Kisah Mistis: ANAK DARI ALAM LAIN
JANIN MERAH ITU MEREKA BUANG DI TEMPAT SAMPAH. SIAPA SANGKA ARWAHNYA KEMUDIAN SELALU DATANG DALAM RUPA SEORANG ANAK GADIS YANG CANTIK…
SERINGKALI Rini merasa di rumahnya ada penghuni lain selain dirinya, Mas Jon, suaminya dan Rony, anaknya yang baru berusia 3 tahun. Kadang bila sedang memasak di dapur Rini merasa ada sekelebat bayangan di belakangnya, bayangan yang tak berwujud tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Keyakinan Rini semakin tebal saat Susi, kawan lamanya datang. Setelah mengobrol lama Susi berkata, “Kau beruntung Rini, anakmu dua laki-laki dan perempuan. Sedang aku tiga laki-laki semua.
“Nanti dulu Sus, anakku kan baru satu. Si Rony yang ini,” Rini menunjuk kepada Rony yang ketika itu ada di pangkuannya.
“Lho, yang mempersilahkan aku duduk tadi siapa?” Susy keheranan.”
“Yang mana?” Rini tak kalah heran.
“Gadis manis kecil tadi!”
“Ah, tak ada siapa-siapa waktu aku masuk,” Rini makin bingung.
“Nah, belum tua sudah mulai pikun, ya? Barangkali keponakanmu, mirip sekali denganmu.”
Untuk tidak memperpanjang cerita, Rini hanya mengangguk, meski tanda tanya tanya memenuhi benaknya.
Rony, anaknya yang berumur 3 tahun, terbiasa ngompol kalau tidur. Malam itu Rini terlalu mengantuk untuk mengganti celana dan baju Rony. Pagi harinya, Rini kaget ketika melihat Rony telah berganti piyama.
“Mungkinkah Bapaknya?” Hatinya bertanya-tanya. “Mas, kau yang mengganti piyama Rony semalam?” Tanyanya saat santap pagi bersama di meja makan.
“Tidak, kan biasanya kau sendiri!” Jawab Mas Jon.
“Tadi malam aku mengantuk sekali, jadi tak sempat. Tapi siapa yang melakukannya, ya?”
“Kau yang lupa mungkin, atau barangkali Rony memang tidak ganti baju semalam dan kencingnya kering dengan sendirinya,” kata Mas Jon.
“Pasti ganti, Mas, lihat ini baju dan celananya yang kotor.” Rini menjawab sambil menunjuk pakaian bekas Rony semalam. Hatinya semakin bertanya-tanya sebab di rumah ini hanya ada mereka bertiga.
“Oya, apa tak mungkin Rony sendiri yang mengganti pakaiannya?” Segera Rini menghampiri Rony yang sedang bermain.
“Rony semalam pinter, ya? Bisa ganti baju sendiri?” Godanya sambil mencubit manja pipi anaknya yang gemil.
“Nggak, nggak, yang ganti baju bukan Rony,” celoteh bocah itu.
“Habis siapa? Ibu kan tidak menggantinya, bapak juga tidak.”
“Mbak, Mbak yang gantiin baju,”
“Mbak siapa?” Rini tertegun keheranan.
“Mbak Rony yang baik. Kan Mbak Rony sering temenin main juga.”
“Rony, Mbak yang mana? Ibu ingin kenal,” Rini mencoba untuk membujuk.
“Kan dia anak ibu juga,” katanya.
Deg! Jantung Rini terasa lepas dari tempatnya. Anakku? Anak yang mana? Tanya Rini dalam hati. Inilah mungkin kenyataan yang sulit diterima akal. Selama ini memang Rini sering merasa ada kelebatan bayangan seorang anak perempuan. Kadang sewaktu dia mencari sesuatu yang tak bisa diketemukan, mendadak benda itu sudah ada di depan matanya. Bila dia memasak, dan kesulitan mencari bumbu, ternyata bumbu itu tiba-tiba sudah ada di tempat yang terjangkau tangannya.
Selama ini Rini menganggap hanya karena dirinya pelupa saja. Akan tetapi, Kini, setelah beberapa bukti dialaminya, dia tak bisa lagi menganggapnya sebagai suatu kebetulan belaka. Mungkin memang benar ada roh gadis kecil yang menetap di rumah ini? Rini mulai bergidik.
