Panggonan Wingit: MUNJUNG DI KERAMAT CILUTUNG
ORANG SUNDA MENYEBUT KATA PESUGIHAN DENGAN MUNJUNG. KONON, SALAH SATU TEMPAT UNTUK MELAKUKAN RITUAL MUNJUNG ADALAH DI KERAMAT CILUTUNG. SEJAUH MANA KEBENARANNYA…?
Keramat Cilutung tersohor sebagai lokasi gaib untuk mencari pesugihan, atau yang oleh masyarakat Sunda disebut Sebagai Munjung, dengan cara memuja lutung siluman, namun sesungguhnya di lokasi keramat ini terbaring jasad seorang alim bernama Ki Dalem Cakraningrat. Dia adalah utusan kepercayaan dari Sunan Gunung Jati alias Syarif Hidayatullah yang pada masa itu menjadi Raja di Cirebon. Lantas, mengapa makam keramat Ki Dalem santer dengan isu Munjung? Sajian Jelajah berikut ini akan membeberkannya…
DIKISAHKAN, dalam memperluas syiar Islam di Jawa Barat, Syech Syarif Hidayatullah mengutus salah seorang abdinya untuk memantau ke daerahdaerah pesisir di Tanah Pasundan. Namun dalam tugas tersebut, prajurit kerajaan yang dipimpin oleh Ki Dalem Cakraningrat mendapat perlawanan fisik dari beberapa prajurit kerajaan lainnya yang menghadang di perjalanan. Kendati demikian, Ki Dalem Cakraningrat berhasil melewati berbagai rintangan, bahkan kemudian bisa membangun sebuah pemukiman baru yang mulanya merupakan hutan belantara. Setelah membuka pemukiman baru tersebut gangguan tak juga surut. Berbagai rintangan datang dengan berbagai bentuk. Salah satunya adalah berasal dari penghuni gaib Hutan Larangan, yang merasa terganggu sebab daerah kekuasaannya dijamah oleh manusia.
Selain yang bersifat gaib, gangguan juga datang dari tentara kompeni yang telah menduduki sebagian wilayah Jawa Barat. Namun berkat ilmu kesaktian yang dimiliki Ki Dalem Cakraningrat, juga berkat kerjasama dengan para pekerja paksa yang lari dan minta perlindungan kepadanya, maka dia pun berhasil menetralisir semua gangguan tersebut.
Akan tetapi, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Di suatu kesempatan, Ki Dalem Cakraningrat tewas di tangan kompeni. Jasadnya kemudian dimakamkan oleh para pengikutnya di sekitar pohon beringin putih yang kemudian dikeramatkan hingga sekarang. Menurut cerita, pohon beringin putih ini dulunya tak berhasil ditebang saat Ki Dalem Cakraningrat membabat Hutan Larangan untuk membuka perkampungan baru.
Keanehan pun terjadi setelah wafatnya Ki Dalem Cakraningrat. Di makamnya sering muncul sosok lutung. Semula, para pengikut Ki Hasan Dalem mengira bahwa hewan ini merupakan binatang pelarian dari Hutan Larangan. Mereka pun kemudiari berusaha menangkapnya. Setelah berhasil ditangkap, lutung itu lalu ramai-ramai dibakar dalam keadaan hidup. Akan tetapi timbul keajaiban! Pada saat pembakaran berlangsung, lutung tersebut mendadak raib.
Pasca kejadian menggemparkan ini, para pengikut Ki Dalem kemudian selalu melihat penampakan si lutung di makam Ki Dalem Cakraningrat. Karena itulah akhirnya mereka meyakini bahwa hewan berbuntut panjang itu adalah penjelmaan khodam dari pusaka Ki Dalem Cakraningrat yang telah raib menyusul wafatnya sang empunya.
