Ngaji Sufi: MENYIKAPI RASA LAPAR
TULISAN TENTANG HIKMAH RASA LAPAR BERIKUT INI KAMI SARIKAN DARI KITAB RISALATUL QUSYAIRIYA KARYA IMAM AL-QUSYAIRY ANNAISABURY, DAN KITAB IHYA ULUM AD-DIN KARYA HUJJATUL ISLAM IMAM AL-GHAZALI. NAH, SELAMAT MENGIKUT…
ALLAH SWT “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sebagian ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar: (Qs. Al-Baqarah: 155).
Ayat di atas bermakna, berikanlah kabar gembira dengan pahala yang indah karena kesabaran mereka dalam menanggung lapar.
Anas bin Malik RA, menuturkan bahwa ketika Fatimah RA memberikan sekerat roti bagi Rasulullah SAW, beliau bertanya, “Apa ini, wahai Fatimah?” Fatimah RA menjawab, “Sepotong roti yang saya masak sendiri. Hati saya tidak dapat tenang sebelum memberikan roti ini kepadamu. Beliau SAW menjawab, “Ini adalah sepotong makanan pertama yang masuk ke mulut ayahmu sejak tiga hari ini.”
Alasan inilah yang menjadikan lapar termasuk dalam sifat kaum sufi dan salah satu tiang mujahadah. Para penempuh suluk selangkah demi selangkah maju membiasakan berlapar-lapar, menahan diri dari makan, dan mereka menemukan mata air kebijaksanaan di dalam lapar. Cerita mereka dalam hal ini cukup banyak.
Dikatakan bahwa Sahl bin Abdullah AtTustari tidak makan, kecuali setiap lima belas hari. Manakala bulan Ramadhan tiba, dia bahkan tidak makan sampai melihat bulan baru. Dan tiap kali berbuka hanya minum air putih saja. Dikatakan pula bahwa apabila beliau dalam keadaan lapar, maka dia selalu tegar. Kebalikannya, setiap kali makan, maka dia menjadi lemah.
Yahya bin Mu’adz menjelaskan, “Seandainya orang dapat membeli lapar di pasar, maka para pencari akhirat niscaya tidak akan perlu membeli sesuatu yang lain di sana.”
Sahi bin Abdullah berkomentar, “Ketika Allah SWT menciptakan dunia, Dia menempatkan dosa dan kebodohan di dalam kepuasan nafsu makan-minum, dan menempatkan kebijaksanaan dalam lapar”
Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Lapar bagi para penempuh jalan Allah adalah olah rohani (riyadhah), sebuah cobaan bagi orang-orang yang bertaubat, siasat bagi para zahid, tanda kemuliaan bagi para ahli ma’rifat:
Mukhallid mengabarkan, “Al-Hajjaj bin Furafishah sedang bersama kami di Syam, dan selama lima puluh malam dia tidak minum air maupun mengisi perut dengan sesuap makanan pun:
“Abu Abdullah Ahmad bin Yahya Al-Jalla mengisahkan bahwa Abu Turab An-Nakhsyaby datang mengarungi padang pasir Bashrah ke Mekkah, dan orang-orang bertanya kepadanya mengenai makanannya. Abu Turab menjawab, “Aku meninggalkan Bashrah, makan di Nibaj dan kemudian di Dzat Arag. Dari Dzat Arag aku datang kepada kalian.”
Jadi, dia mengarungi pada pasir yang tandus sekian lama hanya makan sebanyak dua kali saja.
Abu Utsman Al-Maghriby berkata, “Orang yang mengabdi kepada Tuhan hanya makan setiap empat puluh hari, dan yang mengabdi kepada Yang Abadi (shamadany) hanya makan setiap delapan puluh hari.
Abu Sulaiman Ad-Darany menegaskan, “Kunci dunia ini adalah mengisi perut, dan kunci akhirat adalah lapar.”
Sahl bin Abdullah ditanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang makan sekali sehari?”
Dijawabnya, “Itulah makan orang berirpan:” Dia lalu ditanya lagi, “Bagaimana dengan yang makan tiaa kali sehari?”
Sahl mencela, “Suruh saja orang membuat gentong makanan untuk dia.”
Yahya bin Mu’adz berkomentar, “Lapar adalah pelita, dan kenyang adalah api. Hawa nafsu adalah seperti kayu api yang darinya muncul api yang berkobar, dan tidak akan padam sampai dia membakar pemiliknya.”
