Kisah Mistis: AJAL SI PEMAKAI SUSUK
KARENA KEMISKINAN, IBUNYA MEMBERI SEJUMLAH SUSUK EMAS DI TUBUHNYA. SAAT USIA TUA, PEREMPUAN ITU SULIT MENYONGSONG AJAL. BAGAIMANA CARA MENDEKATKAN MAUT KEPADA SI PEMAKAI SUSUK EMAS INI…?
MUNGKIN sudah banyak orang mengenal apa itu susuk. Dalam tata bahasa Indonesia, susuk sama artinya dengan tusuk. Namun dalam pengertian bahasa dukun, susuk diartikan sebagai upaya untuk merubah wajah dan penampilan seseorang agar menjadi lebih menarik saat dipandang. Tapi, ada juga susuk yang digunakan untuk kharisma dan kesaktian.
Kisah misteri berikut ini ada hubungannya dengan susuk yang dituturkan langsung oleh nara sumber yang layak dipercaya beberapa waktu yang lalu. Berikut penuturan lengkap sang pelaku:
Sejak diriku diberitakan oleh sebuah majalah terbitan Medan bahwa aku punya isteri orang bunian, maka ramai orang datang ke rumahku yang terletak di bilangan Dusun Anggrek Baru. Umumnya mereka menemuiku untuk mendobati berbagai penyakit, hal ini karena mereka yakin jika diriku telah dibantu oleh isteriku yang berasal dari bangsa bunian di dalam tiap melakukan upaya penyembuhan.
Pagi itu, aku kedatangan tamu beberapa orang pria dan wanita yang mengaku tinggal tidak jauh dari komplek perumahan staf karyawan perkebunan PTP Tembakau Deli Batang Kuis. Mereka meminta agar aku bersedia menyembuhkan nenek dari ibu mereka (Buyut) yang saat itu tengah terbaring sakit di rumahnya.
Cukup lama aku tertegun. Dalam hati mulai menaksir-naksir. Mungkin yang mereka panggil “Buyut” tersebut, seorang wanita tua yang usianya sudah lebih satu abad. Dan tidak lama lagi mungkin ajal akan segera menjemputnya.
“Apa kalian serius menginginkan nenek dari ibu kalian tersebut untuk sembuh?” Tanyaku kemudian sambil memandang wajah tamu itu satu persatu.
Salah seorang dari mereka segera angkat bicara. “Serius, Pa. Tapi kalau tidak ada harapan untuk sembuh, kami merelakannya pergi dengan damai untuk selama-lamanya menghadap Yang Maha Kuasa,” ujarnya menjelaskan.
“Tentu saja kalian harus merelakannya betapapun sayangnya kalian pada beliau, kalau ajalnya memang sudah sampai!” Komentarku sekadar menghibur.
“Tapi…”
“Tapi apa?” Cepat aku memotong.
“Tapi ini bukan masalah sayang atau tidak, nampaknya Buyut kami itu susah sekali meninggal!”
Kembali aku tercenung. Dalam hati berkatakata bahwa tamuku ini lebih cenderung menginginkan Buyut mereka dapat segera menghadap Tuhan dengan tenang dan damai. Kasus semacam ini memang pernah kutangani beberapa waktu yang lalu, yakni, ada seorang lelaki berusia 90 tahun lebih yang sudah sakit berat tapi sukar sekali menghembuskan nafasnya yang terakhir karena diduga pernah menuntut ilmu hitam untuk kekebalan tubuhnya. Dan benar, begitu ilmunya kubuang, baru si kakek bisa menutup mata untuk selama-lamanya.
“Apa Buyut kalian pernah menguasai ilmu gaib atau memiliki sejenis susuk?” Tanyaku, menduga-duga.
Tamuku ini secara serentak menggelengkan? kepala mereka.
“Baiklah, aku tak janji akan berhasil. Tapi aku akan mencobanya,” kataku merendah. “Pulanglah kalian dulu, besok aku akan ke rumah Buyut kalian, tunggu aku di sana!”
Setelah memberikan alamat lengkap lokasi rumah mereka, tamuku segera pamitan. Pagi harinya, dengan menaiki sepeda motor aku melaju ke alamat itu. Karena tak terlalu sulit, aku pun langsung bisa menemukannya.
