Kisah Mistis: PESUGIHAN MAYAT JADI SAPI
INI ADALAH SEBUAH KISAH NYATA YANG DILAKONI OLEH SEORANG BLANTIK SAPI, DIA MEREKAYASA MAYAT MANUSIA MENJADI SAPI-SAPI PILIHAN. KARENA ILMU SETAN INI DIA BERUBAH KAYA RAYA. BAGAIMANA JALAN CERITANYA…?
SAMAR-SAMAR, dari gubuk di pinggir kuburan, terdengar tembang pucung. Alunan suara Marwoto yang sendu-mendayu menyentuh kalbu, seakan mewartakan kepada seisi kubur, betapa dia begitu pasrah menerima keadaan. Pekerjaannya sebagai juru kunci makam bukanlah cita-cita mutlak. Hanya karena tidak ada kesempatan lain, Marwoto pun mencoba mengejawantahkan falsafah Jawa yaitu ‘nrimo ing pandum.’ Apalagi itu merupakan pekerjaan turun-temurun sejak kakeknya dulu.
Suasana di pemakaman senyap dan gulita. Marwoto semakin larut dalam angan khayalan hingga tidak disadari telah terjadi proses penyimpangan tatanan oleh manusia yang mempertuhankan setan. Binatang-binatang malam berteriak histe langit muram, bumi bergetar seakan murka, saat sesosok mayat yang baru saja dimakam siang tadi, bangkit dan melesat pergi entah ke mana.
Esoknya Marwoto menjadi orang yang paling sibuk, sehubungan dengan terbongkar dan lenyapnya mayat Sumi yang baru dimakamkan sehari itu. Keluarga almarhumah Sumi tidak dapat menerima kenyataan ini. Mereka segera melaporkan aib ini kepada polisi sektor setempat. Tak hanya itu, tanpa mau tahu bagaimana perasaan sang penjaga pemakaman, mereka pun menuntut tanggung jawab Marwoto.
“Kita tidak bisa menuntut Marwoto sebelum ada bukti!” Kata Kanit Serse polsek setempat saat menerima laporan keluarga almarhumah.
“Anak saya masih gadis saat meninggal, Pak. Dan kebetulan dia meninggal pada hari Kamis wage. Bisa jadi seseorang mengupah Marwoto untuk mengambil mayat Sumi dengan maksud tertentu,” kata ayah Sumi yang paling geram atas kejadian ini.
“Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tapi sekali lagi, saya tegaskan, semua tuduhan harus disertai bukti, dan itulah yang tengah kami kerjakan saat ini. Satu hal lagi pak, ini bukan kasus pencurian mayat pertama. Dalam tiga bulan ini telah terjadi sembilan kasus serupa, di antaranya mayat Sumi!” Ungkap Kanit Serse.
“Saya tidak tahu harus bagaimana? Semua saya serahkan pada Bapak Jawab ayah Sumi dengan tekanan suara melemah.
“Kita sama-sama berusaha dan berdoa, semoga kasus ini segera terungkap!” Tandas Kanit Serse.
Sumi lahir pada hari Kamis Wage, lima belas tahun lalu. Dari data tersebut dapat ditarik garis simpul bahwa kedelapan kasus terdahulu yang terjadi selama tiga bulan terakhir sasarannya adalah mayat gadis atau perjaka. Semua dilahirkan pada hari Kamis Wage. Tentunya hal ini bukan merupakan suatu kebetulan dan polisi baru dapat menyimpulkan bahwa pelakunya adalah orang yang sama.
Sebulan telah terlalu sejak peristiwa hilangnya mayat sumi. Kasus pencurian mayat yang sempat menggegerkan masyarakat dan membingungkan kepolisian itu akhirnya tenggelam oleh berbagai kasus lain yang bervariasi dan cenderung selalu menarik. Dan yang paling penting, jauh lebih nalar sehingga gampang diendus siapa pelakunya.