Sejak kejadian tersebut, tak jelas siapa yang memulainya, maka lahirlah kepercayaan mistik yang menyebutkan bahwa sosok lutung tersebut sebagai sarana ampuh yang mampu untuk mendatangkan kekayaan duniawi. Namun, prosesi pesugihan ini, atau yang oleh masyarakat Sunda disebut dengan istilah Munjung, hanya dapat dilakukan pada saat adanya ritual yang disebut sebagai Hajat Bumi Seren Taun.
Lihatlah yang terjadi sekarang. Banyak orang yang tetap percaya dengan ritual yang tak jelas juntrungannya itu. Mereka berharap mendapatkan kemuliaan duniawi dengan cara yang jelas-jelas sesat. Karena penasaran, penulis pun coba menjelajahi tempat keramat yang legendaris ini.
Hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam sejak berangkat dari pertigaan depan pasar Sukamandi Ciasem, penulis akhirnya menemukan Dusun Purwajaya, Desa Prapatan, Kec. Purwadadi, Subang, Jawa Barat. Memang, tak terlalu susah menemukan wilayah di tengah hamparan perkebunan tebu yang relatif luas ini. Pasalnya, begitu memasuki gerbang desa, hampir semua orang yang ditanya akan dengan tepat menunjukan lokasi keramat yang juga dikenal sebagai Panyarean Cilutung. Beberapa di antara warga bahkan bersedia mengantar sekaligus menjadi pemandu. Mereka juga dengan fasih mampu menjabarkan seluk beluk terciptanya tempat keramat tersebut.
Setelah melewati jalanan berdebu di pinggir perkebunan tebu PG. Rajawali II yang jaraknya tak lebih dari satu kilometer, tampak beberapa orang petugas parkir kendaraan khusus para tamu yang datang ke Panyarean Cilutung.
Dari tempat ini ternyata masih harus berjalan kaki lagi sekitar 200 meteran untuk sampai di lokasi keramat. Alunan musik dangdut yang terdengar dari arah pemakaman, beberapa saat sempat membuat penulis keheranan.
Akan tetapi, sang pemandu atau dikenal dengan istilah setempat sebagai Panarosan segera menjelaskan bahwa pesta hiburan semacam itu memang kerap digelar sebelum puncak acara Seren Taun yang selalu digelar di areal makam keramat tersebut dan dilaksanakan di hari ke tiga tengah malam nanti.
Rasa penasaran penulis pun akhirnya terjawab. Beberapa meter setelah melewati belokan, nampaklah rumah besar yang memiliki blandongan (semacam tenda) luas yang di sekelilingnya dipasangkan tenda dari kain terpal.
Di sisi kanan rumah itu tampak rombongan penyanyi dangdut tengah bergoyang ria menghibur para tamu yang duduk berderet di kursi yang disediakan.di halaman rumah. Di beberapa sudut lainnya tak ketingaalan.
Para peziarah yang datang, penonton dari warga setempat yang melimpah ruah, memenuhi ruas jalan dan gang. Sibuknya para pedagang dadakan juga ikut memadati lokasi, sehingga sulit sekali untuk masuk ataupun keluar dari areal hajatan tersebut.
Jika dilihat sepintas, terkesan di lokasi ini memang tengah berlangsung hajatan pernikahan keluarga, bukan pesta nazar atau kegiatan Hajat Bumi Seren Taun yang digelar di sebuah tempat keramat.
Lantas di sebelah manakah fokasi makam keramat tersebut?
Setelah memasuki bagian dalam rumah, penulis dibuat tercengang. Di sana terlihat ratusan orang yang membludak memenuhi ruangan berukuran luas itu. Mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Namun katanya, meski datang dari kota atau daerah yang berbeda, pada saat seperti itu, rasa kekeluargaan tampak terlihat jelas.
Seterusnya, memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya tampak beberapa orang yang tasyakuran atau tafakur, terlihat makam Mbah Sayen, juru kunci pertama makam keramat Mbah Dalem Cakraningrat.
Sekitar 8 meter sebelah kanan makam tersebut, nampak makam Mbah Dalem Cakraningrat, berada dalam ruangan lain yang agak menjorok ke dalam. Sebagai sosok yang dikeramatkan, makam tersebut tentu saja berbeda dengan kondisi makam lainnya yang ada di panyarean tersebut.
