Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: RUWATAN BUMI PERTIWI

Kisah Mistis: RUWATAN BUMI PERTIWI

Manusia negeri ini nyaris telah kehilangan identitasnya sebagai bangsa. Karena itulah berbagai krisis menimpa, ditambah dengan bencana alam yang terus menteror. Apakah Ruwatan Bumi Pertiwi perlu digelar…?

 

Cerita pawayangan mengisahkan, Bathari Durga adalah Dewi Uma yang terkena kutukan Bathara Guru, semata-mata karena tak mau mengikuti perintah. sang suami yang menginginkan penyatuan raga. Padahal alasannya amat benar dan etis. Malu dilihat jagad raya. Di dalam hal tertentu, tampak betapa Bathara Guru begitu memaksakan kehendak sampai terjadi kama salah tetes dan menjelmalah Bathara Kala. Dan kesalahan semakin menjadi-jadi mana-kala Bathata Kala yang hakikatnya adalah anak Dewi Uma malah mem-peristeri ibunya sendiri.

 

Itulah kesalahan. pola hubungan sebab akibat, sehingga tak ada lagi contoh panutan di dalam gerak hidup keseharian. Tepatnya, aturan hidup yang wajar dilanggar dengan terang-terangan, bahkan menjadi gaya hidup yang dibanggakan. Di dalam perjalanan waktu, tepatnya pada pemerintahan Sinuhun Amangkurat Tegalarum, seorang dalang yang bernama Kyai Panjangmas atas izin raja diperkenankan untuk melakukan ruwatan dengan menggunakan sarana wayang kulit. Tepatnya, tidak lagi menggunakan wayang beber sebagaimana yang lazim kala itu.

 

Bahkan, Kyai Panjangmas juga menyusun cerita Murwakala berdasarkan cerita Raden Panji Kasatrian ketika menyamar sebagai dalang pangruwat yang bernama Kandabuwana atau Kilatbuwana, di mana para penabuhnya terdiri dari sanak dan keluarganya sendiri.

 

Kini, seiring dengan perjalanan waktu, seorang dalang pangruwat harus benarbenar tahu dan mengusai cara-cara ruwatan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Kyai Panjangmas pada zamannya. Dengan kata lain, selain hafal dengan berbagai mantra ruwatan, sang dalang juga harus mampu melantunkan Rajah Kalacakra yang sakral itu dengan baik dan benar. Adapun yang acap dilantunkan adalah Rajah Kalacakra Sastrapinadati, tepatnya suatu rangkaian tulisan yang sebenarnya terdapat di dada Batara Kala yang berbunyi: Yamaraja-jaramaya, Yamarani-niramaya, Yasilapa-palasiya, Yamidora-radumiya: Yamidosa-sadomiya, Yadayuda-dayudaya, Yasiyaca-cayasiya, Yasihama-mahasiya.

 

Menurut tutur, pada mulanya, yang mampu membaca rangkaian tulisan itu hanyalah Hyang Wisnu. Karena itu, Bathara Kala berjanji, siapa pun yang mam-pu membaca rangkaian tulisan di dadanya, maka dia akan terbebas dari santapannya. Agaknya, itulah yang me-nyebabkan kenapa Rajah .Kalacakra jadi wajib dibacakan pada setiap upacara ruwatan.

 

Sejatinya, kejadian itu bermula pada suatu ketika di Jonggring Saloka. Bathara Kala menghadap kepada Sang Hyang Antaga dan berkata: “Ketahuilah pamanda Antaga, ramanda Hyang Bathara Guru telah berkenan mengizinkan aku untuk mencari mangsa manusia yang teledor atau lahir dalam golongan sukerta di dunia.”

 

Sang Hyang Antaga pun menjawab, “Gustiku Hyang Kala, paman akan selalu menuruti perintahmu.” Dan keduanya pun segera turun ke dunia untuk mencari mangsa.

 

Sementara, pada saat yang bersamaan Hyang Wisnu juga menghadap kepada Sang Hyang Ismaya sambil berkata, “Pamanda Ismaya, Hyang Girinata menugaskanku untuk meruwat manusia yang teledor atau terlahir dalam golongan sukerta agar tidak telanjur menjadi santapan Hyang Kala. Pamanda Ismaya, lebih baik kita berangkat sekarang juga.”

