Ngaji Bareng Kyai Pamungkas

Ngaji: ISRA’ MI’RAJ DI SUDUT PANDANG SUFI

Ngaji: ISRA’ MI’RAJ DI SUDUT PANDANG SUFI

PENUGASAN UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT LIMA WAKTU BAGI UMAT MUHAMMAD YANG DIALOGNYA MENGAMBIL TEMPAT DI SIDRATUL MUNTAHA DI ATAS LANGIT KE TUJUH, HENDAKNYA DIARTIKAN “LANGIT MENURUT PENGERTIAN ALLAH”, BUKAN LANGIT MENURUT PENGERTIAN MANUSIA YANG BISA DILIHAT DAN DITUNJUK OLEH JARI-JEMARINYA…

 

Kisah Isra’ Mi’raj junjungan Nabi Muhammad SAW adalah suatu peristiwa besar yang menyangkut keimanan kaum muslimin. Hal ini tidak bisa dipandang sebagai suatu peristiwa yang hanya dikagumi karena keluarbiasaannya semata-mata, namun lebih dari itu adalah suatu momentum yang paling berharga bagi manusia dan kemanusiaan dalam upaya mencari kebenaran dan hakikat hidup di dalam keimanannnya sebagai seorang muslim.

 

Tak bisa dipungkiri, Isra Mi’raj merupakan bagian dari keimanan. Maksudnya, seseorang yang tidak didasari oleh nilai-nilai keimanan, sulit rasanya untuk mempercayai peristiwa Isra Mi’raj yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tersebut.

 

Sebagaimana diketahui, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Bayt AlMagdis, kemudian naik ke Sidrat Al Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Mekkah dalam waktu yang singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Qur’an disampaikan Tuhan kepada umat manusia.

 

Peristiwa ini membuktikan, bahwa ilmu dan gudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang terbatas dan tak terbatas tanpa terikat ruang dan waktu.

 

Bagi kaum rasionalis yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menyanggah, bahkan tidak menerimanya sebagai suatu kebenaran karena bagaimana mungkin kecepatan yang luar biasa bahkan melebihi kecepatan cahaya itu dapat terjadi. Kecepatan merupakan batas tertinggi dalam ruang yang hampa udara, belum lagi daya tarik bumi yang sulit untuk dilepaskan.

 

Apa mungkin, sepanjang perjalanan di luar angkasa lingkungan material atau debu-debu kosmis yang dilalui oleh Nabi Muhammad SAW tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh Beliau? Menurut pandangan mereka, ini tidak mungkin terjadi.

 

Karena hal tersebut tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau dengan panca indra, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan logika akal sehat. Demikian kira-kira argumentasi mereka yang menolak peristiwa ini.

 

Pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imani. Inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar Shiddig, sebagaimana ucapannya: “Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya.”

 

Oleh karena itu, informasi yang disampaikan Nabi Muhammad SAW adalah masukan yang paling bernilai di dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi perkembangan zaman dan waktu yang selalu bergerak menuju arah depan.

 

Tambah maju ilmu pengetahuan dan teknologi, tambah terasa pula arti dan makna kebenaran Islam dan Miraj tersebut. pada golongan kaum muslimin sendiri yang mempercayai kebenaran Isra Mi’raj, ada dua pendapat, yaitu bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra’ Mi’raj hanya ruh saja. sedangkan pendapat kedua menyebutkan ruh danjasadnya.

 

Sebenarnya, bukan di sana letak permasalahannya. Karena sesuatu bisa saja terjadi dan bisa pula tidak terjadi, semuanya tergantung pada masyi’atullah (kehendak Allah). Sama halnya tentang dapat atau tidaknya melepaskan diri dari daya tarik bumi, bagaimana caranya hingga jasad Muhammad tidak hancur karena “gesekan” dengan debu-debu kosmis di atmosfir dan sebagainya.

 

Yang penting jadi bahan renungan untuk mempertebal keimanan hendaknya pemikiran harus ditujukan “kenapa bisa begitu” atau “Jengan cara bagaimana untuk bisa begitu.”

 

Pemikiran yang didasarkan kepada rasio semata-mata tentang Isra’ Mi’raj dengan mengesampingkan keimanan sungguh tidak relevan sama sekali. Karena perjalanan Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan ke Alam . Ghoib di mana Allah SWT berkehendak memperlihatkan tanda-tanda keagunganNya serta ciptaanNya kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Begitu pula tulisan ini bukan untuk memaparkan peristiwa ulang yang dialami selama Isra’ Mi’raj oleh Nabi Muhammad SAW, akan tetapi pemikiran terhadap kebenaran Isra’ Mi’raj itu ditinjau dari sudut pandang sufisme.

 

Sebagaimana telah dipaparkan di muka bahwa mempercayai Isra’ Mi’raj harus dengan imani. Sedangkan imani itu sendiri berhubungan dengan Mukasyafah kegaiban (terbuka tirai kegaiban) dan Marifat (pengenalan). Menyangkut dengan hal itu timbul beberapa pertanyaan:

 

1. Apakah demikian jauhnya Allah SWT dengan Muhammad SAW, sehingga terbayang pertemuan Agung itu memerlukan keberangkatan Muhammad keluar orbit bumi?

 

2. Jasad serta perlengkapan yang bagaimanakah yang dibawa naik ke luar angkasa, sementara jasad kebumian yang ada sulit untuk bisa lepas dari daya tarik bumi?