Dan seperti biasa, kasus pencurian mayat tersebut seakan beku atau sengaja dibekukan entah sampai kapan. Mungkin, polisi memang sulit mengumpulkan bukti-bukti hukum dan melacak pelaku kriminal yang sarat dengan masalah gaib ini…
MATAHARI merangkak naik bargelayut di titik-titik embun masih nias cahaya nan ujung-ujung dedaunan. Cemplon beruntung punya majikan seperti Karjo, dermawan dan menghargai siapa saja. Tak terkecuali terhadap Cemplon, pemuda buta huruf yang sejak kecil ditinggal mati kedua orang tuanya.
Kebaikan Karjo mungkin karena hidupnya dulu juga berawal dari seorang yang papa, menjadi kacung di pasar hewan. Pahit getirnya kehidupan mungkin telah menempanya menjadi orang yang mudah iba ketika melihat penderitaan orang lain. Dulu, bahkan dia tak jarang menerima perlakuan semena-mena dari orang-orang yang mempekerjakannya.
Rupanya, semua itu dijadikannya sebagai pijakan untuk membangun hidupnya. Sampai akhirnya, hasrat agar dirinya bisa menjadi juragan sapi yang sukses dan kayar aya terlampaui. Dan hal ini telah dia buktikan hanya dalam waktu singkat.
Siapa yang tidak kenal dengan Karjo. Di Pasar Legi, pasar hewan terbesar di kota itu semua orang tentu mengenalnya.
Di Pasar hewan ini, para pendagang dan pembeli tidak saja datang dari wilayah setempat, tapi banyak yang datang dari luar kota. Belakangan ini mereka mengenal Karjo sebagai juragan sapi terkemuka.
Meski cara berdagangnya tidak seperti juragan-juragan lain, yaitu dengan menekan harga penjualan serendah mungkin, toh ada saja suara-suara sumbang dari mereka yang meresa iri atas kesuksesan Karjo dengan melempar gosip tentang praktek berdagangnya yang tidak wajar. Walaupun cara-cara seperti itu sudah lazim di kalangan para juragan maupun blantik.
Bukan mengada-ada atau sekedar melakukan balas budi bila Cemplon menuturkan bahwa kehidupan Karjo, majikannya, wajar-wajar saja. Masalah siklus perdagangan sapi milik majikannya dia tidak tahu dengan pasti. Cemplon hanya tahu seberapa kebutuhan rumput, dan berapa hari sekali membersihkan kandang.
Pernah suatu ketika, Cemplon berpikir mengapa setiap kali hari pasaran, Karjo hanya membawa sembilan ekor sapi. Padahal, setiap kali selalu habis terjual. Mestinya Karjo bisa membawa lebih banyak lagi, toh sapisapinya tidak hanya segitu. Ketika Cemplon menanyakan hal ini, Karjo menjawab dengan tenang, “Itu hanya keyakinan saja. Bapakku dulu pernah bilang bahwa angka sembilan merupakan angka keberuntungan. Ucapan bapakku memberi sugesti sehingga aku fanatik dengan angka sembilan. Perhatikan pilar-pilar rumahku ini, jumlah tiangnya sembilan. Juga kandang sapiku. Semuanya berjumlah sembilan kan?”
Cempion tersenyum kecil setelah memperhatikan apa yang dikatakan Karjo. “Dan nomor plat mobil itu!” Lanjut Karjo.
Senyum Cemplon makin mengembang karena baru menyadari kalau nomor plat mobil juragannya ternyata sembilan kembar empat. Cemplon pun puas dengan penjelasan itu. Masuk akal, memang, meski kesuksesan Karjo yang sebenarnya tidak semata-mata dari kefanatikannya terhadap angka sembilan. Tapi, ada hai lain di balik semua ini.
Suatu siang, setelah mencari rumput untuk sapi-sapi majikannya, Cemplon ketiduran di bawah pohon hingga menjelang senja. Saat itu Karjo keluar kota dan belum juga pulang. Cempol lupa kalau sang majikan pernah berpesan agar tidak memberi makan sapisapinya bila matahari telah terbenam.