 

Dan apa yang terjadi? Ternyata, anak manusia yang teledor dan terlahir dalam keadaan sukerta yang seharusnya menjadi santapan Bathara Kala telah lebih dulu diruwat oleh Sang Hyang Wisnu. Akhirnya, dengan perasaan gundah Hyang Antaga pun mencoba bertanya kepada Hyang Ismaya kenapa Hyang Wisnu seolah selalu menghalangi usaha junjungannya, Bathara Kala.

 

Dengan santun Hyang Ismaya pun menjawab, “Kakang Hyang Antaga, mereka yang telah selesai diruwat dengan sempurna oleh Hyang Wisnu janganlah diusik-usik lagi. Biarkanlah mereka menikmati kebahagiaannya. Sementara yang belum, itulah yang merupakan bagian dari Hyang Kala.”

 

Begitulah, jika kita mau merunut jauh ke belakang, maka tampak dengan jelas betapa ruwatan dengan menggunakan

 

Sdrana Wayang yang ceritanya Sebagian besar diambil dari Serat Pustaka Rajapurwa hanyalah berkisar dalam ruang lingkup dan tata cara yang berlaku di masyarakat Jawa. Tegasnya, segala sesuatunya memang hanya berlaku dan merupakan kebiasaan di Tanah Jawa, khususnya di kalangan masyarakat Jawa sendiri.

 

Namun, walau tahun, bahkan abad terus berganti, tetapi pandangan masyarakat Jawa dalam melihat dan mengamati gerak hidup dan kehidupan yang terjadi di dunia ini seolah tak lekang di makan zaman. Berkaitan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan, merosotnya nilainilai luhur dan bahkan bencana alam yang terjadi di mana-mana telah membuat sebagian dari mereka yang masih memegang teguh ajaran para leluhur jadi tercenung. Sehingga, pada 27 Maret 2006, di rumah dinas Bupati Bantul, Yayasan Songgo Buwono merencanakan untuk melakukan Ruwatan Bumi Pertiwi.

 

Di dalam kesempatan ini, di selasela kesibukannya Prof. DR. H. Damardjati Supadjar berkomentar, ” Kalau kita mau melihat dan mengamati petuah para leluhur yang menyuratkan jika dangkal-nya makna-kehidupan (kali ilang kedhunge), menyempitnya ruang… gerak kehidupan (pasar ilang kumandhange), serta rendahnya kadar ke-empu-an oleh ke-empu-kan per-empu-an (wong wa-don ilang wirange) sudah terjadi, maka itu adalah pertanda dari keruntuhan suatu bangsa”

 

Dia juga menambahkan, “Situasi semakin gzrh (baca, kisruh) setelah berbagai kejadian yang tidak pantas kini dengan jelas terpampang di depan mata. Mirip lakunya Bathara Kala yang menikahi ibunya sendiri, Dewi Uma, yang akhirnya dikenal sebagai Bathari Durga,”

 

“Bertitik tolak dari itu,” sambungnya. “Tak ada kata lain selain kita harus melakukan ruwatan bumi pertiwi. Dan yang paling patut diruwat adalah Bathara Guru karena tak mampu meredam nafsunya, Dewi Uma yang menolak keinginan sang suami dan Bathara Kala yang secara harfiah dapat dilambangkan sebagai keluarga dan para kroninya.”

 

Kata bersayap yang dilontarkan oleh Filosof, sekaligus Guru Besar UGM ini benar-benar membuat kita harus arif dalam menyikapinya.

 

Berbeda dengan komentar dari Gusti Tedjo Wulan, atau Sinuhun Paku Buwono XIII. Sosok ini kembali mengusung apa yang menjadi pemikiran Tan Malaka, negarawan yang juga dikenal sebagai penulis buku yang berjudul Materialisme, Dialektika, Logika atau MADILOG, di mana untuk mencapai kemajuan dalam arti yang seluasluasnya, maka bangsa ini harus berani ke luar dari belenggu mitos.

 

“Bayangkan, dengan berpedoman pada kenyataan bahwa raja-raja Jawa berasal dari keluarga petani sehingga senthong tengah hanya dipakai untuk keperluan khalwat dan penyimpanan pusaka, maka Belanda dengan giat memprovokasi bahwa bangsa Nusantara adalah bangsa agraris. Provokasi ini berhasil, terbukti dari tanam paksa! Perlahan tetapi pasti, kita mulai melupakan laut yang merupakan areal terbesar dari Nusantara. Bahkan tanpa kita sadari, sikap bangsa agraris yang tawakal dan tawadhu telah membuat Belanda dapat bercokol sampai 350 tahun di bumi pertiwi,” paparnya dengan berapi-api.

