Kisah Mistis: SERANGAN TELUH BANGKAI TIKUS
SUNGGUH DAHSYAT MODUS ILMU HITAM YANG SATU INI. DALAM PENAMPAKKAN GAIB, KORBANNYA DIKERUBUNGI OLEH RATUSAN TIKUS YANG MENGGIGITI TUBUHNYA. MENGERIKAN SEKALI. KISAH NYATA INI DIALAMI OLEH WATY, 30 TAHUN, DAN MENIMPA DIRI SUAMINYA.
Seorang gadis yang taat beragama dan menyandang gelar Sarjana Hukum, aku selalu berpikir rasional dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Artinya, aku kurang yakin bahkan tidak percaya pada hal-hal atau fenomena yang sifatnya gaib. Misalnya saja tentang keberadaan hantu-hantu dengan beragam jenis atau nama, arwah-arwah penasaran yang bangkit dari alam kubur, dan berbagai hal yang bersifat supranatural lainnya Bagiku, semuanya itu hanya ilusi dan halusinasi mereka yang mengalamai depresi berat atau yang bermental lemah akibat tipis imannya. Atau hal itu cuma dialami oleh orang-orang yang senang berkhayal saja. Ketetapan hati seorang manusia kadangng memang bisa berubah sesuai dengan kadar dan kondisi. Bahkan cara berpikir setiap orang yang hidup di dunia fana ini pun selalu berubah, apalagi setelah bermacam-macam perangkat metologi yang serba canggih dewasa ini.
Apa yang sebelumnya dianggap mustahil, sekarang menjadi transparan untuk dilakukan. sehingga aku mulai berpikir, betapapun seseorang ingin mempertahankan sikap rasionalnya, lama-kelamaan akan mulai mempercayai fakta-fakta gaib yang selalu muncul ke permukaan.
Demikian yang terjadi atas diriku setelah membangun rumah tangga beberapa bulan yang lalu. Ya, aku menikah dengan Bang Irfan atas dasar suka sama suka. Tegasnya, rumah tangga itu kami bangun atas dasar saling mencintai.
Tetapi di tengah rasa cinta itu, ketika kami baru saja menikmati suasana kebahagiaan perkawinan yang bergelimang madu tersebut, mendadak, suamiku sakit. Bahkan kemudian membawa kematiannya!
Kejadian itu menimbulkan luka yang amat mendalam serta kepiluan di hatiku. Dan sungguh menyakitkan. Apalagi kematian Bang Irfan oleh keluarga dekatku dianggap tidak wajar. Ada pula yang percaya, suamiku meninggal karena didukuni dengan mengirimkan virus setan ke tubuhnya. Benarkah seperti itu?
Seperti kuungkapkan tadi, aku sama sekali kurang meyakini hal-hal yang sifatnya supranatural termasuk masalah perdukunan. Sebagai seorang yang awam dalam bidang tersebut, kalaupun itu benar adanya, aku juga sangat buta dengan apa yang disebut virus”
Setan. Mungkin karena itulah dugaan-dugaan yang di luar nalar tersebut sering kuabaikan begitu saja. Menurutku, kepergian Bang Irfan hanya sebagai ketetapan Illahi tanpa ada intervensi manusia di dalamnya.
Aku cukup kuat mempertahankan prinsip, meskipun Ibuku secara berulang-ulang Mendesak agar aku memikirkan cara-cara alternatif di luar pengobatan medis jauh Sebelum suamiku meninggal. Sebagai orang Yang hidup digenerasi jauh lebih tua denganku, Ibu tentu percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Dia menduga, Bang Irfan bukan Mengalami sakit biasa. Memang aneh, dokterokter ahli tidak bisa menemukan secara pasti akar penyebab penyakitnya melalui terapi dan Peratan medis modern yang mereka miliki.
Pendapat Ibuku tersebut turut pula diiyakan oleh seseorang tetanggaku yang meyakinkan bahwa ada sesuatu yang di balik sakitnya Bang Irfan.