Abu Nashr As-Sarraj Ath-Thausy menuturkan bahwa seorang laki-laki dari kaum sufi datang menemui seorang Syekh dan memberikan sedikit makanan. Si sufi lalu bertanya, “Sudah berapa lama Anda tidak makan?”
Sang Syekh menjawab, “Lima hari.”
Si sufi berkata, “Lapar Anda adalah lapar orang bakhil. Anda memakai pakaian bagus sementara Anda lapar. Itu bukan lapar orang miskin.”
Rustam Asy-Syirazy Ash-Shufy menuturkan bahwa ketika Abdullah bin Khafif sedang menghadiri jamuan makan, tiba-tiba salah seorang muridnya bermaksud mengambil makanan mendahului Syekh, karena laparnya.
Salah seorang murid Syekh yang lain, yang ingin menegur atas ketidaksopanannya itu, menempatkan sedikit makanan di hadapan si miskin tersebut. Menyadari bahwa dirinya dicela karena kurang beradab, si miskin itu lalu tidak mau makan selama lima belas hari sebagai hukuman dan pendisiplinan jiwanya, serta sebagai tanda menyesal atas ketidaksopanannya. Padahal, selama ini dia telah menderita kelaparan.
Malik bin Dinar berkata, “Siapa yang telah mengalahkan syahwat dunia, maka itulah tindakan yang dapat memisahkan setan dari lindungannya.”
Abu Ali Ar-Rudzbary mengajarkan, “Jika seorang sufi setelah lima hari tidak makan mengatakan, aku lapar, maka kirimlah dia ke pasar agar mendapatkan pekerjaan.”
Seseorang bertanya kepada salah seorang Syekh, “Apakah Anda menginginkan sesuatu?” Jawab si Syekh, “Aku menginginkan untuk tidak ingin lagi.”
Abu Turab An-Nakhsyaby menuturkan bahwa jiwanya tidak pernah cenderung kepada hawa nafsu kecuali sekali saja, yakni dia ingin sekali makan roti dan telur ketika dia berada dalam perjalanan. Kemudian dia masuk ke suatu kampung. Tiba-tiba seseorang bangkit dan memegang tangannya sambil berkata, “Orang ini adalah salah seorang dari perampok itu!”
Lalu orang-orang di situ memukulinya sampai tujuh puluh kali. Untunglah dalam keadaan kritis itu seseorang mengenali Abu Turab. Orang tersebut berkata, “Ini adalah Abu Turab An-Nakhsyaby!”
Mendengar itu, mereka cepat-cepat meminta maaf, dan lelaki yang mengenai Abu Turab segera membawanya pergi ke rumahnya. Dengan penuh hormat, sang wali dijamu dengan roti dan telur. Maka Abu Turab berkata kepada diri sendiri, “Makanlah, setelah tujuh puluh kali pukulan!”
Abu Thalib Al-Makki berkata, “Perut itu adalah seperti rebab, yaitu kayu yang berlubang, mempunyai tali-tali. Bunyinya bagus karena ringan dan tipis. Begitu pula rongga perut! Apabila dia kosong, niscaya lebih manis untuk membaca Al-Qur’an, lebih lama untuk berdiri shalat, dan lebih menyedikitkan tidur.”
Abdul Wahid bin Zaid bersumpah dengan nama Allah bahwa Allah tidak memilih seseorang dengan kasih sayangNya, selain dengan perantaraan lapar. Dia juga berkata, “Mereka itu tak dapat berjalan di atas air kecuali dengan lapar, bumi tidak dilipat kecuali dengan lapar. Dan Allah SWT tidak memberi kekuasaan kepada mereka, selain dengan lapar.”
Seorang ulama berkata, “Siapa yang menahan lapar selama empat puluh hari karena Allah, niscaya tampak baginya kekuasaan dari alam malakut.” Maksudnya, terbuka baginya sebagian rahasia ketuhanan.
Abu Sulaiman Ad-Darany mengisyaratkan enam bahaya kenyang. Dia berkata, “Siapa yang kenyang, niscaya masuklah kepadanya enam bahaya. Pertama, hilang kemanisan munajatnya Kedua, sukar memelihara hikmah. Ketiga, tidak memiliki belas kasihan kepada sesamanya, karena apabila dia kenyang, maka disangkanya semua orang pun kenyang. Keempat, berat melakukan ibadah. Kelima, bertambah nafsu syahwat. Keenam, kaum muslimin yang lain sibuk berputar keliling masjid, sementara orang kenyang sibuk berputar-putar keliling kakus.”
Demikianlah komentar para tokoh sufi tentang lapar. Semoga pembaca yang budmian dapat mengambil hikmahnya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)