Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: MASJID JAMI’ HASANUDDIN TENGGARONG

Panggonan Wingit: MASJID JAMI’ HASANUDDIN TENGGARONG

DI KOTA TENGGARONG TERDAPAT SEBUAH MASJID BERSEJARAH. MASJID INI TELAH DITETAPKAN SEBAGAI CAGAR BUDAYA. DALAM SEJARAHNYA, MASJID INI PERNAH DILARANG UNTUK TEMPAT MELAKSANAKAN SHOLAT JUM’AT. SEPERTI APA KISAHNYA…?

 

ISLAM masuk ke wilayah Kutai sekitar 1525 – 1605. Ketika itu ibukota kerajaan di Jaitan Layar (sekarang Kampung Kutai Lama, Kecamatan Anggana).

 

Terdapat beberapa versi cerita berkaitan dengan masuknya Islam di Kutai. Di antaranya tercantum dalam buku Salasilah Kutai. Buku ini menceritakan dialog Raja Kutai dengan 2 orang penyebar Islam

 

Dikisahkan, salah seorang penyebar Islam berkata, “Nama saya ialah Tuan Haji Tunggang Parangan dan kawan saya ini bernama Tuan Di Banding…,” Disebutkan, mereka berasal dari Minangkabau setelah sebelumnya singgah di Kerajaan Goa, Sulawesi. Catatan lain menyebutkan 2 orang itu, Syekh Abdul Kadir Khatib Tunggal gelar Datuk Ri Banding dan Datuk Ri Tiro.

 

Ada pula legenda tentang seorang Sayyid dari Mekkah datang ke Tenggarong dengan mengendarai ikan todak dan menyebarkan Islam. Dan sejak itu pulalah Islam berkembang pesat.

 

Kuatnya pengaruh Islam ditunjukkan dengan gelar raja Kutai, yaitu Al Khalifatul Mu’minin. Sejarah Kutai juga mencatat beberapa nama Mufti Penghulu (Menteri Agama). Di antaranya, Mufti Syekh Khaidir (1854-1896), pada masa Raja Aji Sultan Muhammad Salehuddin, hingga awal pemerintahan Aji Sultan Muhammad Sulaiman.

 

Kemudian Haji Urai Ahmad bergelar Pangeran Noto Igomo dari Sambas, Kalbar, pada masa Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1852-1912). Dilanjutkan Sayyid Muhammad bin Agil bin Yahya (1912-1918), Haji Anin Bone (1918-1926) dan Haji Aji Amir Hasanuddin gelar Haji Aji Pangeran Sosro Negoro (1926-1935).

 

Mufti berikutnya adalah Aji Pangeran Ario Cokro Negoro atau Aji Pangeran Ratu (19351945), Muhammad Sayyid Daeng Faruku (1945-1948) dari Goa, Sulawesi dan terakhir Haji Ahmad Muksin (1948-1951).

 

Sebelum berdiri Masjid Jami Hasanuddin, di sana telah berdiri pula masjid yang lebih tua. Masjid tua itu berada di sekitar muara Sungai Tenggarong. Masjid ini diperkirakan hancur saat pertempuran dengan tentara Inggris di bawah pimpinan James Erskine Murray pada 1840. Dan Murray pun tewas dalam pertempuran itu.

 

Pembangunan Masjid Jami sendiri berawal pada masa Raja Aji Sultan Muhammad Sulaiman (Raja ke 17) yang memerintah Kerajaan Kutai pada 1850-1899.

 

Pembangunan itu sendiri terkait kisah duka sang Raja. Beliau memiliki putra mahkota bernama Aji Sultan Muhammad Alimuddin gelar Sultan Muda (kelak menjadi Raja Kutai ke 18).

 

Dikisahkan, putra mahkota memiliki isteri bernama Aji Galang gelar Aji Putri Anum atau permaisuri Sultan Muda. Mereka memiliki anak bernama Aji Punggek (cucu Sultan Sulaiman). Ketika Aji Punggek berusia 13,5 tahun, kerajaan berencana mengadakan acara pemandian atau mendudukkan yang merupakan adat turun temurun. Acara itu dilakukan sebagai persiapan Aji Punggek menyandang gelar putra mahkota saat berusia 14 tahun nanti.