Bu Nurjanah, demikian nama tetangga, pernah berbisik di telingaku seperti ini, “Dik Waty, maaf ya, percaya nggak percaya, beberapa malam terakhir ini aku pernah menyaksikan penampakan cahaya merah melayang-layang bagaikan bola api mengelilingi bubungan atap rumah kalian. Itu merupakan pertanda buruk bahwa akan terjad musibah. Jadi, sebaiknya adik Waty segera ke dukun untuk minta dipagari.”
Sejenak aku tertegun menanggapi bisikan itu. Malahan aku berkata, “Maaf, ya Mbak! Saya tidak terlalu percaya pada hal-hal begituan. Bagi saya bantuan medis dan takdir Tuhan merupakan batas upaya yang maksimal untuk dilakukan, sambil berdoa dan tawakal!”
Beberapa hari setelah Mbak Nurjanah memberikan pendapatnya seperi itu, cobaan yang diramalkan olehnya itu memang menjadi kenyataan. Mungkin suatu kebetulan belaka. Suamiku menghembuskan nafasnya yang terakhir. Halini terjadi tepat pukul 24.00 WIB. Kepergian Bang Irfan waktu itu secara kebetulan disaksian oleh kaum kerabat dan sanak famili yang sedang berkumpul di rumah. Entah mengapa, sebelum ajal menjemputnya Bang Irfan memang ingin dipertemukan dengan semua keluarga.
Kami para wanita dan ibu-ibu rumah tangga sedang bertukar pikiran di ruang keluarga ketika mendengar Ibu memanggilku. Dengan bergegas, aku beserta yang lainnya melangkah masuk ke kamar perawatan di mana Bang Irfan dibaringkan.
Di dalam kulihat suamiku tengah sekarat dalam kondisi yang sangat mengerikan. Kedua bola matanya terbelalak lebar, mulutnya terbuka sedemikian rupa, sambil mengangkat tangan dengan gerakan lemah menunjuk ke atas plafon rumah. Wajahnya yang pucat pasi membayangkan dia tengah dihantui rasa takut yang amat sangat.
Aku masih hanyut dalam kecemasan, juga tangis yang nyaris tak berkesudahan, ketika kulihat perut suamiku bergerak-gerak, menggelembung dan mengempis naik turun tidak beraturan. Sepertinya, ada sesuatu yang berkeliaran di dalam lambungnya.
Setelah mengalami penderitaan yang sulit dilukiskan dengan untaian kata-kata, Bang Irfan kemudian menarik nafas panjang beberapa kali, diikuti batuk-batuk kering. Seiring dengan batuknya, beberapa kali pula Bang Irfan memuntahkan darah kental kehitaman dari kerongkongannya, berhamburan dan muncrat kian kemari. Yang hadir dalam kamar tak ayal lagi kecipratan darah yang bergumpal-gumpal tersebut. Baunya sangat busuk dan menjijikan!
Anehnya, sebelum ajal benar-benar menjemputnya, di atas loteng terdengar bunyi dan suara gemuruh bagaikan ada serombongan binatang pengerat yang sedang berpesta. Mungkin tikus? Tidak, selama ini tidak pernah ada hewan jenis apapun bersarang di dalam rumah kami, sebab kami memang tipe orang yang amat mencintai kebersihan dan selalu merawat rumah dengan baik.
Beberapa hari setelah almarhum dikuburkan, ramai kerabat dekatku mengaku pernah menyaksikan penampakkan wujud suamiku yang datang dengan wajah penuh duka. Mereka sepertinya melihat suamiku masih hidup.
“Demi Tuhan, aku melihat Irfan yang berjalan-jalan di dalam ruang tengah rumahku. Dia sepertinya masih hidup, cerira Alfian, adik almarhum suamiku.” Cerita seperti itu juga dituturkan oleh beberapa kerabat lainnya.
Menyimak fenomena tersebut, Ayah dan Ibuku kemudian mengambil kesimpulan bahwa suamiku mati secara tidak wajar, sehingga bisa jadi arwahnya penasaran dan gentayangan.
“Kalau memang Bang Irfar arwahnya penasaran, kenapa sang arwah tidak pernah menampakkan wujudnya padaku?” Tanyaku, setengah tidak percaya.