“Mas, tetapi kata Rony, gadis itu mengaku anakku juga,” kata Rini setelah hal aneh itu diceritakannya kepada suaminya.
“Rin, rasanya memang betul. Aku sering melihat Rony bicara sendiri. Tadinya kukira hanya perkembangan imajinasi anak saja. Tetapi waktu kudengar yang diucapkan Rony hanya jawaban-jawaban saja, aku mulai heran? Bagaimana kalau roh itu menganggu kita, Mas?” Rini bergidik ketakutan.
“Ah, selama ini kita malah dibantu, bukan diganggu. Kita biarkan saja” Mas Jon menghibur.
“Tetapi, namanya juga roh, Mas! Siapa sih yang nggak takut?” Rini merasakan bulu kuduknya berdiri.
“Jangan berpikir macam-macam. Kita kan juga tidak mengganggunya. Dan menurut Rony kan katanya baik.”
“Tetapi aku ingin tahu, siapa dia Sesungguhnya?” Rini penasaran.
“Cobalah intip bila Rony sedang bermain,” saran Mas Jon.
Maka, setiap kali Rony bermain-main Rini mengintip di belakangnya. Akan tetapi jarang ditemukan dia sedang ngomong dengan seseorang.
Akhirnya, keingintahuan Rini tak bisa lagi ditahan.
“Ron, ibu ingin kenal dengan Mbaknya Rony seperti apa dia?” Rini bertanya dengan harap-harap cemas. Pikirnya, jangan-jangan yang dikatakan bahwa mbaknya itu adalah hantu yang menjijikan. Hiiihhh!!
“Mbak Rony sebesar Evi anak Oom Hendra. Rambutnya panjang, cantik seperti Evi juga, Bu!”
Evi? Berarti sekitar 10 tahun umurnya, pikir Rini sambil membayangkan anak Mas Hendra, kakaknya.
“Dia sudah sekolah?”
“Nggak, nggak sekolah. Setiap hari di rumah kok.”
“Rumahnya di mana?”
“Di sini, kan dia anak Ibu juga!” Rony berkata sambil mendelikkan mata kurang senang.
“Tetapi anak Ibu kan hanya satu, hanya kamu sayang.”
“Nggak, nggak, Ibu jahat. Kata Mbak juga ibu jahat, nggak mau ngakuin anak sendiri, Mbak sering bilang begitu.”
Rini terdiam. Dia menjadi bingung dan merasa bersalah.
“Ya Allah, anakku yang mana ya, Mas? Anak kita kan hanya satu si Rony,” katanya saat berduaan dengan sang suami.
“Ya, anak kita memang hanya satu. Aku sendiri tak bisa mengerti,” timpal suaminya.
Pada suatu malam sekitar pukul sebelas, Rin belum bisa memejamkan mata. Seperti biasa dia selalu mengendapkan apa-apa yang terjadi seharian tadi dalam benaknya. Tiba-tiba, Rini mendengar suara tangis sayup-sayup. Lalu ditajamkannya pendengarannya. Seperti isak tangis seorang anak. Bergegas dia ke kamar Rony, dan dilihatnya anak itu tertidur pulas dengan gulingnya. Dibetulkannya letak selimut, kemudian beranjak menuju ke kamarnya lagi. Namun suara isak tangis terdengar lagi. Saat menoleh, Rony masih pulas memeluk gulingnya.
Rini mulai ketakutan. Nyaris saja dia berlari masuk ke kamar.
“Mas, bangun, Mas!” Dengan gugup Rini membangunkan Mas Jon.
“Ada apa, Rin?” Mas Jon menggeliat dengan mata mengantuk.
“Dengar, ada suara anak menangis, Mas.”
“Rony mungkin!”
“Justru aku barusan dari kamarnya. Tapi Rony tidur pulas, dan suara tangis itu sepertinya suara tangis anak perempuan!”
Mas Jon segera bangkit dan mempertajam pendengarannya. “Kita cari arahnya, Rin!” Ujarnya.
