Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Mistis: BERBURU RAMBUT KUNTILANAK

Kisah Mistis: BERBURU RAMBUT KUNTILANAK

KONON, RAMBUT KUNTILANAK BISA DIJADIKAN JIMAT JUDI YANG SANGAT AMPUH. TAPI, BAGAIMANA CARA MENDAPATKANNYA? BERIKUT KAMI BEBERKAN PETUALANGAN YANG AMAT MENYERAMKAN DALAM MEMBURU RAMBUT SAKTI TERSEBUT…

 

Semua hartanya ludes, belum lagi dia terjerat utang yang sangat besar pada rentenir. Mahdi sungguh putus asa. Dia nyaris mengakhiri hidupnya dengan cara nista, gantung diri. Untunglah ada Iwan, sahabatnya sejak kecil, yang datang tepat waktu sehingga Mahdi urung berbuat nekad seperti itu. “Kenapa kau harus putus asa, Sobat? Masih banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mendapat uang banyak, kata Iwan setelah mengetahui masalah yang dihadapi Mahdi.

 

“Cara apa lagi? Merampok?” Tanya Mahdi.

 

“Bukan… bukan itu yang kumaksud. Kita bisa mendapatkannya dengan cara gaib!”

 

Mendengar ucapan Iwan, Mahdi hanya bengong sambil menggaruk-garuk kepalanya.

 

Melihat temannya masih bingung, Iwan pun menceritakan pengalamannya sewaktu kuliah di Bandung. Semasa kuliah, Iwan sangat suka berjudi. Karena selalu kalah dia mencoba datang ke orang pintar untuk meminta jimat judi yang ampuh. Setelah datang ke orang pintar, akhirnya dia tahu jimat judi yang ampuh itu adalah rambut kuntilanak yang harus di ambil oleh dirinya sendiri.

 

Setelah diberi tahu syarat dan caranya, akhirnya Iwan nekad memburu rambut kuntilanak dan berhasil mendapatkannya. Apa yang dibilang oleh orang pintar itu memang betul. Buktinya, Iwan selalu menang dalam permainan judi apa pun. Hal ini terjadi karena dia selalu membawa rambut kuntilanak yang dibungkus kain putih dan diselipkan di dompet setiap kali berjudi.

 

Selain untuk jimat judi, rambut kuntilanak juga sangat ampuh untuk memelet. Karena itulah dia berhasil mempersunting Siska, gadis idola di kampusnya yang berasal dari keluarga kaya raya

 

Karena telah berkeluarga’dan insyaf, Iwan berhenti judi. Dia membuang rambut kuntilanak itu ke sungai. Sebelum dibuang, benda keramat itu sudah diberi mantra.

 

“Memangnya, apa efek samping jimat itu?” Tanya Mahdi, serius.

 

“Kita akan terus dibayang-bayangi oleh pemilik rambut itu agar dikembalikan kepadanya, terang Iwan.

 

Mahdi terdiam beberapa saat lamanya.

 

“Apakah kau berani mengambil rambut Kuntilanak itu, Mahdi?” Tanya Iwan kemudian.

 

Pertanyaan yang dilontarkan Iwan ini tidak langsung dijawabnya. Mahdi mengerutkan keningnya, di dalam benaknya bercampur aduk antara takut, nekad dan keterpaksaan. Sebenarnya, Mahdi sangat takut dengan hal-hal yang berbau gaib. Apalagi yang berhubungan dengan masalah hantu. Tapi apa boleh buat. Apa yang disampaikan Iwan ini adalah cara yang paling cepat untuk menyelesaikan masalahnya.

 

“Baiklah, aku akan nekad mencobanya,” kata Mahdi dengan suara pelan.

 

“Tapi ada satu syaratnya, setelah mendapatkan rambut itu, kau harus berjanji hanya menggunakan jimat itu untuk beberapa’ kali permainan dan memenangkan uang yang kau butuhkan untuk membayar utangmu. Terus terang, aku tidak mau kau memiliki jimat ini selamanya karena akan membuatmu menjadi lupa diri,” pesan Iwan, mengingatkan.

 

Syarat yang di berikan Iwan disetujui oleh Mahdi. Dia berjanji tidak berjudi lagi apabila dia telah melunasi semuah utang-utangnya pada Abas, si bandar judi.

