Kisah Kyai Pamungkas: PESUGIHAN TELAGA BENING
Agar seseorang cepat kaya, ternyata tidak terlalu sulit. Setidaknya, begitulah pengalaman Haidir, 45 tahun. Hanya dengan menyediakan bunga panca warna, pasangan suami istri ini rela menyelam ke dasar telaga wingit. Begitu menyembul ke permukaan, mulut keduanya telah menggigit tengkorak manusia. Tak lama kemudian, harta Haidir pun melimpah…
Lelaki berusia 45 tahun itu benar-benar pusing tujuh keliling. Matanya terus menatap sisa-sisa api yang baru saja melalap habis seluruh bangunan miliknya. Harta benda yang ia kumputkan sejak usia remaja itu hangus dalam hitungan menit. Ia benar-benar shock berat ketika melibat mobil kesayangannya ludes ditelan si jaga merah. Sementara dia tak bisa berbuat banyak untuk mencegahinya, sebab gang rumahnya yang terlalu sempit tak bisa dimasuki mobil pemadam kebakaran. Makanya, dia benar-benar putus asa. Lebih-lebih, semus peristiwa itu berada di depan matanya.
“Habis sudah harapanku. Tak ada jalan lagi untuk bisa melunasi hutang-hutangku yang semakin menggunung,” keluhnya dalam hati.
Tak terasa air matanya terus mengucur deras dari kedua kalopak matanya yang sembab. Sementara, suaranya semakin serak menehan gejolak hatinya yang terasa pilu. Pikirannya kelut. Semuanya terasa buntu.
“Kalau seumur hidup harus menanggung hutang dan malu, untuk apa aku hidup berlama-lama di dunia ini?” ujarnya dalam hati.
Tak lama kemudian Haidir memutuskan untuk segera mengakhiri hidupnya di dunia. Dengan tubuh gemetar, lelaki itu membuka laci meja kamarnya. Kemudian, dengan langkah pertahan ia mengambil silet berwarna putih berkilat, ia terus memandangi barang buatan Swiss itu. Sejenak, Hardir menimang-nimang barang yang biasa dipergunakan untuk mencukur kumisnya itu, digenggamnya erat-erat.
“Aku akan pakai benda ini,” sungutnya sambil melanghankan kaki ke luar kamar.
Tanpa disadari, rupanya sang isteri terus mengamat gerak-genk suaminya. Karena itu, sesaat menjelang silet itu akan menggores urat nadinya, sebuah tamparan keras mengenai tangan Hardir. Plak! Silet ttu ternjatuh ke lantai sebelum menyentuh sasaran. Isterinya berdiri tegak dihadapannya sambil memegang tongkat.
“Apa yang akan kamu lakukan Bang! Kamu mau meningalkan aku sendirian, untuk bayar hutang, hah?” bentak sang istri.
Haidir yang tampak kebingungan. Lelaki itu terdiam tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya yang hitam terbakar asap rokok. Yang tampak hanya rasa kaget yang luar biasa pada wajahnya.
“Jangan tinggalkan aku, Bang. Aku masih punya jalan keluar agar menjadi kaya kembali,” kata isterinya. Dengan suara merendah Haidir tak terpengaruh oleh kata-kata isterinya. la hanya diem membatu, dengan mimik saperti anak kecil yang tidak diberi uang jajan.
“Menurut Mbah Warso, kita bisa mencari persugihan di Telaga Wingit. Katanya dalam waktu singkat, kita akan kembali jadi orang kaya.”
Mendengar kalimat “pesugihan” Haidir langsung terbelalak tanpa kata-kata langsung menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Akhirnya pada tengah malam, Haidar dan isterinya mulai berangkat. Dengan ditemanit Mbah Warso yang berjalan sebagai penunjuk jalan, kabut yang menembus mantel buatan Rusia, tak lagi mereka rasakan. Dengan semangat menggebu, mereka terus menaik perbukitan kecil di ujung desa. Gelapnya malam tak lagi menghalangi jalan.
“Tidak terlalu jauh kok, sebentar lagi juga sampai,” kata Mbah Warso di belakang pasangan suami isteri itu.