Rumahnya lumayan besar dengan halaman yang luas, sebuah bangunan peninggalan di era penjajahan Belanda tempo dulu. Memasuki pintu pagar, aku telah ditunggu oleh salah seorang pria setengah baya yang mengaku kerabat dekat penghuni rumah tersebut. Dia menyalamiku dan segera mengajakku masuk. Begitu berada di depan pintu kamar tidur si sakit, sudah kudengar sayup-sayup suara perempuan merintih-rintih dan mengerang seperti menahankan rasa sakit.
Di dalam kamar tidur yang cukup luas tersebut, aku segera menyaksikan si sakit tengah ditunggui oleh beberapa orang pria dan wanita. Di antaranya, tampak orang-orang yang kemarin bertamu ke rumahku.
Aku disalami mereka saling bergantian. Tak ada kesedihan yang tergambar di wajah yang hadir dalam kamar itu.
Aku melangkah menghampiri si sakit. Berdiri di dekat bibir ranjang perempuan tua yang katanya tengah sakit payah tersebut. Kelihatannya memang demikian, si sakit sudah sukar bernafas. Namun, meskipun tidak berdaya, wajahnya terkesan lebih muda dari cucunya sendiri, seorang wanita setengah baya yang berdiri di dekatku.
Selintas pandang, penampilan sosok yang terbaring sakit itu memang sangat kentara bahwa dirinya punya susuk. Kulitnya yang kuning langsat tersebut tidak nampak kisut. Manakala si sakit membuka matanya pelan, beliau bagaikan melempar senyum ke arahku. Kemudian tangan diulurkanya, dan aku pun segera menyambutnya. Kami berdua saling berjabat tangan selama beberapa saat sementara genggaman jari-jemarinya terasa sangat dingin.
Aku masih erat menggenggam tangannya ketika melalui isyarat mata, nenek jitu meminta agar anak, cucu dan cicitnya yang berada dalam kamar segera ke luar. Kemudian berceritalah perempuan tua itu, bahwa dahulu, di era penjajahan Belanda dia berasal dari keluarga miskin yang hidup dalam kesengsaraan di era penjajahan Belanda. Ayah dan ibunya datang merantau dari pulau Jawa ke Sumatera untuk bekerja sebagai kuli kontrak di perkebunan tembakau Deli Medan.
Dalam bulan Nopember tahun 1900 lahirlah seorang bayi perempuan yang diberi nama Minarsih. Karena wajah dan penampilan sosok bayi perempuan tersebut ternyata kurang menarik alias tidak cantik, maka, sang ibu segera menghubungi seorang dukun sakti di daerah kampung tempat tinggal mereka.
Tujuannya adalah minta bantuan agar bayi perempuan yang bernama Minarsih tersebut bila besar dan dewasa kelak tampak cantik dan sensual. Permintaan itupun dikabulkan oleh sang dukun sakti.
“Demikian Ibuku pernah bercerita sebelum ajal menjemputnya, kata perempuan tua yang bernama Minarsih tersebut melanjutkan kisah hidupnya.
Sebelum bercerita lebih lanjut, Minarsih batuk-batuk berdahak. Dahak yang diludahkannya ke lantai telah bercampur dengan noda darah merah muda.
Konon, menurut cerita ibunya Minarsih, menjelang usia tiga bulan, bayi Minarsih harus diberi air susu lembu murni yang dicampur dengan rendaman air emas 24 karat. Kemudian setelah mencapai usia 11 tahun, yakni waktu pertama kali mendapat haid, Minarsih diperintahkan berpuasa selama 40 hari terus menerus yang berbuka cuma makan nasi putih dan sedikit garam.
Selama mengadakan ritual berpuasa tersebut, Minarsih dilarang melihat orang mandi telanjang atau pasangan pria dan wanita yang bersetubuh. Tidak boleh berkata jorok atau mencaci maki orang. Ada pula larangan mengambil hak orang lain alias mencuri, menganiaya bintang serta menginjak kotoran hewan seperti tahi kambing, lembu, ayam dan lain-lain.
Setelah menjalankan ritual puasa menurut petunjuk dukun sakti itu, Minarsih kemudian dimandikan dalam sungai tanpa mengenakan kain basahan alias telanjang, lalu noda-noda yang masih melekat disapu dengan air kembang tujuh rupa yang telah dibacakan mantera-mantera seperlunya.
Begitu ditempatkan di ruangan khusus, Minarsih diselimuti dengan tujuh lapis kain warna-warni yang didominasi warna kuning keemasan. Kemudian dukun sakti itu mulai memasukkan keping-keping emas murni kedalam dua mata Minarsih, menyusul pada payudara, lengan, betis dan terakhir pada kemaluannya.
