hukum adat ditentukan. ️Rumah Adat mempunyai bentuk bulat telur. Ukuran besar di sini memiliki dua fungsi, yaitu dapat memuat banyak orang dan menunjukkan kekayaan dan kebesaran pemiliknya. Di muka Rumah Adat umumnya terdapat benda-benda megalithik, seperti: tugu batu (menhir) yang disebut saita gari, behu dan gowe zalava.

 

Pada saat gempa, Rumah Adat hanya bergoyang mengikuti irama getaran. Yang sangat luar biasa, tidak ada barang-barang yang jatuh. Barang pecah belah (piring, gelas, dll) atau hiasan dinding, seperti perisai (baluse), tombak (toho), pedang (tolagu), dll, tetap di tempatnya. Kerusakan justru menimpa bangunan baru yang berada di belakang atau samping Rumah Adat.

 

Namun saat ini banyak bagian Rumah Adat yang rusak dimakan usia, seperti bagian atap (sage) yang hancur. Sejumlah tiang penyangga juga mulai keropos. Demikian pula kayu bulat penahan lantai rumah (sicheli) banyak yang terserang jamur dan lapuk. Maklumlah, ada yang sudah berusia ratusan tahun.

 

Nata’alui Duha mengungkapkan, masalah ekonomi menyebabkan pemilik rumah tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaikinya. Padahal, UNESCO mencatat dan memasukkan situs Rumah Adat Nias ini sebagai salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan, seperti candi Borobudur, dil. Itulah sebabnya Duha menghimbau agar dilakukan upaya bersama untuk andil dalam melestarikannya, sebelum bangunan itu hancur dimakan usia. Semoga. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Batu Bertuah: Batu Kecubung, Batu Rubi & Batu Rubah

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: AZIMAT BUDAK PENAHLUK RAJA

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: MAKAM MBAH BAYI, PEJUANG SAKTI WONOGIRI

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!