Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: BERBURU MUSTIKA DI GUNUNG PERAHU

Panggonan Wingit: BERBURU MUSTIKA DI GUNUNG PERAHU

SEBELUM RITUAL DIMULAI, MENDADAK LANGIT BERUBAH KELAM. HUJAN TURUN DENGAN DERAS. ANEHNYA, AYAM JAGO PUTIH MULUS YANG DIPERSIAPKAN UNTUK SESAJEN, MENDADAK MATI TANPA SEBAB. APA YANG TERJADI KEMUDIAN…?

 

SUPRIYANTO tersentak dari tidurnya! Dia bangun dengan keringat membasahi baju piyamanya yang usang. Dilihatnya jam dinding tua. Waktu menunjukkan pukul 02.40. Sudah masuk hari Ahad Wage.

 

Dia lalu membangunkan isterinya yang tertidur lelap. Sambil mengucek-ngucek matanya Salimah, sang isteri terbangun. “Ada apa sih mas? Mimpi lagi ya?” Tanyanya sambil menyembunyikan kekesalan.

 

“Bung Karno datang menemuiku, Sal!” Jawab Supriyanto.

 

“Ah, sudahlah, itu kan hanya mimpi. Nggak usah dianggap serius, Mas!” Ujar Salimah.

 

“Tidak, Pak Karno betul-betul menyuruh kita ke gunung itu, karena di sana katanya ngun dengan terdapat harta terpendam dan aku disuruh imanya yang mengambilnya,” ujar Supriyanto sambil tua. Waktu menatap tajam isterinya.

 

“Ah, Mas ini ada-ada saja. Lha wong Pak Karno itu kan sudah lama meninggal. Masak iya sih bisa datang. Mas ini banyak angan-angn. Sudahlah, jangan dipikirkan. Walaupun hidup kita begini, tapi jangan berpikir yang neko-neko!” Salimah sambil merebahkan kembali tubuhnya yang montok.

 

Pagi harinya, Supriyanto sudah duduk menghadap meja. Di situ sudah cemawis segelas teh manis dan sepiring gethuk untuk Sarapan. Sementara Salimah asyik di dapur mencuci piring. Sambil menikmati sarapan, Supriyanto komat-kamit menghitung hari: “Ahad Wage. Ahad — 5, Wage – 4, jumlah 9, Titiyoni, Gondoyoni, Puspotajem.” Bisik Supriyanto dalam hati.

 

Dia mengucapkan kembali kata-kata itu dan pada hitungan kesembilan, jatuh pada kata Puspotajem. Supriyanto tersenyum sendiri. “Ahad Wage neptunya 9, itu adalah impennya laki-laki dan jatuh Puspotajem lagi. Kalau begitu, mimpiku akan menjadi kenyataan! Aku akan jadi orang kaya!” Katanya dalam hati.

 

Usai sarapan, dia langsung pamit kepada isterinya, “Sal, aku mau menjumpai Mas Bambang dulu, ya!” Katanya.

 

“Lho, kok tumben, Mas?” Tanya isterinya.

 

“Aku mau membicarakan masalah ini dengannya!” Jawabnya singkat.

 

Salimah hanya mengangguk, mengantar Suaminya dengan senyuman sampai ke depan pintu. Dalam hatinya, dia berdoa semoga mimpi Suaminya menjadi kenyataan dan mereka bisa merubah kehidupan ke arah yang lebih mapan.

 

Matahari memancarkan sinarnya di pagi Minggu Wage yang cerah itu. Salimah sempat membayangkan suaminya pulang dengan membawa satu peti harta terpendam seberti yang ditunjukkan Bung Karno dalam mimpi suaminya dan mereka pun akan menjadi orang kaya di kampungnya. Dengan begitu mereka tak perlu lagi bekerja sebagai RBT (Rakyat Banting Tulang)…

 

DEMIKIANLAH sekelumut kisah yang dialami oleh Supriyanto. Dia menuturkan ikhwal mimpinya itu kepada Bambang Rusmanto, SP, di Desa Sei Silau Tua, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Secara kebetulan, ketika itu penulis juga ada di sana.

 

Sei Silau Tua adalah nama salah satu desa di Kecamatan Buntu Pane yang wilayah teritorialnya termasuk areal HGU PTP, Nusantara III Afdeling VII Kebun Sei Silau. Sebagian besar penduduk di sana mempunyai mata pencaharian sebagai petani, karyawan perkebunan, penyadap aren dan petani perkebunan.