Benar juga. Tak lama kemudian mereka telah sampai telaga di tengah sewah. Telaga yang dikenal dengan sebutan Telaga Bening itu ukurannya tidak terlalu besar. Lembutnya sinar bulan menjadikan mereka bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dasar danau tersebut. Selain ikan-ikan yang berenang kesana-kemari dengan ceria, ada yang sedikit aneh. Banyak tengkorak manusia berada di dalamnya. Tulang-belulang itu tampak berserakan di dasar danau, bercampur dengan lumpur dan tumut.
“Jika mati, tengkorak kalian akan berkumpul di sini bersama mereka,” kata Mbah Warso pada Haidir dan isterinya. “Apa kakan bersedia?” banyak bucara, keduanya langsung mengangguk menyanggupi permintaan Mbah Warto, “Oh, iya. Setiap malam Selasa Kliwon, Kalian harus datang ke tempat ini untuk menabur bunga panca warna!“ lanjut Mbah Warso. Sekali lagi, pasangan suami-isteri itu langsung memberi tanda setuju.
Tak berapa lama kemudian Haidir dan isterinya diminta menyelam ke dasar danau untuk mengambil salah satu tengkorak di sana. Syaratnya, keduanya harus mengambil dengan cara menggigitnya. Ternyata syarat itu tak sulit bagi pasangan suami-isteri itu. Terbukti, begitu keduanya menyembul ke atas, mulut mereka nmasing-masing telah menggigit sebuah tengkorak manusia.
“Tengkorak Itu kalian simpan di wuwungan depan dan belakang rumah. Dan nanti jika kalian mati, dialah yang akan membawa tengkorakmu ke tempat ini,” pesan Mbah Warso sambil ngeloyor pergi. Haidir dan isterinya tertegun melihat kepergian Mbah Warso yang seperti tidak menginjak tanah. Ringan seperti kapas…
Setahun kemudian, rumah tangga Haidir dan isterinya kembali jaya, bahkan melebihi jaman keemasannya dulu. Bahkan saat ini bisa dikatakan melebihi dari kekayaannya yang dulu. Beberapa sektor ekonomi desa telah dikuasainya. Lima buah Avéler (selep penggiling padi) dan beberapa hektar sawah telah dimilikinya. Begitu juga mobil Sidekick yang menjadi kesayangannya telah dimilikinya kembali. Pendek kata, semua kebutuhan hidup Haidir dan isterinya telah tercukupi.
Tapi sayang, kebutuhan batin mereka semakin kering. Setiap hari mereka selalu mengeluh dengan masa depannya kelak di akhirat. Karena mereka harus rela menjadi teman iblis untuk selama-lamanya. Memang, untuk saat ini semua kebutuhan hidup mereka terpenuhi (dibantu bekerja) oleh iblis. Tapi, berapa lama lagi mereka harus bertahan hidup di dunia? Sementara yang lebih kekal adalah di akhirat, Tentu hal itu tidaklah sebanding dengan harga yang harus mereka tebus kelak.
Anehnya, ketika batin Haidir dan isterinya terus memberontak untuk memutuskan hubungan dengan penghuni Telaga Bening, telinga mereka selalu mendenger suara yang mengancam, “Haidir, kamu dan Isterimu sudah tekan kontrak denganku, jangan ingkari kesepakatan kita yang dulu, hi…hi… hi…”
Lebih aneh lagi, suara itu muncul tanpa diiringi wujud apapun.
Kini, hari-hari Haidir dan Isterinya ibarat ayam yang mati di dalam lumbung. Meski seluruh kebutuhan lahiriah telah tercukupi, namun batinnya semakin lama semakin kering. Apalagi kelima anaknya telah berubah sikap. Anak-anak yang dikala hidup miskin tampak penurut, kini telah berubah nakal tak terkendalikan.
“Setiap hari mereka hanya makan hati. Tidak ada gunanya hidup seperti ini. Setiap menit hidupku selalu dirundung kesusahan,” ujarnya dengan nada sedih.
Seperti diceritakan M. Subhan, sahabat pelaku peristiwa. Wallahu a’lam bisaawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)