 

“Untuk itu, kobarkanlah semangat bahari. Kekayaan kita di laut bukan main besarnya, kita harus berani melakukan revitalisasi di dalam segala hal … mulai dari pemikiran, tindakan begitu juga dengan perkataan,” lanjutnya lagi.

 

“Harapan senada juga disampaikan Lia Hermin Putri, sang Ketua Yayasan Songgo Buwono kepada Misteri, “Singkatnya, jika saja Ruwatan Bumi Pertiwi ini bisa berjalan sesuai dengan rencana, tak pelak bangsa ini diharapkan bisa bangkit dari keterpurukannya sebagaimana laku yang dijalankan oleh para Dharma Putera,” katanya, menandaskan. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

 

Ruwatan dipercaya mampu menetralisir Ciong, apes atau sengkolo. Mampukah ruwatan mengembalikan kejayaan bangsa…?

 

Di tempat terpisah, Suhu Acai, Pendiri Yayasan Lestari Kebudaya an Tionghoa Indonesia (YLKTI), juga telah menggelar Ruwatan Nasional pada 19 Maret 2006 di Kuil Cik Fu Yen, Gunung Sindur, Bogor. Ruwatan ini digelar Acai sebagai bukti kepeduliannya terhadap kondisi bangsa yang kian terpuruk, terutama dalam hal ekonomi. Dengan ruwatan ini Acai berharap kondisi perekonomian bangsa Indonesia akan kembali bangkit seiring dengan membaiknya prilaku bangsa Indonesia. Dijelaskan Acai, dalam budaya Tionghoa dikenal ritual mistik untuk menghilangkan Ciong (sial, apes). Sementara dalam budaya Jawa ritual itu disebut Ruwatan dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghilangkan sengkolo atau sial. “Untuk itu saya sebagai putra bangsa memandang perlu melaksanakan Ruwatan Nasional ini agar bangsa kita terbebas dari berbagai masalah,” tutur Pemimpin Supranatural Tionghoa ini. Dalam prosesi ruwatan ini Suhu Acai membakar ‘Anjing Langit Raksasa’ yang panjangnya mencapai 6 meter dengan tinggi 1.70 meter. Anjing Langit Raksasa yang terbuat dari kertas dan kayu itu sebagai simbol kejahatan. Selain itu dalam prosesi ritual juga dibakar Penguasa Bumi (lima penjuru mata angin), penguasa air dan penguasa angin yang terbut dari kertas. “Jangan dilihat wujudnya, itu hanya sebuah simbol. Semua permohonan kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa,” jelas Acai.

 

Suhu Acai menambahkan, sudah selayaknya kita memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bangsa Indonesia bisa terbebas dari berbagai masalah dan bencana alam, seperti banjir, gempa bumi dan sebagainya. Selain itu Acai juga berdoa kepada Penguasa Langit, Penguasa Bumi, Penguasa Air/Hujan, Penguasa Angin agar bencana alam bisa dihindarkan atau dipindahkan ke tempat lain yang penduduknya sedikit. Ini dimaksudkan apabila terjadi bencana alam, maka tidak akan memakan banyak korban nyawa, seperti yang terjadi di Aceh dan Nias tahun lalu.

 

Ruwatan yang digelar YLKTI ini semakin hikmat dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh dari berbagai agama. Mereka semua turut berdoa dengan agama dan kepercayaan masing-masing untuk keselamatan bangsa Indonesia. Dalam kesempatan ini hadir juga mantan Menteri Tenaga Kerja, Yacob Nuawea dan artis ibukota, Leony. “Saya mendukung sekali, ini kegiatan positif. Kita bisa berdoa bersama dan melihat apa kesalahan kita untuk dikoreksi bersama agar tidak salah lagi dikemudian hari,” tutur Yacob. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: RITUAL PEMANGGILAN ROH ORANG MATI DI BIAK

Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: AYAM HUTAN DAN ULAR GAIB MUNCUL DI KRENDOWAHONO

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: KORBAN AZIMAT PENINGGALAN LELUHUR

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!