 

Di kawasan Dusun IV, ya … di desa itu terdapat kawasan yang sudah sejak dahulu disebut oleh masyarakat sekitarnya dengan nama Gunung Perahu. Sebenarnya Gunung Perahu bukan nama sebuah gunung, tetapi nama suatu kawasan yang berada di areal Afdeling VII PTPN JII Sei Silau.

 

Tempat itu berbentuk perbukitan yang dikelilingi lembah-lembah curam. Penduduk sempat menyebutnya sebagai kawasan angker, serta menyimpan misteri yang teramat kental.

 

Tim penulis ditemani Mawardi Noor, Ngadiran dan Slamet, pada April 2007, bertemu Bambang Rusmanto, SP, seorang paranormal muda di Asahan yang berdomisili di Desa Sei Silau Tua. Di situ kami melihat Mas Bambang sedang berbincang-bincang dengan seorang pria berperawakan agak kurus, berkulit sawo matang, yang kemudian diketahui bernama Supriyanto.

 

Setelah diperkenalkan oleh Mas Bambang, penulis menanyakan tentang keberadaan mustika di Gunung Perahu. “Kebetulan, Pak!” Jawab Bambang. “Mas Supriyanto ini barusan menceritakan perihal mimpinya kepada saya,” tambahnya.

 

Supriyanto kemudian menceritakan ikhwal mimpinya seperti dijelaskan di awal tulisan ini. Dia menuturkan, sebelum mimpi ditemui Bung Karno, dirinya pernah dijumpai Khanjeng Ratu Kidul. Kemudian pada hari lainnya, Supriyanto juga mendapat wisik dari orang tua berjenggot dan berjubah putih agar datang ke Gunung Perahu. Karena di situ terpendam Mustika Merah Delima, Stambul, dan satu peti koin emas milik saudagar kaya di abad XVII. Untuk mengambilnya, syaratnya cukup mudah, yaitu membawa kembang telon, kain mori 1 meter, minyak duyung dan ayam jago warna putih mulus.

 

“Mengapa Mas tidak segera melaksanakan perintah itu?” Tanya penulis.

 

Sambil mengangkat bahu dan menggelengkan kepala, Supriyanto menyatakan tidak berani mengambil harta sebagaimana petunjuk Khajeng Ratu Kidul, orang tua berjenggot, dan terakhir Bung Karno, di dalam mimpinya.

 

Bambang Rusmanto, SP, merenung sejenak dan suasana di rumah itu menjadi hening, penulis berpikir, mungkin paranormal muda itu sedang menerawang keberadaan Gunung Perahu. Apakah memang terdapat bendabenda mengandung aura gaib sesuai dengan wisik yang diterima Supriyanto.

 

“Benar!” Ujar Bambang setelah menyelesaikan penerawangan. Tapi saya belum tahu secara persis di mana letak barang-barang itu, karena kita harus langsung ke lokasi untuk melakukan deteksi. Tapi kita harus hati-hati dan siap mental untuk datang ke sana,” katanya.

 

Dari Bambang Rusmanto, SP, penulis mendapat keterangan, bahwa menurut cerita dari mulut ke mulut, asal mula mulanya tempat itu disebut dengan gunung perahu, konon pada zaman dahulu kala kawasan tersebut adalah sebuah sungai, yakni cabang dari sungai Asahan dari Bandar Pasir Mandoge dan ke hilir menuju sungai Bunut.

 

Menurut cerita orang tua di desa itu, pada saat terjadi banjir besar, seorang saudagar kaya di kawasan itu menebang pohon Ara untuk membuat perahu. Batang pohon ara tersebut dipotong sepanjang 12 meter dan diletakkan di sebuah bukit. Kemudian bagian tengahnya dipahat untuk dibentuk menjadi sebuah perahu. Akan tetapi, sebelum pembuatan perahu selesai, tiba-tiba, suadagar dan anak buahnya terhisap oleh kekuatan dahsyat yang entah dari mana datangnya.

 

Konon, pada saat Belanda menjajah Indonesia abad XVI, saudagar kaya tersebut terpaksa pindah dari tempat itu ke tempat yang lebih aman dari gangguan pihak kolonial dengan meninggalkan perahu yang belum rampung dan sejumlah hartanya pun ditanam dikawasan itu.