 

Setelah kesepakatan ini, Mahdi dan Iwan pun menyusun rencana dan persiapan. Pujo, teman mereka juga akan diikutsertakan dalam perburuan rambut kuntilanak yang sepertinya.

 

Sesuai hari dan waktu yang telah disepakati, Iwan, Mahdi dan Pujo berangkat meninggalkan Jakarta. Daerah yang dituju oleh mereka adalah sebuah bukit di desa kecil yang terletak di Sukabumi. Di bukit tersebutlah dulu Iwan berhasil mendapatkan rambut kuntilanak sewaktu dia masih kuliah di Bandung.

 

Hari itu, mendung masih meliputi langit. Matahari nyaris tak menampakkan dirinya. Udara dan tanah masih tetap basah. Bahkan gerimis terus turun renyai-renyai.

 

Iwan terus berkonsentrasi dengan kemudi untuk menghindari lobang-lobang jalan yang tergenang air. Mobil kijang rover tua miliknya, bergerak pelan memasuki ke sebuah jalanan yang tidak beraspal. Menyelusuri jalanan kecil yang becek dan berlumpur, membuat sang pengemudi lebih ekstra hati hati.

 

Kemudian, mobil berbelok dan masuk ke halaman sebuah rumah yang cukup luas di bandingkan dengan rumah-rumah lain yang ada di jalan kecil tersebut. Begitu juga dengan bentuk dan ukuran rumahnya.

 

“Okey, kita telah sampai di rumah Pamanku,” kata Iwan, sambil menghela nafas. ”Ingat, jangan sampai beliau tau maksud kedatangan kita ke sini!” Tambahnya, menegaskan.

 

Sementara, Mahdi sejak dalam perjalanan lebih banyak diam, tampak tegang. Rasa takut menyelimuti dirinya. Apalagi waktu dan tempat untuk perburuan semakin dekat. Desa di mana para kuntilanak banyak berseliweran telah dia masuki. Hanya tinggal menunggu waktu saja, cepat atau lambat dia akan bertemu dengan makhluk yang menyeramkan itu.

 

Di teras rumah telah menunggu seorang pria tua berbadan tegap dan berjenggot putih.

 

Pria itu adalah Paman Iwan yang bernama Malik Arsyad yang sangat dikenal warga desa sebagai orang terpandang dan dituakan.

 

Dengan raman keluarga paman Malik menyambut kedatangan mereka. Hidangan khas desa yang tersaji apik telah menyambut di meja makan. Masakan lezat yang alami dan masih murni tanpa bahan pengawet dengan lahap di habiskan oleh iwan, Mahdi dan Pujo.

 

Setelah bercerita dan berbasa-basi dengan Paman Malik hingga pukul 10 malam, keluarga Paman Malik pun beristirahat menuju ke temp: peraduannya masing masing. Karena memang kebiasaan dari keluarga Paman Malik selalu tidur cepat, agar bisa menjalani rutinitas di subuh hari. Iwan dan ke dua temannya pun di persilahkan untuk beristirahat di kamar yang telah dipersiapkan.

 

Sesuai rencana yang telah disiapkan iwan, tepat tengah malam dengan langkah perlahan mereka berjalan ke iuar dari rumah, dan siap memulai perburuan.

 

Udara pada malam itu sangat dingin menggigit hingga menusuk tulang. Suasana tampak sepi dan lengang. Warga desa sekitar tidak ada satu pun yang terlihat di jalanan, sebab mereka lebih memilih berada di dalam rumah berbaring di peraduan. Suara rintik hujan di dedaunan dan binatang malam saling bersahutan. Di kejauhan sayup-sayup terdengar suara lolongan anjing hutan menambah suasana makin mencekam.

 

Sudah hampir 2 kilometer lebih Iwan, Mahdi dan Pujo berjalan meninggalkan kawasan desa. Dengan mengunakan cahaya senter mereka berjalan menyusuri jalanan yang basah, menuju bukit bernama Setanggi yang terkenal angker.

 

“Sebentar lagi kita akan memasuki kawasan bukit Setanggi. Kuatkan mental kalian dan tetap waspada!” Kata Iwan sambil menunjuk sebuah jalan setapak menuju ke arah bukit.

 

“Wan, istirahat dulu dong, aku lelah nih!” Mohon Mahdi.

 

“Sabar, di ujung jalan ini ada sebuah saung, kita akan istirahat di sana,” sambung Iwan lagi.