Makam yang setiap hari pasaran bulan Maulud atau hari-hari keramat lainnya selalu dibanjiri peziarah dari berbagai daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah ini berada di sebuah kamar yang ditutupi kelambu putih.
Selain menyimpan aura mistik, di makam tersebut juga tercium bau wangi kemenyan dupa ratus, minyak wangi dan aroma bunga kenanga yang sangat menyengat. Lokasi ini memang tempat yang paling dikeramatkan. Tak sembarang tamu bisa memasukinya. Sekilas, penulis menangkap kesan bahwa ruangan ini memang penuh dengan kekuatan gaib.
Menurut cerita, selain sebagai sumber keramat, makam keramat ini sudah lama diisyukan menjadi tujuan bagi peziarah yang mata dan hatinya sudah dibutakan dengan harta. Bahkan sebagian meyakini, lokasi tersebut mampu memecahkan berbagai persoalan hidup.
Makam Mbah Dalem Cakraningrat disebutkan pernah menjadi tolak ukur ketika salah seorang peziarah berhasil meraih keberhasilan. Konon, seorang warga keturunan Cina asal Jakarta, yang mengalami kebangkrutan, akhirnya bisa kembali bangkit dari keterpurukan setelah berziarah ke tempat keramat yang juga disebut sebagai Keramat Cilutung ini. Bahkan karena keberhasilannya itu, hingga kini tak sedikit bantuan yang telah dirasakan pihak pengurus panyarean, baik dalam bentuk jasa maupun finansial. Terutama demi lancarnya pesta bumi Seren Taun.
Konon, keberhasilan seperti itu juga dirasakan peziarah lainnya. Maka tak heran jika di setiap upacara Seren Taun diselenggarakan, lokasi angker yang tadinya sepi pengunjung ini mendadak berubah ramai seperti ada pasar malam yang sarat dengan hiburan. Pasalnya, Keramat Cilutung memang dikenal oleh seantero warga Jawa Barat sebagai jembatan penghubung mencari pelarisan, kekayaan, secara instan, dan konon cespleng.
Sebagaimana yang telah diterangkan Panarosan, pria berusia 38 tahun dan merupakan warga setempat. Dia mengaku melihat dengan mata kepalanya sendiri kejadian-kejadian aneh di sekitar lokasi keramat pada saat puncak acara Seren Taun berlangsung. Suatu peristiwa masih diingatnya terjadi sekitar tahun 2003 silam.
Panarosan menuturkan, ketika itu ada seorang peziarah ditemukan sudah tak sadarkan diri setelah beberapa malam melakukan tasyakuran di makam Mbah Dalem Cakraningrat. Pada saat siuman, diperoleh keterangan, kalau dia baru saja mengalami kejadian gaib. “Si peziarah menuturkan bahwa belasan bocah balita yang tak dikenalnya mengerubuti tubuhnya, serta mengajaknya pergi ke suatu tempat yang sangat asing dan belum pernah dilihatnya di alam nyata. Apa yang dilihatnya waktu itu sungguh membuatnya jadi merinding. Bagaimana tidak?
Dikisahkan, sekumpulan bocah aneh itu, memaksanya agar mau mengikuti mereka ke sebuah tempat di mana menurut penglihatannya berupa sebuah kebun luas yang ditanami ratusan pohon mangga hutan. Anehnya, di setiap cabang pohon ini dihuni sosok-sosok lutung yang sebenarnya lebih mirip tubuh manusia. Mereka terdiri dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga lutung dewasa.
Bahkan, ada seekor lutung yang benarbenar diingatnya. Ya, si peziarah yang tidak disebutkan identitasnya ini melihat lutung yang usianya seumur anaknya yang masih 3 tahun, tengah menangis di tengan hiruKk-pikuk kesibukan warga lutung yang sepertinya tengah melangsungkan sebuah pesta.