 

Sampai sekarang, bangkai perahu tersebut masih ada di atas bukit yang berada di areal Afdeling VII kebun Sei Silau Asahan. Kemudian, hingga saat ini oleh masyarakat disebutlah kawasan itu dengan nama Gunung Perahu.

 

Selasa Pahing, 10 April 2007, Tim penulis bersama Mas Bambang, SP, dan Supriyanto, didampingi juga oleh Ngadiran, Samirin dan Slamet melakukan investigasi untuk mengetahui dan melihat dari dekat keberadaan kawasan gunung tersebut.

 

Sebelum berangkat, penulis sempat berbincang sambil minum kopi di sebuah warung. Dan tepat pukul 14.30 wis dengan sepeda motor penulis dan kawan-kawan berangkat menelusuri jalan desa di Dusun IV Sa. Silau Tua untuk menuju lokasi. Saat mem asu kawasan areal Afdeling VII, kami pun harus melalui jalan kebun yang berliku dan mendaki.

 

Setelah hampir satu setengah jam menjelajahi kawasan itu, akhirnya, kami Pun tiba di puncak bukit yang disebut dengan nama Gunung Perahu di mana di kiri kanannya terdapat lembah-lembah dan perbukitan lainnya.

 

Karena kawasan tersebut merupakan areal perkebunan, tak heran apabila banyak pohon karet yang baru berusia kurang lebih 1 tahun tumbuh subur di sana. Pemandangan di atas bukit cukup indah, sehingga tak ada yang menyangka jika kawasan itu cukup angker.

 

Penulis melihat memang ada potongan kayu besar berbentuk mirip perahu yang belum selesai dibuat. Di sampingnya terdapat lembah yang dalam dan dipenuhi semak belukar, sementara lembah yang lain cukup bersih dan ditanami pohon karet sedang di tepi jalannya tumbuh pohon jati putih.

 

“Pihak karyawan kebun tidak berani membersihkan lembah itu, konon, tempat itu adalah istana makhluk halus penjaga mustika dan stambul!” Ujar Bambang.

 

Tak berapa lama kami di situ, terjadi perubahan pada diri Supriyanto. Wajahnya merah dan pandangannya tajam menatap lembah di dekat perahu kayu tersebut.

 

“Aku didekati penunggu kawasan ini,” bisik Supriyanto, gemetar.

 

Memang, terasa sekali ada desiran angin dingin dan lembut menerpa wajahnya. Menurutnya, ada kekuatan gaib yang mendorongnya untuk masuk ke lembah itu. Dengan cepat, Bambang memusatkan panca inderanya untuk menerawang secara galb, untuk mengetahui makhluk apa yang berada kawasan itu.

 

Penulis tidak tahu mantera apa yang dibacanya, akan tetapi wajah Mas Bambang cukup tegang dan tubuhnya gemetar seperti ada unsur gaib yang masuk.

 

“Yang menunggu kawasan ini ada tiga!” Ujarnya.

 

“Apa itu, Mas?” Tanya Ngadiran.

 

Sambil menunjuk satu bukit, Bambang mengatakan di sana ada harimau putih. Kemudian di sebuah bukit di belakang kami ada seorang puteri dan, di semak belukar ini ada seekor Ular Dari.

 

Lalu Mas Bambang mengambil potongan kayu dan memegangnya sebagai alat penunjuk arah. Dengan kekuatan supranaturalnya, dia menyalurkan hawa murni. Aneh, potongan kayu tersebut seperti digerakan oleh sesuatu, kekuatan. Ya, potongan kayu tersebut terus menuntun Mas Bambang menunjuk arah lembah yang penuh dengan semak-semak. Kemudian menunjuk ke arah pohon Pakis setinggi tiga meter.

 

“Itu adalah sumur yang di dalamnya terdapat mustika merah delima dan stambul!” Kata Mas Bambang setengah berbisik.

 

Dia kembali meneruskan penerawangannya dengan media potongan kayu tersebut. Kali ini, dia dituntun melihat ke dalam semak belukar diikuti Ngadiran. Alangkah terkejutnya Ngadiran ketika dedaunan di semak-semak itu bergoyang, ternyata di sana ada seekor ular besar yang sedang bergerak ke arah potongan kayu tersebut. Tapi hanya sepintas. Lalu, ular itu menghilang entah kemana.