 

Setelah beberapa ratus meter berjalan mendaki bukit, di sebuah saung yang terbuat dari bambu mereka pun menghentikan perjalanan untuk sejenak beristirahat. Sesampainya di saung, Mahdi mengeluarkan sebotol minuman wiski dari tasnya. Dalam waktu singkat wiski itu dia teguk.

 

“Gila kau Mahdi, kita ini sedang melakukan hal yang serius bukan untuk mabuk!” Ujar Iwan ketus.

 

“Aku sangat ketakutan, Wan! Tapi kalau aku menenggak minuman ini aku akan menjadi berani, jangankan kuntilanak nenek kunti juga aku tidak takut,” kata Iwan sesumbar sambil menenggak minuman tersebut.

 

“Kalau begitu aku bagi dikit dong, biar aku berani juga,” ujar Pujo ikut-ikutan. Dia lalu merampas botol minuman dari tangan Mahdi dan langsung menenggaknya sampai habis.

 

Melihat tingkah laku konyol kedua temannya, Iwan hanya bisa menggelenggelengkan kepala. Malam semakin renta, sepi dan gelap. Udara yang dingin dan berkabut menambah suasana semakin mencekam. Aroma bunga melati menyentuh hidung, memperseram malam dan mempertegang perasaan. Iwan mempertajamkan panca inderanya dan tetap waspada untuk memberi reaksi dari segala kemungkinan.

 

“ Ayo kita lanjutkan perjalanan!” Ajak Iwan memberi komando kepada kedua temannya.

 

“Kenapa waktu istirahatnya hanya sebentar. Aku masih capek, apa tidak kau lihat nafasku masih belum stabil?” Protes Mahdi.

 

“Baiklah, kalau begitu aku dan Pujo saja yang akan melanjutkan perjalanan, nanti kau menyusul, kami tunggu kau di ujung jalan sana,” ucap Iwan kepada Mahdi.

 

Mendengar ucapan Iwan, hati Mahdi bersorak sorai, dalam benaknya dia masih dapat beristirahat untuk meregangkan kakinya yang lelah itu.

 

Iwan dan Pujo pun kembali melanjutkan perjalanan dan meninggalkan Mahdi sendirian. Setelah keduanya berjalan di balik kabut dan lenyap dari pandangan mata, Mahdi menyalakan obor yang ada di saung lalu merebahkan tubuhnya di atas tikar yang telah tersedia. Akibat menenggak minuman beralkohol, mata Mahdi menjadi sangat mengantuk. Dalam hitungan beberapa detik saja dia pun terlelap.

 

Sialnya, baru beberapa menit Mahdi tertidur dan terbuai oleh mimpi indah, tiba tiba dia merasakan ada sebuah tangan yang mengeluselus rambutnya.

 

“Sjalan! Baru aja mulai tidur, Iwan dan Pujo sudah datang mengganggu!” Kata Mahdi dalam hati. Dia pun menepis tangan jahil yang mengelus elus rambutnya.

 

Bukannya menghindar, tangan itu malah semakin jahil dan mulai menggelitik lehernya. Karena terus dipermainkan oleh tangan jahil itu, Mahdi pun jengkel. Dengan sangat kesal dia pun bangun dan berteriak, “Dasar edan, sepuluh menit lagi.. aku akan menyus… eh.. eh…?”

 

Tiba-tiba teriakan Mahdi yang keras terputus, karena kaget ketika melihat di depannya bukan Iwan atau Pujo, melainkan seorang perempuan cantik!

 

Bagai tersengat listrik, Mahdi terkejut, melompat dari saung. Seolah tak percaya apa yang dilihatnya, dia pun berkali kali mengucek-ucek matanya untuk memastikan penglihatannya. Dengan bola mata yang tajam dia melirik dan mengamati wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.

 

Perempuan dengan wajah cukup cantik mengenakan kebaya ketat hingga memperlihatkan tiap lekuk tubuhnya yang seksi dan mempesona, berbalutkan kulit yang mulus dan kuning langsat bersih serta memiliki bibir merah nan mungil dan hidung yang bangir, serta dagu yang indah itu terus menatapnya.

 

“Tidak ada ciri-ciri kuntilanak pada wanita ini, kakinya pun menyentuh tanah, wajahnya sangat cantik dan tidak seram, apakah aku ini bermimpi?” Bisik Mahdi dalam hati, sambil terus mengamati wanita tersebut.