Tujuh hari kemudian, Minarsih merasakan ada perubahan dalam penampilannya. Dirinya selalu menjadi pusat perhatian pria-pria manakala dia berada di pusat keramaian. Tua muda selalu melirik dan memuji keelokan tubuhya serta kemolekkan wajahnya yang imut imut.
Selain terkesima dan terkagum-kagum, ramai pula yang tergila-gila. Minarsih melayani mereka yang kaya-kaya, dan orang-orang Belanda berjabatan tinggi di perkebunan. Sehingga dirinya kemudian terseret pada kehidupan yang mewah dan glamor.
Jadilah dirinya sebagai penghibur lelaki hidung belang yang mampu membayar deng. mahal. Namun, lama kelamaan Minarsih jenuh dan bosan juga dengan kehidupan yang dijalaninya. Dia lalu memutuskan untuk menikah secara sah dan resmi menjelang usianya menginjak 30 tahun.
Perkawinannya dengan seorang pemuda pribumi yang kaya raya memberinya tiga Orang anak. Rumah tangga mereka kemudian mengalami prahara setelah sang suami sempat tahu bahwa Minarsih memiliki susuk emas di sekujur tubuhnya.
Mereka bercerai. Belum ada dua bulan menjanda, Minarsih kawin lagi dengan asisten perkebunan berkebangsaan Belanda yang tergila-gila padanya. Belum sempat punya anak, mereka bercerai tanpa alasan yang jelas.
Setelah itu Minarsih mengalami kehidupan kawin cerai berkali-kali. Baru menginjak usia 70 tahun, petualangan kawin cerai tersebut berakhir. Suaminya yang terakhir seorang pria pribumi yang meninggal dunia karena penyakit lever,
“Itulah sisi-sisi gelap kehidupan yang pernah aku jalani, dan telah kupendam saja tanpa diketahui oleh siapa pun termasuk oleh kalangan kerabat sendiri.” Kata perempuan tua yang berstatus sebagai Buyut tersebut pada penutup ceritanya.
Sebagai pendengar yang baik, aku yang diminta untuk membuang susuk emas pada dirinya cuma manggut-manggut saja. Namun dalam hati terus berkata, pantas saja sisi gelap dari kehidupan yang merupakan aib keluarga tersebut tidak diketahui oleh siapapun.
Di sisi lain, aku mulai ragu-ragu untuk melakukan tugas ini. Cukup lama aku tercenunc sambil memandang tubuh yang terbaring lesu di pembaringan. Upaya untuk membuang susu emas ini terkesan cukup rumit juga.
Kalaupun aku berhasil, sudah pasti nyawanya tidak tertolong lagi. Maka jadilah diriku sesosok tangan malaikat maut yang akan menentukan ajalnya. Artinya aku bukan bertugas menyembuhkan pasien ini, tapi sekadar ingin melapangkan arwahnya melangkah ke alam kubur.
Menurut pandangan batinku, perempuan tua ini mungkin sudah lama mati. Namun arwahnya masih tetap bolak-balik masuk lagi ke raganya karena kekuatan atau energi
susuk emas yang telah mendarah daging itu. Makanya, secara medis dan pandangan mata kasar, Minarsih dianggap hidup dan bernafas. Berdasarkan pemikiran ini, aku merasa tak berniat untuk membunuh orang.
Tanpa ragu ragu aku segera memanggil mereka yang menunggu di luar kamar untuk masuk kembali. Berdasarkan petunjuk dari isteriku yang orang bunian, kepada mereka segera kutugaskan untuk mencari pedupaan, kemenyan putih, air dari sumur tujuh lubang, serta dedaunar ramuan lainnya yang diperlukan.
Aku juga minta disediakan kalung, gelang, anting-anting, cincin emas untuk dipakaikan pada pasien. Yang saat itu tidak kulihat dikenakannya. Kalau tidak ada, agar mereka merelakan milik mereka dipinjamkan untuk sementara,
Barang-barang perhiasan emas tersebut akan turut membantu menyerap semua kekuatan susuk emas yang berada di tubuh pasien pada saat ritual berlangsung.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, semua yang kuminta sudah lengkap tersedia. Segera kupilih daun sirih ketemu urat sebanyak tujuh lembar seukuran telapak tangan. Daun sirih tersebut kemudian kuisi dengan energi positif alam semesta melalui kekuatan batin yang sangat prima dengan bermeditasi selama 15 menit. Lalu direndam dalam air putih dari tujuh sumur pada wadah yang telah disediakan. Kepada salah seorang cucu pasien, aku minta menyapukannya ke sekujur tubuh Minarsih. Sementara, daun sirih kusobek menjadi lembaran kecil untuk dikunyah oleh pasien.