 

Sang kakek, Raja Aji Sultan Sulaiman menginginkan acara adat dilakukan meriah. Beliau memerintahkan rakyatnya mempersiapkan ramuan padusan. Acara penobatan putra mahkota memang tergolong meriah karena biasanya dilaksanakan selama 40 hari. Seperti kemeriahan Pesta Erau. Rakyat pun antusias menyambut seruan itu. Mereka memersiapkan segala keperluan yang berkaitan dengan ramuan padusan. Di antaranya, kayu telihan atau kayu ulin yang diambil dari pedalaman Mahakam. Kayu-kayu itu digunakan untuk membuat balai ukuran besar yang memiliki tiang 16, yang biasa disebut Balai Mendudus Paca Persada atau Balai Pemandian Bertiang 16. Ketika persiapan berjalan, ternyata takdir menentukan lain. Aji Punggek meninggal dunia karena sakit. Peristiwa ini menimbulkan kesedihan yang mendalam di kalangan keluarga raja dan rakyat. Suasana duka pun menyelimuti kerajaan yang hendak berpesta meriah.

 

Kedukaan mendalam menimpa sang kakek, Raja Aji Sultan Sulaiman. Beliau terpukul dengan kemalangan itu hingga kerap menyendiri. Hatinya galau dengan kematian cucunya.

 

Hingga suatu hari, saat dirinya berjalanjalan di areal istana, tiba-tiba matanya tertuju pada tumpukan kayu ulin yang sedianya untuk membuat balai pemandian. Terbersit dalam pikirannya untuk memanfaatkan kayu itu.

 

Keesokan harinya, beliau memanggil para pejabat istana, termasuk Mufti penghulu Haji Urai Ahmad. Mereka bermusyawarah untuk memanfaatkan ramuan padusan yang terbengkalai. Hingga muncullah gagasan untuk membangun masjid.

 

Sejak itu dimulailah pembangunan sebuah masjid. Dikisahkan, masjid ini berbentuk rumah panggung tetapi dengan ukuran besar. Arsitektur model panggung sebenarnya lumrah saja, mengingat Tenggarong termasuk daerah rawa-rawa dan airnya sering menggenang. Rumah penduduk pun umumnya berbentuk panggung.

 

Antara 1874 hingga 1927, masjid ini beberapa kafi mengalami renovasi. Tetapi renovasi yang tergolong besar terjadi saat Mufti Penghulu dipimpin Haji Aji Amir Hasanuddin gelar Aji Pangeran Sosro Negoro. Dia berjasa besar dalam renovasi masjid hingga tampak seperti sekarang ini.

 

Di samping beliau, tercatat pula tokoh-tokoh yang ikut menyumbangkan pikiran dan tenaganya, yaitu: Haji Ishaq dan Sayyid Sagaf gelar Aji Raden Sukma.

 

Perubahan besar renovasi adalah posisi masjid yang tidak lagi berbentuk rumah panggung. Tentunya dengan melakukan pengurugan tanah. Proses pengurugan ini berlangsung 6 bulan dengan tebal sekitar 1 meter, Luas areal pengurugan mencapai 50 x 50 meter persegi.

 

Selanjutnya disusul dengan pemancangan tiana kayu ulin. Ada 12 buah tiang berdiameter 60 cm dan tinggi 14 meter. Sedangkan sisanya 4 buah tiang berdiameter 80 cm dengan tinggi 16 meter.

 

Luas areal masjid setelah renovasi besar ini menjadi 40 x 40 meter (1600 meter persegi). Setelah selesai renovasi, masyarakat Kutai larut dalam kegembiraan. Berita seputar berdirinya masjid yang tergolong megah pada masanya itu menyebar ke berbagai daerah.