Namun karena Cempton merasa bahwa itu merupakan kewajibannya, maka dia mengabaikan pesan tersebut. Karena ketiduran dia baru bisa memberi makan sapi selepas magrib. Namun, di sinilah keanehan terjadi.
Belum lagi usai membagikan rumput pada sapi-sapi majikannya, Cemplon terkesima melihat beberapa ekor sapi menitikkan air mat
Apakah itu merupakan salah satu jenis penyakit yang sering diderita sapi? Tapi rasanya belum pernah Cemplon mendengar cerita mengenai adanya penyakit sapi seperti ini.
Sejak kejadian itu, Cemplon sering berpikir, apakah keganjilan tersebut ada hubungannya dengan larangan Karjo agar tidak memberi makan sapi bila matahari telah terbenam.
Ketidak mengertian Cemplon menjadi pertanyaan panjang yang dijawab Karjo dengan sebuah keputusan dramatis, yaitu memecatnya. Rupanya, Karjo akhirnya tahu persis kalau Cemplon telah melanggar pesannya, dan pemuda buta huruf itu telah tahu dengan keanehan pada sapi-sapi miliknya yang bisa menangis.
Siapapun orangnya tentu akan merasa kecewa menerima kebijaksanaan yang kurang bijak apabila tanpa alasan. Dan biasanya buntut dari kekecewaan adalah sakit hati atau bahkan dendam. Begitulah yang dialami oleh Cemplon. Walau selama ini orang menganggapnya bodoh, tapi sejatinya Cemplon adalah manusia normal yang punya perasaan.
Sementara, soal pemecatan Cemplon dinilai hal yang wajar karena bagaiamana pun juga namanya majikan punya kuasa. Mereka tentu saja tak tahu apa duduk persoalan yang sesungguhnya, bahwa diam-diam Karjo amat takut ada orang lain yang mengetahui rahasia dirinya sedangkan ketika itu dia semakin dikenal sebagai seorang juragan sapi yang amat dermawan.
Nasib Cemplon memang kurang mujur, meski dia hanyalah segelintir orang yang tengah menghadapi kesulitan hidup karena kehilangan mata pencaharian.
Saat itu, masyarakat di tempat Karjo tinggal tengah dirundung nestapa karena paceklik melanda hampir di semua desa. Para petani berangsur-angsur meninggalkan desa untuk mengais rejeki di kota menjadi buruh kasar atau bekerja apa saja. Tindak kriminal mulai meningkat, hampir setiap saat terjadi pencuriar atau perampokan.
Bagai gayung bersambut, Cemplon yang sudah lama tidak bekerja menerima ajakan Darwis untuk menjarah sapi Karjo. Mungkin ini merupakan pelampiasan dendam atas kebijakan Karjo yang menyakitkan beberapa waktu lalu.
“Tapi mau dijual kemana sapi-sapi itu? Kalau kita tiba-tiba menjual sapi, sedang Karjo kehilangan ternaknya sama saja bunuh diri. Siapa yang tidak kenal Karjo sih!” Kata Cemplon, ragu.
“Tugasmu hanya menunjukkan jalan. Soal jual-menjual serahkan padaku!” Tegas Darwis.
Cemplon sepakat. Malam itu juga, mereka bergerak. Hampir tidak ada rintangan yang berarti. Darwis dan Cemplon berhasil menuntun seekor sapi. Mereka membawanya ke tegalan di tepi sungai dekat rumpun bambu. Rupanya Darwis telah mempelajari dari kasus-kasus pencurian sapi, mereka tidak menjualnya hidup-hidup, tapi disembelih dan dipotong-potong lebih dulu dan hanya bagian tertentu yang diambil.
Esoknya, sekitar pukul sepuluh, Cemplon menerima bagian dari hasil penjualan daging sapi jarahannya. Dia tidak menduga dapat uang begitu banyak.