 

“Maaf ya, Mas, aku telah ganggu tidurnya. Lagian kenapa Mas tidur sendirian sih?”

 

Ucap wanita itu dengan lemah lembut, membuyarkan kosentrasi Mahdi.

 

“Kamu ini kuntilanak, ya?” Tanya Mahdi dengan polos karena masih penasaran dan penuh selidik.

 

“Aah… Mas bisa aja? Apa wajah Hanifa persis kuntilanak?“ Wanita yang mengaku bernama Siti Hanifa balik bertanya, sambil tersenyum. Tanpa basa basi langsung duduk tepat di samping Mahdi.

 

“Mas, aku kedinginan nih! Peluk aku dong!” Pinta Hanifa sambil merebahkan kepalanya ke pundak Mahdi.

 

Begitu si wanita meletakkan kepalanya di pundak Mahdi, tercium bau harum yang berasal dari rambut Hanifa. Aroma harum tersebut membangkitkan gairah Mahdi. Seperti ada suatu kekuatan lain yang mendorongnya untuk memeluk tubuh wanita itu. Dengan perlahan Mahdi pun memeluk tubuh mungil Hanifa, lalu mulai menciumi wajahnya.

 

Ya, Mahdi seperti tersihir hingga lupa diri, apalagi ciumannya di balas dengan sangat agresif oleh Hanifa.

 

Tangan Hanifa pun sudah bereaksi ke bawah pusar. Membuka resleting celana jins dan menerobos masuk menyentuh sesuatu yang paling peka milik Mahdi, yang mulai berdenyut dan menegang. Belaian tangan Hanifa yang lembut menimbulkan rasa geli dan nikmat yang tak tertahan.

 

Bagai seorang pecinta sejati Mahdi membalas serangan birahi Hanifa. Sentuhan dan belaian lembut tangan Mahdi yang berlabuh pada pangkal paha Hanifa membuat nafas wanita tersebut tersengal-sengal menahan nikmat.

 

Permainan semakin panas sehingga tanpa disadari kedua insan tersebut telah melepaskan semua baju yang melekat di tubuhnya. Tubuh mereka saling berpelukan, dan mulai berpacu dan mengayuh untuk mencapai puncak kenikmatan. Hanifa mulai mengatur posisi, bagai seorang joki yang sedang memacu kuda jantannya untuk bereaksi lebih cepat menuju puncak kenikmatan.

 

Debaran di dada dan rasa nikmat tak terkira membuat Mahdi tak berdaya. Namun pada detik lain, entah kenapa di tengah-tengah menikmati sensasi yang begitu kuat dan sejuta nikmat, batin Mahdi merasakan ada yang tidak beres pada Hanifa. Keanehan yang dia rasakan adalah ketika melihat rambut Hanifa yang semakin lama semakin memanjang dan berserakan di balai bambu. Rambut yang mulanya sebahu serasa kian bertambah lebat dan panjang hampir menyentuh tanah.

 

Menyadari akan dirinya yang tengah bercinta dengan makhluk yang sedang diburunya, Mahdi pun mulai mengumpulkan segenap keberaniannya. Mahdi mulai mengatur nafas secara teratur, dan berusaha untuk bersikap tenang. Tangan kanannya meraih rambut panjang Hanifa dan membelitkan ke tangan kirinya.

 

Kenikmatan yang semula ia rasakan telah pudar dan berubah menjadi mencekam. Jantungnya berdegup kencang beiringan dengan semakin kencangnya goyangan dan nafas Hanifa.

 

Merasa sudah cukup untuk mengumpulkan semua energi dan keberanian yang tersisa, Mahdi pun memutuskan untuk segera bertindak walau apa pun risikonya.

 

Tiba tiba saja Hanifa berteriak kesakitan saat tangan Mahdi menarik rambutnya dengan keras. Berkali kali Hanifa menghentakkan tangannya untuk menarik rambutnya. Suara Hanifa terdengar meraung raung kesakitan, memilukan hati.

 

Dalam waktu sekejap saja wujud Hanifa yang cantik dan seksi berubah menjadi sangat menyeramkan. Raut wajahnya berubah menjadi putih pucat pasi, dan meringis memperlihatkan kemarahan yang sangat dalam kepada Mahdi. Dari mulutnya menyembul dua taring yang memanjang, mencuat ke luar melampaui bibir bagian bawah. Mata yang merah menyala seperti api melotot tajam ke arah Mahdi yang masih terbaring.