 

Berita ini mendorong pengusaha asal Inggris bernama A. Gray yang menetap di Samarinda ingin melihatnya. Sebelum datang berkunjung dia mencari informasi seputar masjid itu. Dia lalu memutuskan menyumbangkan hiasan pada puncak mihrab atau disebut sungkul. Hiasan sungkul ini dibuat khusus dengan bentuk bulan sabit dan bintang yang didesain dari bahan tembaga.

 

Berita hadiah sungkul ini disambut hangat warga. Mereka mengadakan acara arak-arakan sungkul secara besar-besaran mulai dari Samarinda hingga sampai ke Kutai.

 

Adapun penggagas utama renovasi masjid, Haji Aji Amir Hasanuddin menjabat sebagai Pimpinan Mahkamah Agama Islam di Kerajaan Kutai hingga 1935. Beliau wafat pada 1939, Untuk mengenang jasanya, pada 1962 masjid ini diberi nama Masjid Jami Hasanuddin. Ketika itu yang mengusulkan adalah sesepuh masjid yang bernama Iskandar Usat.

 

Dalam perjalanan sejarahnya, masjid ini pernah mengalami masa-masa kelam, yaitu saat Pemda Kutai Kartanegara membangun masjid lain yang lebih megah dan modern, yakni Masjid Sultan Sulaiman. Jaraknya tidak terlalu Jauh dari Masjid Jami Hasanuddin.

 

Keberadaan Masjid Sultan tentu menggembirakan. Tetapi belakangan hari Pemda Kutai mengeluarkan keputusan sepihak agar setiap hari Jumat, Masjid Jami Hasanuddin dilarang melakukan kegiatan shalat Jumat. Alasannya, agar semua jamaah Jum’at terpusat pada masjid milik Pemda.

 

Keputusan ini mendapat tantangan keras masyarakat, tetapi mereka tidak berdaya melawan. Masjid Jami dijaga aparat setiap Jumat dan pengurus dilarang melakukan aktivitas apapun. Peristiwa ini berlangsung selama beberapa tahun.

 

Puncak perlawanan masyarakat Kutai pun terjadi. Pengurus masjid bersama masyarakat menyebarkan secarik kertas berisi imbaun kepada warga untuk melaksanakan shalat Jumat pada 2 April 2004.

 

Imbauan yang ditunggu lama itu disambut hangat. Warga berduyun-duyun datang melakukan shalat Jum’at di masjid bersejarah itu.

 

Digambarkan, saat itu sejumlah aparat berjaga-jaga di sekitar masjid, tetapi masyarakat tidak perduli. Mereka tetap melaksanakan shalat Jum’at. Mereka tidak takut seandainya terjadi kekerasan.

 

Mengenang peristiwa itu, seorang pengurus Masjid Jami, H. Masrani Idris, menuturkan kepada penulis, “Suasana di luar masjid sangat mencekam. Tetapi yang berada di dalam sangat tenang dan malah bercucuran air mata. Mereka bahagia bisa menentang keputusan yang tidak adil itu.”

 

Seorang jamaah yang berada di teras masjid menceritakan seputar keramat masjid ini. “Sejak lama sebagian masyarakat percaya masjid ini memiliki keramat. Mereka yang berhajat lalu iktikaf di masjid ini ternyata banyak yang berhasil. Mereka datang dari berbagai tempat.” Penjelasan disampaikan oleh Dedi Junaedi.

 

Lebih jauh dia mengatakan, ketika larangan Jumat berlaku, mereka yang iktikaf pasti berdoa agar larangan itu dicabut. Biasanya mereka mimpi kedatangan sosok gaib yang datang sambil tersenyum.

 

“Mungkin sosok gaib itu para pendiri masjid ini,” aku Dedi.

 

Penuturan Dedi memang ada benarnya. Para pendiri masjid itu tentu tergolong orang-orang alim yang di masa hidupnya memiliki karomah tinggi. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: HARTA KARUN DI GUNUNG EMAS

Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: SATRIO PININGIT AKAN SEGERA HADIR

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: CINCIN MUSTIKA MANI GAJAH, MEMBUATKU JADI HYPERSEX

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!