Tak lama kemudian, Minarsih memejamkan matanya. Kulihat anting-anting, kalung, gelang, Cincin emas yang telah dipakainya seolah-olah bersinar-sinar dan bercahaya. Mungkin proses penyerapan ke dalam perhiasan emas tersebut tengah berlangsung guna menarik susuk keluar dari seluruh jaring organ tubuh Minarsih.
Secara perlahan dan berangsung-angsur wajah Minarsih mengalami perubahan yang dratis. Demikian pula kondisi tubuhnya, menjadi kisut yang kemudian hanya tinggal tulang yang terbungkus kulit. Wajahnya menjadi keriput dan berubah menjadi tua bangka.
Pada waktu bersamaan, aku melihat butiranbutiran emas seperti pasir keluar dari titik-titik tertentu di sekujur tubuhnya. Lama-kelamaan tubuh Minarsih nampak semakin lemah dan lunglai, kurus kering, mengecil dan menciut.
Nafasnya mulai tidak beraturan. Pada tarikan nafas terakhir, kedua bola matanya membeliak. Terdengar dengusan pendek melalui hidung, sebentar kejang-kejang. Lalu denyutan nafasnya berhenti secara total dengan kedua bola mata melotot.
Tiada kerabat atau anak cucunya yang menangis ketika jenazah Minarsih di usung keliang kubur. Bahkan banyak yang bersyukur,
karena sang uyut telah berangkat dengan dama menghadap Sang Pencipta.
Tujuh hari setelah dikuburkan, ramai orang menyaksikan penampakan pocong atau hantu mengenakan kain kafan berkeliaran di seputar rumah almarhumah. Konon, ada yang percaya, pocong tersebut merupakan penjelmaan dari arwah Minarsih yang belum diterima para malaikat di alam barzah.
Anak cucu almarhumah kembali mendatangiku. Mereka minta tolong agar hantu pocong jelmaan Buyut mereka segera diusir dari kampung, karena mulai meresahkan warga setempat dan membuat malu keluarga almarhumah.
“Uyut kalian menjelma menjadi hantu pocong?” Tanyaku ingin memastikan.
“Benar, Pak!” Tegas salah saeorang dari mereka.
“Kalian yakin itu?”
“Sangat yakin, cukup banyak saksi mata yang melaporkannya kepada kami. Kini mereka takut ke luar rumah pada malam hari”
“Jadi kalian minta agar aku mengusirnya?”
“Ya, kami mohon, Pak!”
Sejenak aku tertegun. Mengusir hantu pocong atau hantu apapun bukan profesiku. Mengusir hantu biasanya dilakukan oleh sebuah tim seperti yang pernah dilakukan oleh tim pemburu hantu yang beberapa waktu lalu pernah ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta.
“Gimana, Pak?” Desak salah seorang dari mereka tak sabaran.
Aku terus saja ragu-ragu. “Terus terang, aku belum pernah melakukannya, jawabku.
# “Tolonglah kami, Pak. Soalnya hat ini merupakan aib kami sekeluarga. Buyut kami telah memberi malu keturunannya begitu dia telah tiada!”
Aku sudah akan menolaknya ketika tiba-tiba ada bisikan dari isteriku yang orang bunian dekat telingaku, sambil memberi petunjuk bagaimana caranya mengusir hantu pocong itL
“Baiklah!” Kataku kemudian. “Sebaiknya kuburan Buyut kalian itu dipindahkan ke tempat yang agak jauh dari pusat keramaian. Bagaimana, kalian setuju?”
“Kalau itu merupakan jalan ke luarnya, kami setuju saja!”
Hari itu juga aku bersama mereka segera berangkat menuju kuburan almarhumah yang berada di taman pemakaman keluarga. Menggal kembali, dan mengambil mayat dari dalamnya, lalu memboyong serta mengusungnya ke pingg hutan rambung atas izin kepala desa. Kami pun segera menguburkannya kembali sambil mengganti kain kafan yang kutulis dengan rangkaian ayat-ayat suci.
Ternyata upaya itu berhasil, karena pada malam berikutnya warga tidak pernah lagi menyaksikan penampakkan pocong yang menakutkan mereka. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)