Rini menggeleng, tidak menyetujui ajakan suaminya. Melihat keraguan itu Mas Jon membujuk lagi, “Inilah saatnya kita mengetahui segalanya. Kurasa benar, itu suara tangis seorang gadis kecil. Dengar, suaranya begitu halus. Ayolah, Rin!”
Akhirnya dengan mencengkeram lengan Mas Jon, Rini mengikuti langkahnya. Dari dulu Rini memang sangat penakut. Apalagi terhadap hal-hal yang di luar pikiran sehat begini.
Setelah dicari ke segala penjuru rumah, tak ada tanda-tanda kehadiran seseorang. Tetapi anehnya isak tangis itu tetap mereka dengar.
“Sepertinya dari belakang rumah, Rin. Kita ke sana!” Ajak Mas Jon.
Rini ragu-ragu menjawab. “Hatiku sendiri sebenarnya menolak. Bagaimana tidak? Di halaman belakang rumah begitu banyak pohon dan gelap bila malam hari begini.”
“Ah, kau ini, sudah punya anak masih seperti anak kecil saja, penakut!” Olok suaminya. Dengan segan namun penuh keingintahuan Rini mengikutinya.
Benar! Di sudut halaman belakang memang terlihat seorang gadis kecil sedang jongkok. Sinar lampu dari arah jendela menyorot ke arah punggung gadis kecil itu.
Pelan-pelan Mas Jon menghampirinya.
“Hai… siapakah kau, Nak?“ Mas Jon tak bisa menyembunyikan kegugupannya saat bertanya. “Mengapa di sini?” Sambungnya lagi. Sementara si gadis tetap dengan isaknya, bahkan semakin keras.
Suara tangis itu menyentuh perasaan Rini yang paling dalam. Perih! Rasa takut Rini perlahan-lahan mulai berkurang. Bahkan dia mencoba bertanya dengan suara lembut membujuk, “Apakah, kau kawan Rony?”
Gadis kecil itu hanya menggeleng.
“Jadi siapa?”
Tiba-tiba, mendengar pertanyaan Rini yang terakhir, gadis itu berbalik. Wajahnya yang terkena pantulan sinar dari jendela membuat Rini terpana kaget tak alang kepalang. Melihat wajahnya, dia bagaikan bercermin. Wajah itu adalah wajahnya sendiri saat berusia 10 tahun. Persis bak pinang dibelah dua. Mas Jon sendiri seperti orang bingung, berganti-ganti memandang isterinya dan gadis kecil itu.
“Ibu kejam! Ayah kejam! Kalian orang tua yang kejam sekali!!” Tiba-tiba gadis itu berkata dengan nada tinggi.
Mereka tertegun mendengar kata-katanya. Naluri keibuan Rini tersentuh. Tanpa sadar dia jongkok ingin memeluknya. Dia merasa mempunyai pertautan batin yang kuat melihat raut wajah si anak. Bahkan getar-getar aneh pun dirasakan tatkala melihat kesamaan wajah gadis kecil itu dengan wajah yang dimilikinya. Namun saat tangannya akan merengkuh tubuhnya, gadis itu mundur, masih dengan isak tangisnya yang mengiris hati.
“Nak, siapa kau sebenarnya?” Rini bertanya lagi.
“Ibu masih tak ingat denganku? Duh, mengapa Ibu tega padaku? Mengapa, apakah karena sudah ada Rony? Ibu tak ingat 10 tahun yang lalu ibu melahirkanku?”
Mereka semakin kebingungan mendengar berondongan ucapan si anak yang menggigit hati.
“Baik, Nak, teruskan ceritamu agar kami lebih mengerti,” Mas Jon lembut berucap.
“Ayah dan ibu sama sekali tak pernah mengingatku. Tak pernah menganggap aku ada. Bahkan membuangnya begitu saja dalam gundukan tanah sampah ini. Tak pernah merawatnya. Aku tumbuh sendiri tanpa pernah diindahkan sama sekali!” Ucap si gadis bertubi-tubi, membuat mereka tak tahu lagi apa yang harus dikatakan. Bibir mungil dengan ucapan-ucapannya itu seolah-olah menyihir mereka dalam keterpanaan. Terutama Rini.
“Mungkinkah, mungkinkah…?” Rini berbisik panik.