Celakanya, sebagaimana orang yang menikmati kesenangan tanpa harus bekerja keras, mereka pun ketagihan. Seminggu berselang. mereka kembali menjarah seekor lagi sapi milik Karjo. Di tengah malam buta, sapi itu mereka bawa ke tempat yang sama, di pinggir kali dekat rumpun bambu. Anehnya, baru saja mereka mempersiapkan tali untuk mengikat sapi jarahan itu, Darwis melihat sesuatu yang hampir saja membuatnya pingsan.
“Plon, coba kau lihat sapi ini!” Cetus Darwis dengan suara gemetar. Cemplon segera mendekat.
Darwis dan Cemplon yakin tidak ada orang lain datang ke tempat tersebut dalam satu minggu terakhir karena bagian tubuh sapi yang tidak diambil masih tertutup dedaunan dan rumput kering.
“Aku ingat,” kata Cemplon. “Sebelum aku dipecat, aku melihat beberapa ekor sapi menititikan air mata. Ya, sapi-sapi itu sepertinya menangis. Kupikir, sapi-sapi itu sakit. Ketika kutanyakan pada Pak Karjo, dia malah marah besar karena aku melanggar larangannya. Aku memberi makan sapi-sapi itu setelah ba’da maghrib. Itulah mengapa aku dipecat.
Sejak saat itu, aku sering berpikir menganai keganjilan tersebut. Mungkin inilah salah satu sapi yang kudapati tengah menitikkan air mata petang itu. Atau memang sapi-sapi Karjo semua begini. Aku tidak pernah melihat Karjo membeli sapi dari luar, tapi setiap kali hari pasaran dia selalu membawa sapi untuk dijual dan selalu habis. Itu yang membuatku tak habis pikir” Lanjut Cemplon, panjang lebar.
Darwis terbengong-bengong mendengar penjelasan Cemplon, sambil sesekali melirik bangkai sapi yang telah diambil bagian-bagian tertentunya minggu lalu. Namun, bangkai yang mereka lihat saat itu sudah berubah ujud. Bukan lagi bangkai sapi melainkan bangkai manusia. Terutama, potongan kepala sapi yang mereka tinggalkan telah berubah wujud menjadi potongan kepala manusia. Hih, benar-benar menjijikkan dan menakutkan!
“Terus bagaimana sekarang? Kita kembalikan saja sapi yang baru kita curi ini?” Tanya Darwis dengan bingung.
“Tidak!” Sanggah Cemplon tegas.
“Kita lapor polisi. Aku nanti yang akan menjelaskan semuanya. Biarlah aku yang menanggung hukuman atas tuntutan pencurian sapi ini.”
Darwin tidak kuasa berkata apa-apa lagi melihat tekad Cemplon. Dia hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
Singkat cerita, seorang diri Cemplon datang ke kantor polsek setempat sambil menuntun sapi yang terus menitikkan air mata itu. Walau bingung, polisi tetap memverbal laporan Cemplon. Bahkan, setelah menerima laporan pemuda buta huruf ini malam itu juga beberapa anggota reskrim meluncur ke tempat kejadian. Persisnya, ke tempat seminggu lalu Cemplon dan Darwis menyembelih dan memotong-motong sapi curian milik Karjo.
Begitu sampai di lokasi, para petugas itu terkesima melihat apa yang ada. Mereka melihat potongan kaki dan tangan, juga potongan kepala manusia yang ternyata berjenis kelamin perempuan.
“Ya Tuhan, ini mayat Sumi!” Cetus salah seorang polisi yang masih ingat wajah Sumi.
Masyarakat kembali gempar dengan terungkapnya pelaku pencurian mayat beberapa bulan lalu yang sempat membingungkan pihak kepolisian. Tapi siapa sangka kalau Karjo yang begitu santun, dermawan dan senantiasa menghormati orang lain ternyata adalah sang pelaku. Dia tidak bisa mengelak untuk digelandang ke kantor polisi guna memberi keterangan.
“Memang saya yang melakukan semua itu, Pak,” jawab Karjo tenang.
“Saya sudah bosan menjadi kacung, diperintah kesana kemari oleh para blantik. Diperlakukan semena-mena seperti sudah tidak punya harga diri lagi,” sambungnya.
“Lalu?”