Si peziarah sangat kaget. Bukan lantaran tutung itu masih kecil dan tak memiliki induk, namun dia kenal betul siapa sebenarnya bocah lutung tersebut. Lutung yang ini tak lain adalah anak tetangganya sendiri, yang diketahuinya sangat disayang oleh kedua orang tuanya.
Tapi kenapa si anak bisa berada ditempat tersebut? Ataukah si anak telah jadi korban Munjung (Pesugihan: B. Sunda) kedua orang tuanya?
Itulah gambaran mengerikan yang dilihat si peziarah ketika dia bertafakur di hadapan makam keramat Mbah Dalem Cakraningrat.
Takut kejadian seperti itu menimpa pada anak semata wayangnya, si peziarah pun kontan segera mengakhiri ritualnya yang telah berjalan dua malam, yang ternyata niatnya ini mendapat gangguan dari sekelompok bocah lutung yang mendadak mengajaknya memasuki dunia lain.
Pendiriannya yang kukuh untuk membatalkan niatnya, membuat murka sosok lutung lainnya yang mengawasi si peziarah sejak dia bersemedi. Tak urung dia jadi sasaran. Tubuhnya seketika dilempar hingga terjerembab dan menimpa bongkahan beringin yang ada di sisi makam Mbah Dalem. Seketika itu si peziarah tak sadarkan diri…
Memang sulit membedakan, mana peziarat yang hanya sekedar melakukan riyadoh, dengan peziarah yang sengaja datang dengan mengantongi niat ingin meraih kekayaan semata.
Setelah yang bersangkutan melakukan prosesi ritual di kamar khusus tersebut, tentu saja peziarah yang mencari kekayaan dengan berkedok mencari pelarisan, akan datang kembali dengan perbedaan yang mencolok. Kalau dulu pertama kali datang hanya dengan membawa motor butut, namun setelah datang kembali, dia mengendarai mobil. Biasanya, pada waktu itutlah dia meminta bantuan sang juru kunci untuk memandu prosesi nazar. Biasanya nazar tersebut diwujudkan dengan pemotongan hewan berkaki 4, nanggap wayang purwa yang disertai ruwatan dengan mengambil cerita Ramayana. Selain itu tak sedikit pula dana yang dia sumbangkan pada pengurus keramat.
Sementara itu, masih menurut Panarosan, dalam ruangan makam Mbah Dalem Cakraningrat terdapat bongkahan sebatang pohon beringin tumbang yang usianya sudah ratusan tahun. Pada bongkahan itulah, konon, pada malam-malam tertentu kerap terlihat adanya kejadian-kejadian.
Banyak peziarah yang disebutkan telah melihat penampakan gaib dari seekor lutung (monyet besar). Menurut Panarosan, lutung gaib itulah yang disinyalir merupakan siluman yang dapat memberikan kekayaan secara instan pada peziarah. Meski pemberian ini akan berujung pada tumbal, seperti kematian anak si peziarah yang terjadi secara misterius.
Dari cerita yang santer di kalangan peziarah, bocah balita yang ditumbalkan kelak akan mati mengenaskan. Tak cuma itu, setelah meninggal pun, si pelaku pesugihan akan jadi budak piaraan lutung. Dia akan diberi tugas mengawasi peziarah yang melakukan ritual khusus di makam Mbah Dalem.
Tak hanya bongkahan pohon beringin yang memiliki diameter 1,5 meter itu saja yang memiliki cerita mistis. Selanjutnya diterangkan Panarosan bahwa serpihan atau sempalan kayu yang diambil dari batang beringin itu juga memiliki khasiat luar biasa jika dibuat isim atau jimat. Serpihan-serpihan kecil kayu tersebut konon bisa digunakan sebagai media untuk menemukan jodoh. Tentu saja terlebih dahulu dengan menggelar ritual tertentu begitu sampai di rumah. Hanya saja Panarosan mengaku tak begitu paham bagaimana bentuk prosesi tersebut. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.