“Ibu selalu mengatakan kepada siapapun bahwa anak Ibu hanya satu, anak Ibu hanya Rony. Sedangkan aku? Tak sedikitpun pernah Ibu sebut.”
“Mas… Mas dia mungkin anak kita, Mas,” kata Rini hampir menangis.
Angan Rini kembali pada peristiwa 10 tahun yang lalu. Pada permulaan perkawinan mereka, yang selalu diwarnai dengan pertengkaran karena belum mampu saling menyesuaikan diri. Beban psikis yang dialaminya mempengaruhi kesehatan kandungannya yang baru menginjak bulan ke-4. Akhirnya dia keguguran. Yang dilahirkan bukan apa-apa selain segumpal darah dan sebentuk benda yang hampir menyerupai daging segar sebesar kepalan tangan. Mas Jon membuangnya begitu saja dan menimbunnya dengan tanah ala kadarnya, sebelum mengantarnya ke dokter.
Rini kembali ingat salah satu surat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Tuhan meniupkan kehidupan pada calon manusia pada hari ke-120 janin di dalam kandungan sang ibu.
“Jadi, jadi.. janin itu dulu sebenarnya pernah bernyawa dalam rahimku. Ya Tuhan…!” Bisik hati Rini terkesiap.
Di tempat itulah, di tempat sampah itulah dulu Mas Jon membuang dan menimbuni anaknya dengan tanah. Di tempat gadis itu berjongkok, sambil terisak lirih.
“Anakku..!” Tiba-tiba Rini menjerit sambil menubruk si anak. Tapi gadis kecil itu mundur, sehingga tak terjamah tangannya.
“Terima kasih Ibu, aku anakmu kan?” Katanya sambil tersenyum.
Betapa rasa haru memukul seluruh batin Rini. Dia lalu jongkok di depan gadis itu. Terasa tangannya basah oleh tetesan air hangat. Dan ketika tengadah, dilihatnya Mas Jon meneteskan air mata sambil berucap lirih, “Anakku…!”
Meskipun ucapan itu begitu lirih, namun mampu memperlebar senyum si gadis kecil! Rin begitu menyesal tak pernah menganggapnya pernah hadir di dalam rahimnya, tak ingat bahwa dia pernah berdenyut di dalam tubuhnya. “Meskipun kini hanya rohnya saja yang masih ada, namun dia pernah ada dan masih akan tetap ada dalam dunia yang berlainan denganku,” bisik Rini dalam hati.
“Ibu berjanji akan mengakuimu pernah hadir sebagai anak. Ya, anak Ibu ada dua. Kau dan Rony adikmu, Nak!” Cetusnya sambil berurai air mata.
“Ya, dan ayah akan merawat tempat tinggalmu, Nak!” Sambung Mas Jon semakin menyejukkan hati anak gadis itu,
“Aku selalu di samping kalian, aku menyayangi Ayah, Ibu dan Rony,” ucap gadis kecil itu lembut.
“Terima kasih, sayang! Kami memang merasakan kasih sayangmu tanpa menyadari kehadiranmu,” kata Rini sambil kembali mengulurkan tangan ingin menyentuhnya, namun hanya udara malam yang dingin yang terasa di ujung jarinya.
Mereka sadar bahwa dunianya dengan dunia anak gadisnya telah berjauhan, namun tali kasih sayang antara orang tua dan anak tak akan mampu memisahkan mereka.
Setiap kali Rini merasakan kehadirannya, tetap terasa cinta kasihnya terhadap gadis kecil tak bernama itu. Walau kini tak pernah lagi bertemu, selain sekelebat bayangannya saja.
Sering bila malam mereka lupa mengunci pintu depan, terdengar ketukan di pintu. Maksudnya mungkin mengingatkan. Pernah suatu kali Rini lupa meninggalkan sepeda roda tiga milik Rony di jalanan di depan rumah, tapi tiba-tiba terdengar sepeda itu berdering sendiri.
“Terima kasih, anakku!” Hanya itu yang selalu diucapkan Rini padanya.
“Terima kasih, anakku!” Selalu terdengar pula bisik lirih Mas Jon bila dia menemukan kembali sesuatu yang telah lama dicarinya.
Kini, mereka merawat bekas tempat si kecil terbuang dengan baik, selayaknya sebuah pusara. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)