“Mungkin belum waktunya. Tapi aku yakin suatu saat dia akan menemuimu,” ungkap Ibu kemudian.
Apa yang dikatakan Ibu lalu menjadi kenyataan. Malam itu, kebetulan malam keempat puluh hari kematian suamiku. Begitu usai acara tahlil yang diikuti pengajian, suasana dalam rumah mulai lengang dan sepi.
Mbok Inah, pembantu kami yang setia sudah masuk ke kamarnya di belakang. Mungkin dia sudah letih dan lelah setelah sibuk membantu persiapan tahlilan sejak sore tadi.
Sementara, saat itu, aku sendiri mengambil kesempatan untuk merenungi pengalaman hidupku berumah tangga dengan Bang Irfan yang kalau tidak salah cuma berlangsung kurang lebih lima bulan saja. Sebelum berkenalan dan jatuh cintah padanya, seorang pria yang lumayan tampan dan kaya raya telah naksir berat dan sangat kesemsem terhadap diriku. Sebut saja namanya Rangga, seorang penguasaha muda yang sukses. Dia mungkin telah jatuh cinta padaku dan aku nyaris saja ingin membalas cintanya. Kukatakan nyaris, karena kemudian aku memutuskan untuk sekadar berteman baik saja setelah mengetahui dirinya bukan seorang muslim yang taat.
Jarang kulihat Rangga shalat dan mungkin tidak pernah ke mesjid. Selain itu, Rangga sering membangga-banggakan harta yang dimilikinya. Setiap datang ke rumahku dia sering gonti-ganti mobil model terbaru. Dan tidak lupa memberi Ibu oleh-oleh yang katanya dibawanya dari luar negeri.
Sementara aku sendiri pernah diberinya hadiah seuntai kalung bertatahkan berlian pada saat aku merayakan ulang tahun kedua puluh, sambil mengajakku jalan-jalan ke Parapat dan menginap di sebuah villa di kota parawisata tersebut.
Meskipun tidur berpisah kamar, Rangga pernah berusaha masuk ke kamarku di villa itu. Dan dia membujuk, bahkan memaksaku agar mau melayaninya di tempat tidur. Untung saja aku dapat menyelamatkan diri, dengan meloncat keluar melalui jendela. Dan aku diamankan oleh pihak security di villa itu.
Karena Rangga punya uang banyak, kasus yang memalukan tersebut bisa dinetralisir dan didamaikannya dengan cara menyuap para petugas keamaan villa.
Ternyata kasus itu berbuntut panjang, pria yang tidak bermoral tersebut masih berupaya untuk memiliki tubuhku dengan cara yang lebih terhormat. Dia mengirim utusan untuk melamar atau meminangku ke rumah. Kepada utusan yang mengaku keluarga dekat Rangga, dengan mantap kukatakan bahwa aku lebih baik mati berkalang tanah ketimbang menerima pinangan pria tidak bermoral itu.
Mungkin karena merasa sangat terhina, aku mendapat kabar bahwa Rangga mencakmencak begitu mendengar penolakkanku. Rangga katanya terlanjur mengancam, bahwa diriku akan dibuatnya menjadi perawan tua seumur hidup.
Ancaman itu tidak kuhiraukan manakala aku berkenalan dan jatuh cinta pada seorang pria yang bersahaja. Dan hubungan cinta tersebut berlanjut ke jenjang perkawinan. Bang Irfan, demikian aku memanggil pria tersebut, meskipun tidak kaya raya namun amat taat beribadah. Tapi cinta kami memang harus berakhir dengan kepiluan.
Renungan dan lamunanku buyar ketika terdengar bunyi dan suara aneh yang kupastikan datang dari dalam kamar tidur. Sepertinya bunyi mencericit dari sekumupulan hewan yang berbaur dengan suara orang merintih-rintih menahan rasa sakit.
Cukup lama aku tertegun, dengan peristiwa yang bagiku sangat aneh ini.