“Saya bersekutu dengan setan untuk mewujudkan keinginan saya bisa seperti mereka. Saya diwajibkan mencari sembilan mayat untuk media reka wujud menjadi sapi. Makanya selama ini saya hanya menjual sembilan ekor sapi tak lebih dan tidak kurang, setiap kali hari pasaran.
Dan kesembilan sapi itu akan kembali lagi ke kandang saya tanpa mengurangi jumlah sapinya yang telah dibeli orang. Karena pada dasarnya semua itu hanya perwujudan dari Mayat.”
“Maksudmu, mayat-mayat lain selain yang sembilan itu.”
“Ya. Seperti yang saya katakan tadi, bahwa kesembilan mayat itu hanyalah media perwujudan yang telah dirasuki setan-setan.”
Kanit serse tersandar seraya mengerutkan kening. Kesaksian Karjo yang sempat diliput wartawan setempat dan telah dipublikasikan itu sejumlah media lokal itu memancing kemarahan masyarakat. Apalagi keluarga kesembilan mayat yang dicurinya. Mereka ingin mencincang Karjo hidup-hidup sesuai dengan perbuatannya.
Menyadari gelagat buruk tersebut, polisi memperketat penjagaan terhadap Karjo yang ditahan di polsek setempat. Tapi belum tiba waktunya menyeret Karjo ke pengadilan, dia tewas di dalam sel dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya seperti dikuliti. Yang aneh, tak ada setetes darah pun tercecer di dalam sel. Bahkan, petugas jaga mengakui tidak mendengar sesuatu apapun yang mencurigakan pada malam terakhir tewasnya Karjo.
Polisi kembali dibuat bingung, masyarakat tidak bersedia menguburkan jasad Karjo apalagi dengan upacara pemakaman sebagaimana layaknya. Lebih dari itu mereka pun akan membongkar bila polisi menguburkan jasad Karjo di pemakaman mana pun juga.
Pada saat itu, setelah Karjo ditangkap polisi, keluarganya menghilang entah kemana. Sementara mayat Karjo berada di laboratorium forensik, masyarakat lagi-lagi dikejutkan dengan delapan mayat yang tergelak di kandang sapi Karjo.
Setelah diselidiki, benar apa yang dikatakan Karjo. Semua adalah mayat-mayat yang hilang dari pemakaman. Anehnya, kedelapan mayat tersebut masih segar sebagaimana mayat Sumi yang hanya tinggal kedua kaki dan tangan, juga potongan kepalanya saja.
Waktu terus berlalu, masyarakat tidak pernah tahu di mana polisi menguburkan jasad Karjo sebagaimana mereka tidak tahu sudah berapa mayat yang direka wujud menjadi sapi kemudian dikonsumsi dalam berbagai ragam kebutuhan atau dipelihara untuk dikembangbiakan.
Orang-orang yang merasa pernah membeli sapi pada Karjo untuk dipelihara satu persatu menjualnya. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang berhasil, karena tidak ada pembelinya meski mereka membawanya ke luar kota di mana berita tentang Karjo tak terdengar di sana.
Misteri tentang mayat yang direka wujud oleh setan melalui tangan Karjo, terus hidup dan menghantui masyarakat sekitar. Sapi-sapi menjadi binatang yang menimbulkan segesti tersendiri untuk diwaspadai dan bahkan ditakuti.
Suasana tersebut terlangsung cukup lama di wilayah itu. Namun waktu jualah yang pada akhirnya mengikis keyakian mereka untuk kembali pada pandangan semula.
Dan pada saat masyarakat berada di ambang pemulihan suasana batin maupun olah pikir, mereka dikejutkan oleh berita bahwa di suatu kota ada seorang juragan sapi yang terkenal sukses baik sebagai pedagang maupun sebagai tokoh rnasyarakat dan telah pula dicalonkan menjadi lurah setempat. Orang itu tak lain adalah Sukarjo. Aneh, apakah ini dia Karjo yang dulu? Hanya Tuhan Yang Maha Tahu segalanya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)