 

“Itulah ular dari penunggu mustika dan stambul!” Ujar Mas Bambang.

 

Setelah satu jam lebih kami di kawasan itu, penulis mengajak kawan-kawan berdiskusi untuk menentukan apakah sore itu juga akan melakukan ritual untuk pengambilan benda gaib yang ada di sana. Dari penjelasan Mas Bambang, di kawasan itu memang terdapat mustika Merah Delima dan Stambul yang tersimpan di dalam sumur di lembah itu.

 

Akan tetapi benda-benda itu dijaga oleh dua makhluk gaib, yaitu Macan Putih dan Ular Dari. Sementara ada juga tujuh peti dan perhiasan emas tersimpan di dalam bukit tidak jauh dari lembah belukar di mana tersimpan Mustika Delima dan Stambul itu.

 

Namun tujuh peti itu dijaga oleh makhluk dengan wujud seorang puteri. Keberadaan Macan Putih tersebut dapat dibuktikan apabila pada malam hari turun hujan, sebab, akan. tampak ada tapak harimau di kawasan itu. Sedang Ular Dari adalah penunggu yang cukup ganas dan sangat mematikan.

 

Supriyanto yang sejak tadi mendengarkan penjelasan Mas Bambang, tiba-tiba berkata: “Saya rasa hari ini acara ritual tidak bisa kita kerjakan,” ujarnya.

 

“Benar!” Tegas Mas Bambang. “Ternyata untuk mendapat benda-benda gaib itu tak semudah seperti yang diperintahkan para gaib kepada Supriyanto, termasuk syaratsyarat yang disebutkan dalam mimpinya. Karena kita harus terlebih dahulu mendapat izin dari tiga makhluk gaib penunggu kawasan ini,” kata Bambang.

 

Perburuan mustika hari Selasa Pahing itu gagal. Mungkin karena tidak dilaksanakan sesuai dengan petunjuk yang diterima Supriyanto dalam mimpinya. Memang, penulis dan tim tidak membawa ubo rampe seperti yang dijelaskan Supriyanto.

 

Tepat pada hari Jurm’at Kliwon, setelah turun dari masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at, penulis bertemu kembali dengan Mas Bambang, Slamet, Supriyanto dan Ngadiran. Kami membicarakan kemungkinan untuk dapat mengangkat Mustika Merah Delima, Stambul dan peti koin emas dari gunung perahu.

 

Mas Bambang dan Supriyanto ternyata sudah menyiapkan berbagai ubo rampe yang diminta oleh para gaib. Akan tetapi, begitu penulis bersama mereka ingin segera berangkat, cuaca yang sejak tadi siang cukup cerah, tibatiba saja awan hitam menyelimuti dan tak lama kemudian hujan pun turun dengan lebat disertai angin.

 

Kami menjadi panik, bingung tak menentu. “Ini pasti ada sesuatu yang salah!” Ujar Mas Bambang.

 

Penulis lebih heran, ketika tiba-tiba ayam jago yang dipegang Supriyanto berkokok tiga kali, lalu terkulai dan mati. Kami saling berpandangan.

 

“Lalu, rencana ke Gunung Perahu bagaimana?” Tanya Slamet sekadar untuk mengurangi ketegangan di tengah suasana hujan angin dan udara yang semakin dingin.

 

Dalam suasana hujan dan agin kencang, Mas Bambang memusatkan indera keenamnya. Dia duduk bersila di emperan warung. Walau tubuhnya basah terkena percikan air hujan, tapi dia seolah tak merasakannya.

 

Tak lama setelah melakukan meditasi, Mas Bambang menceritakan bahwa kedatangan kami di hari Selasa Pahing itu menimbulkan kemarahan bagi penguasa Gunung Perahu, karena tidak kulo nuwunan dulu.

 

Akhirnya, perburuan mustika di Gunung Perahu mengalami kegagalan untuk yang kedua kalinya. Penulis tidak tahu, kapan lagi perburuan itu akan dilanjutkan. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: LEWAT PUTER GILING, KUKEMBALIKAN CINTANYA

Kyai Pamungkas

MUNGKINKAH PERKAWINAN MANUSIA DENGAN JIN?

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: DERMAGA GAIB KALI KUCUR

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!