IMBAS RITUAL SEREN TAUN
Berdasar cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, sosok Mbah Dalem Cakraningrat memang bukan orang sakti yang memiliki nama besa lebih hanya seorang abdi dalem kepe Sultan Cirebon, Syech Syarif Hidayati Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai raja pertama Cirebon…
Nama Ki Dalem Cakraningrat me tak begitu menonjol di kalangan ke Kasepuhan, keraton Kanoman mau keraton Kacirebonan. Akan tetapi k kepribadiannya yang menjujung tis agama dan ketulusan pengabdianr Sunan, serta kesaktiannya yang tak diragukan lagi, akhirnya dia mendz tempat istimewa.
Dikisahkan, ketika Syech Sunan Gunung Jati merencanakan perluasan daerat penyebaran Islam serta bersilaturahi keraiaan di Jawa Barat, Ki Dalem Cakraningrat.
Berdasar cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, sosok Mbah Dalem Cakraningrat memang bukan orang sakti yang memiliki nama besa lebih hanya seorang abdi dalem kepe Sultan Cirebon, Syech Syarif Hidayati Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai raja pertama Cirebon…
Nama Ki Dalem Cakraningrat me tak begitu menonjol di kalangan ke Kasepuhan, keraton Kanoman mau keraton Kacirebonan. Akan tetapi k kepribadiannya yang menjujung tis agama dan ketulusan pengabdianr Sunan, serta kesaktiannya yang tak diragukan lagi, akhirnya dia mendz tempat istimewa.
Dikisahkan, ketika Syech Sunan Gunung Jati merencanakan perluasan daerat penyebaran Islam serta bersilaturahi keraiaan di Jawa Barat, Ki Dalem Cakraningrat itu nama Ki dalem Cakraningrat sudah tak asing lagi. Hingga suatu ketika, kejadian yang merubah hidupnya pun berlangsung, dalam sebuah lawatan ke pesisir utara Jawa Barat, Dalem dan pasukannya mendapat perlawanan dari kompeni Belanda.
Untuk membangan strategi dan siasat melawan penjajah, Ki Dalem kemudian membangun pemukiman baru dengan membuka hutan larangan di kawasan Subang. Dalam pembangunan tersebut tak sedikit mendapat musibah yang dikirim oleh para penghuni gaib kawasan tersebut yang merasa terganggu. Prajuritnya banyak yang kena sawab hingga tewas. Mengantisipasi ancaman sawab tersebut, konon Ki Dalem segera bertapa di sebuah pohon beringin putih yang tak bisa dia tebang sewaktu babat alas. Waktu itulah dia mendapat wangsit, agar menggelar selamatan. Ternyata benar. Wabah yang lebih hebatpun dapat dihindari.
Dari seringnya acara selamatan itu diselenggarakan, lambat laun kawasan tersebut menjadi ramai oleh para pendatang yang ikut nimbrung. Bahkan karena sibuknya memandu acara tersebut, Ki Dalem lupa pada tugas sebenarnya dari Sultan Cirebon. Di saat kawasan tersebut sudah dikenal oleh sebagian warga Jawa Barat. Dalem Cakraningrat pun jatuh sakit, terjadi sekitar abad ke 16, Belanda berhasil meduduki, bahkan berhasil membuka lahan kopi, dengan nama Manukan Dan Tjiasem Land). Dalem amat gigih menegakkan syiar agama sampai wafatnya. Oleh warga setempat dia dimakamkan di sekitar pohon beringin putih yang dulu sering digunakannya untuk bertapa.
Namun belum genap seratus hari kematiannya, di sekitar makamnya muncul seekar lutung (monyet besar), yang konon bukanlah hewan biasa, tapi jelmaan dari pusaka Ki Dalem Cakraningrat.
Terlepas dari benar tidaknya Keramat Cilutung yang dikaharkan mampu mendatangkan kekayaan, yang jelas keramat tersebut memang harus dijaga dan dilestarikan keberadaanya sehubungan dengan jasa jasa KI Dalem Cakraningrat di masa silam. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)