 

Sementara, rambut Hanifa yang tergerai panjang dan lebat menari-nari bagaikan puluhan ular kobra yang siap mematuk Mahdi.

 

“Dasar Manusia sialan! Dikasih enak kok malah menyakitiku!” Teriak Hanifa yang telah berubah wujud menjadi kuntilanak. Tangannya yang lembut dan lemah gemulai berubah menjadi bersisik kehitaman dan secara perlahan kukunya memanjang dengan ujung yang sangat tajam bagaikan belati.

 

Sambil tertawa cekikikan Hanifa mengacungkan tangan dan menyerang Mahdi. Suara perempuan itu terdengar sangat melengkung bak ingin memecahkan gendang telinga. Tangannya dengan erat menempel pada leher Mahdi yang berusaha berontak melepaskan cengkeraman itu. Tapi tenaga kuntilanak itu dengan sangat kuat mencekik leher Mahdi.

 

Nafas Mahdi mulai terasa sangat sesak, pandangan matanya pun mulai kabur. Sekuju tubuhnya terasa semakin melemah dan tak berdaya. Semakin berusaha dia berontak, maka semakin kuat pula cengkeraman yang dia rasakan. Mulutnya terasa bisu dan lidah terasa kelu dan kaku, sehingga tak mampu lagi untuk berteriak dan mengucapkan doa. Pandangan mata Mahdi mulai merasakan gelap, dan semakin jauh jatuh dalam gelap, sehingga akhirnya dia pingsan tak sadarkan diri.

 

“ Mahdi… Mahdi…! Hei, Mahdi bangun!” Terdengar suara Pujo dan Iwan seraya mengangkat tubuh Mahdi. Beberapa air disemprotkan ke wajah Mahdi yang pucat pasi.

 

“Toloong… Tolong… jangan bunuh aku!” Geragap Mahdi dengan suara yang lemah.

 

“Hei, tenang kawan! Kau tidak apa-apa!” Ujar Iwan sambil mengusapkan air putih ke rambut dan wajah Mahdi.

 

“Astafirullahaladzim!” Cetus Mahdi berulang-ulang dengan suara yang lemah. Dia membuka matanya dan melihat kedua temannya sudah berada di hadapannya.

 

“Sekarang aku di mana?” tanyanya seraya melihat ke kiri dan ke kanan.

 

Betapa terkejutnya Mahdi ketika melihat dirinya berada di sebuah kuburan dalam keadaan telanjang bulat, dan yang membuat bulu romanya berdiri meremang di kuburan yang nisannya bertuliskan nama Siti Hanifa.

 

Menurut cerita kedua temannya, ketika mereka kembali ke saung untuk menjemput, – Mahdi telah tidak ada di tempat itu. Setelah mencari ke beberapa tempat akhirnya mereka menunggu sampai pagi dan menemukan Mahdi di kuburan yang berada tidak jauh dari saung.

 

“Tapi kau berhasil mendapatkan rambut itu!” Beri tahu Iwan kepada Mahdi, sambil menunjukkan beberapa helai rambut panjang tergenggam di tangan Mahdi.

 

Melihat beberapa helai rambut yang masih menempel di tangannya Mahdi tersenyum puas, karena berhasil mendapatkan rambut kuntilanak…

 

Beberapa bulan berikutnya Mahdi telah melunasi utang-utangnya. Apa yang di katakan Iwan ternyata benar, rambut kuntilanak tersebut sangat ampuh untuk dijadikan jimat judi. Mahdi selalu menang dalam permainan judi apapun. Tapi risiko yang teramat menakutkan juga dirasakan Mahdi. Wajah Hanifa yang ‘seram selalu datang dalam mimpinya, sambil tertawa cekikian dan memamerkan kukunya yang panjang. Hanifa berteriak agar Mahdi mengembalikan rambutnya.

 

Akhirnya, setelah membayar utangutangnya kepada Abas, Mahdi, Iwan dan Pujo membuang rambut kuntilanak tersebut ke sungai setelah melalui proses ritual tertentu.

 

Demikian sebuah kisah nyata dunia. Semoga dapat diambil hikmahnya… Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: BATU MENANGIS WONOSOBO

Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: KAYU GANJIL DI MAKAM KYAI BROJOGENI

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: MISTIS PUNCAK GUNUNG LAWU

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!