Seingatku, beberapa hari yang lalu, Mbok Inah pernah mengatakan bahwa sejak suamiku meninggal, kamar kami ini dianggapnya terkesan angker. Karena aku tidak pernah mengalami hal-hal yang aneh dan selalu saja bisa tidur lelap tanpa ada gangguan bahkan mimpi yang seram sekalipun, perkataan pembantu yang setia itu tidak kuhiraukan. Memang, terkadang aku heran juga, kenapa sejak kepergian Bang Irfan hampir semua orang percaya pada hal-hal yang angker yang konotasinya pada fenomena takhyul dan mistis.
Aku masih tertegun ketika bunyi dan suara aneh terdengar semakin keras masuk di telingaku. Artinya ini sebuah kenyataan, bukan pendengaran yang keliru. Sehingga aku merasa perlu untuk mengetahui apa yang sesungguhnya tengah terjadi dalam kamar.
Segera kulangkahkan kakiku mendekat kearah sumber suara. Namun, begitu berdiri dekat ambang pintu, entah kenapa tiba-tiba bulu kudukku berdiri meremang. Disusul kemudian dengan tubuhku menggigil bagaikan orang terserang malaria tropika.
Terus terang, suasana emosi ketakutan begini tak pernah kualami sebelumnya.
“Astaga, ini pertanda apa?” Gumamku dalam hati bertanya-tanya.
Tiba-tiba saja diriku diihinggapi rasa takut, tidak jelas takut pada siapa atau takut pada apa. Aneh memang! Dengan tangan agak gemetar, nekad aku genggam handel pintu kamar tidur.
Dan perlahan menariknya ke bawan. Lalu, daun pintu pun kudorong ke dalam.
Begitu terkuak lebar, aku terpaku berdiri mematung dengan tubuh gemetar menyaksikan fenomena yang sangat sulit diterima akal sehat. Kulihat tubuh suamiku seperti hidup kembali. Saat itu dia terbaring di tempat tidur sambil merintih-rintih kesakitan akibat puluhan ekor tikus yang lumayan besar menyerang dan mengigit sekujur tubuhnya hingga berdarah-darah.
Dan dipojok ruangan kamar tidur, samar-samar kulihat seseorang pria tak bermoral yang bernama Rangga. Dia sepertinya sedang menikmati adegan penyiksaan tersebut dengan tersenyum Sinis.
Aku hanya terkesima menyaksikan pemandangan mengerikan itu, seraya tetap berdiri di ambang pintu. Ingin aku menolong suamiku dengan mengusir tikus-tikus ganas tersebut. Namun Ranga seperti mencoba menghalangi dengan menampilkan wajah sangar dan sangat mengerikan. Sementara mataku terus terbelalak lebar menyaksikan adegan yang tengah berlangsung dihadapanku. Ingin aku berteriak minta tolong, tapi suaraku tak kunjung keluar.
Pada saat itu, aku terpaksa pasrah saja. Dan kepasrahan itu akhirnya membuat tubuhku limbung tak beraya. Lemas! Dan aku tidak ingat apa-apa lagi ketika tubuhku rebah dan menggeletak di dekat ambang pintu kamar tidur.
Begitu siuman, paginya, tahu-tahu aku telah terbaring di tempat tidur dikerumuni tetangga terdekat. Mbok Inah mengatakan diriku ditemuikannya tergeletak di ambang pintu, lalu dia pun segera meminta bantuan tetangga untuk menolongku.
Untuk sementara aku tidak menceritakan pengalaman gaib malam itu kepada siapapun. Kepada mereka aku hanya mengatakan, itu semua mungkin akibat keletihan hingga aku tiba-tiba lemas dan pingsan.
Namun dalam lubuk hatiku yang paling dalam, fenomena gaib yang kualami itu seperti ingin menggambarkan penyebab kematian suamiku yang sebenarnya. Ini sungguh menggugah kesadaranku, bahwa di balik kematian Bang Irfan ternyata ada intervensi dari Rangga, pria yang tak bermoral itu. Tampaknya Rangga memang ingin mewujudkan ancamannya. Ya, paling tidak akan menjadikan diriku jadi janda karena telah terlanjur menikah.