 

3. Kendaraan ruang angkasa yang “Tunggangi Nabi yang terkenal Bouraq, angap kecepatannya dapat menempuh 300.000 km.

 

Dalam Surat Al-Isra dan beberapa ayat dalam Surat An-Najm. Kerena ayat-ayat itu berkaitan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Kalimat yang pertama pada surat Al-Isra’ berbunyi demikian: “Asraa bi’abdihii” yang artinya: “Ia Isra’kan hamba-Nya.”

 

Dalam kalimat ini terdapat perkatan “bi” (bi’abdihi). Di sini sebenarnya terdapat keunikan kalimat, karena sepanjang penataan bahasa, kalimat itu bisa diucapkan: “Asraa’abdahu” juga dalam arti “Ia isra’kan hambaNya”.

 

Kata “abdahu” di sini menunjukkan kata penderita. Tanpa perkataan “bi” sebenarnya kalimat itu sudah tergolong kalimat yang mufidah/jelas serta sempurna. Maka dengan masuknya kata “bi” dalam ayat ini tentu ada makna yang lebih sempurna. Ulama tafsir menyebutnya “bi-ma’iyah” atau “bi penyertaan” yang biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya ”dengan.”

 

Dengan tambahan kata “bi-ma’iyah” itu menunjukkan kepada pengertian: “tidak mungkin Muhammad dapat melakukan perjalanan sejauh itu, kalau tidak dengan Allah SWT. Hal ini sesuai dengan kalimat “Wala haula wala guwwata illa billah” yang artinya “tidak ada daya kekuatan melainkan dengan Allah”.

 

Dalam surat Al-Baqarah ayat 186 berbunyi, “Wa idza saalaka’ibaadii ‘an-nii fain-in gariib.” yang artinya: “Dan bilamana hamba-hambaKu menanyakan kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat.”

 

Bukankah Allah dan Muhammad itu “qoribun” dan “aqrabu, min hablil warid (lebih dekat dari urat pernafasan). Malah kalangan, Ahlul Kalam menegaskan: “Siapa yang menyangka bahwa Muhammad jauh dari TuhanNya adalah kufur.”

 

Dengan kita pahami bahwa Ucapan-ucapan hadits-hadits Rasulullah yang berkaitan dengan peristiwa ini yang disampaikan dengan katakata dan kalimat yang sederhana, tidak lain menyesuaikan dengan daya pikir dan daya nalar ummat yang dihadapi Beliau pada waktu itu. Yang dipentingkan adalah mau percaya atau tidak, bukan persoalan bisa diterima rasio atau tidak.

 

Rasulullah SAW sudah barang tentu punya keyakinan bahwa pada kurun waktu tertentu, sesuai dengan perkembangan zaman serta kemajuan ilmu dan teknologi, semua itu akan terungkap dengan jelas.

 

Kaum sufi sebenarnya sudah menemukan jawaban dari semua pertanyaan tadi. Dengan satu metode yang mereka sebutkan “peleburan ke dalam dan di dalam cahaya sebagai unsur asli manusia dan alam termasuk tanah dengan persepsi yang tinggi.”

 

Sebagai bukti yang lain terhadap teori kaum Sufi ini, kita sering mendengar sekian banyak para wali yang mampu melakukan shalat Jum’at ke Mekkah yang hanya beberapa jam kemudian sudah berada kembali di rumahnya, di Indonesia.

 

Mereka tidak mau disebut hebat, malah hal tersebut dirahasiakan. Tapi saksi mata tidak bisa menutup mata untuk itu. Teori kaum sufi ini sejalan pula dengan kenyataan ilmiah yang disodorkan oleh para ilmuan dan filosof bahwa setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda-beda dengan sistem gerak yang lain.

 

Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan suara. Suara pun membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan cahaya dan pada akhirnya ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran apapun yang dikehendakinya. Sesuatu itulah yang kita namakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

 

Rasulullah SAW dalam peristiwa Mi’raj itu, secara nyata menyaksikan dan melihat jelas Ciptaan Allah di Alam Gaib yaitu sorga, neraka, Arasy Kursi, Sidratul Muntaha sebagai finish perjalanan semuanya diperlihatkan Allah SWT sebagai tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah SWT.

 

Kesimpulan dari uraian ini adalah :

1. Kita tidak seyogyanya membayangkan sejauh itu jarak antara Allah dengan Muhammad SAW, sesuai dengan firman Allah itu sendiri pada surat Al-Bagarah 186 dan banyak firman Allah lainnya serta hadits Nabi serta hadits Qudsi.

 

2. Dialog langsung antara Allah dengan Muhammad sebagai kekasihnya, kapan saja dan di mana saja bisa saja dilakukan sesuai dengan kehendak Allah itu sendiri.

 

3. Penugasan untuk melaksanakan shalat lima waktu bagi ummat Muhammad yang dialognya mengambil tempat di Sidratul Muntaha di atas langit ke tujuh, hendaknya diartikan “Langit menurut pengertian Allah” bukan langit menurut pengertian manusia yang bisa dilihat dan ditunjuk oleh jarijemarinya.“

 

4. Istilah Musyahadah (menyaksikan) dan Mukasyafah (terbuka tirai) yang popular di ‘ kalangan kaum sufi adalah suatu keadaan yang analog dengan hakikat dan makna Isra Mi’raj.

 

Terakhir, kita percaya kepada Isra’ Mi’raj karena tidak ada perbatasan antara peristiwa yang terjadi sekali itu, karena semua itu diciptakan serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya. Saya berharap semoga tulisan ini dapat diambil manfaat serta hikmahnya. (Disarikan dari berbagai sumber). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Ngaji Sufi: SYARIAT JALAN PUNCAK MENCINTAI ALLAH

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas: MEMANGGIL REZEKI

Kyai Pamungkas

Ngaji Psikologi: HUKUM TABUR TUAI

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!