Untuk memastikan dugaanku, aku segera menemui Rangga? si keparat itu untuk meminta pertanggungjawabannya. Namun aku kecewa berat begitu mendapat kabar bahwa beberapa hari yang lalu pria tak bermoral itu telah tewas akibat kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api.
Kalau memang dia pelakunya, Rangga telah memperoleh hukuman yang setimpal. Nyawa dibayar nyawa!
Anehnya, kejadian yang menyeramkan itu terus saja berlangsung meskipun hanya datang dalam mimpi. Sehingga aku merasa perlu untuk minta petunjuk dan nasihat dari Kyai Pamungkas yang dikenal juga sebagai seorang ahli kebatinan Islami.
Pada suatu saat ketika memasuki kamar tidurku untuk melakukan pendeteksian gaib, sang Kyai Pamungkas seperti bergetar tubuhnya. Di ambang pintu, dia mendirikan shalat dua rakaat yang disusul dengan mengadakan meditasi.
“Di alam arwah, hingga saat ini suamimu masih diganggu oleh seseorang yang sebelum kalian menikah pernah mengirimkan sejenis teluh. Teluh itu hingga sekarang masih aktif meski pelakunya belum lama ini telah meninggal dunia,” kata Kyai Pamungkas setelah beliau melakukan meditasi.
Aku masih terpana menyimaknya ketika Kyai Pamungkas memberi arahan agar loteng kamar tidur kami segera dibongkar, sambil matanya terus menatap ke atas. Meski agak bingung, aku segera minta bantuan tetangga untuk melakukannya. Baru saja dibongkar satu keping, melalui lobang loteng yang bolong tersebut meluncur ke bawah sinar kemerahan mirip bola api seukuran bola tenis. Sejenak sinar aneh itu melayang-layang di seputar kamar sebelum jatuh persis di depan Kyai yang tengah duduk bersila dan mulutnya terus berkomat-kamit melantunkan ayat-ayat suci.
Anehnya, bola api itu kemudian berubah bentuk menjadi balon raksasa yang dalam hitungan detik langsung meletus! Dari dalamnya tampak bermunculan bangkai tikus mencapai puluhan ekor banyaknya. Bahkan bercampur baur dengan tumpukan rambut manusia yang diikat rapi sedemikian rupa. Setelah diperhatikan lebih dekat lagi, kelihatan pula sebentuk tulang mirip dengan tulang iga orang mati yang dibungkus dengan beragam bunga yang telah mengering.
“Inilah yang menjadi penyebab semuanya, ungkap Kyai Pamungkas sambil terus mengamati benda-benda yang baunya amat menyengat hidung itu.
Aku cuma terdiam. Tak ingin mengomentari, apalagi, hal itu jauh di luar nalarku. Yang hadir di kamar itu, para tetangga yang tadi membolongi loteng hanya terheran-heran. Mereka hanya diam seribu bahasa.
“Kamu sudah tahu pelakunya bukan?” Tanya Kyai itu.
“Benar, Pak, tetapi dia sudah mati.”
“Meski telah mati, tetapi, arwahnya masih menyimpan dendam dan penasaran. Dia akan terus menakut-nakutimu sebelum benda-benda perdukunan ini dibakar.”
Hari itu juga, aku segera melaksanakan arahan Kyai Pamungkas tersebut dengan membakarnya hingga menjadi abu. Malamnya aku bermimpi melihat si Rangga keparat berusaha memadamkan api yang menyala-nyala membakar tubuhnya sambil menjerit-jerit kesakitan. Kemudian tubuhnya yang hangus menyisakan tulang-belulang tengkorak tanpa bentuk.
Keesokan harinya, aku bermimpi lagi. Bang Irfan mendatangiku dengan wajah ceria dan kalem sambil! mengucapkan terima kasih atas upayaku menyelamatkannya dari dari angkara murka yang mengancam nyawaku.
Begitulah. Kini aku semakin sadar, bahwa sesuatu yang sifatnya gaib baru dapat dipercaya setelah aku mengalaminya sendiri. Akai manusia relatif terbatas, sehingga tidak semua hal gaib-gaib lainnya yang mampu dijangkau oleh akal tersebut bisa dipecahkan menurut teori-teori modern. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)