Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: NGLARUNG DI PANTAI PARANGKUSUMO UNTUK KEJAYAAN MATARAM

Panggonan Wingit: NGLARUNG DI PANTAI PARANGKUSUMO UNTUK KEJAYAAN MATARAM

SEJUMLAH SESAJIAN DILARUNG KE LAUT SELATAN. UNTUK KANJENG RATU KIDUL DAN PANEMBAHAN SENOPATI…?

 

TEPAT pukul 19.00 WIB arak-arakan ritual nglabuh beranjak menuju Cepuri Parang Kusumo. Didahului penabuh gamelan, pembawa pusaka tokoh masyarakat dan sejumlah sesajen, rombonaan berjalan perlahan mengikuti irama gamelan yang ditabuh oleh 6 orang nayaga. Di belakangnya, ratusan peserta mengiringi berbagai sesajian yang akan dilarung di pantai Parang Kusumo, Bantul, Yogyakarta. Sesuai rencana, malam Jumat itu tepat pukul 24.00 Sanggar Supranatural Songgo Buwono akan melaksanakan ritual nglabuh atau nglarung sesaji pada Kanjeng Ratu Kidul.

 

30 menit kemudian rombongan nglabuh tiba di Cepuri Parang Kusumo, sebuah tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Mataram. Sejumlah sajen berupa bunga, tumpeng, beberapa helai kain mori, hewan dan sebagainya diletakkan di sebelah kiri panggung. Di sebelah kanan, nampak para penari yang akan membawakan tarian Bedoyo Songgo Buwono dan penabuh gamelan yang siap melantunkan tembang keramat yang kerap Gibawakan dl lingkungan keraton. Sementara di kursi tamu nampak Bupati Bantul, Kakandepag yang mewakili Gubernur Yogya, tokoh masyarakat serta Bunda Lia Hermin Putri , pimpinan Sanggar Supranatural Songgo Buwono.

 

Setelah beberapa sambutan selesai dibawakan, ritual nglabuh pun dimulai. Lia Hermin Putri selaku pelaksana ritual mulai beranjak menuju Watu Gilang di Cepuri Parang Kusumo. Sesajian diletakan tepat di depan Watu Gilang yang dipercaya sebagai tempat duduk Panembahan Senopati saat pertama bertemu Kanjeng Ratu Kidul. Lantunan tembang, mantera dan doa mulai terdengar dari mulut juru kunci Watu Gilang. Sesaat kemudian Bunda Lia melakukan topo hening, menyatukan diri dengan alam semesta.

 

Usai berdoa di Watu Gila, lanjut menuju bibir pantai selatan dm dilanjutkan acara ritual nglabuh atau nglarung dilaksanakan. Di sini, Bunda Lia kembali meditasi dan memanjatkan doa-doa bagi arwah leluhu Ribuan peserta yang memadati bibir pantai Parang Kusumo mengelilingi sesajen, larut dalam doa yang dibawakan Bunda Lia. Sesaat kemudian sesajen itu dilarung ke laut untuk dipersembahkan bagi penguasa Laut Selatan,

 

Usai dilarung, sesajian yang belum sempat terbawa ombak ke tengah laut kemudian diperebutkan oleh peserta ritual. Mereka meyakini benda-benda yang dijadikan sajen itu akan memberi berkah bagi kehidupan mereka. Kain mori bekas sajen itu dipercaya akan mendongkrak rejeki. Begitupun sajen-sajen lain, seperti burung, angsa, bunga-bunga, buah-buahan dan sebagainya.

 

Bagi Bunda Lia dan masyarakat Mataram pada umumnya, ritual nglabuh adalah sebuah tradisi yang harus dipertahankan keberadaannya. Selain karena budaya, ritual nglabuh dipercaya mampu menolak bala bagi masyarakat Mataram dan peserta khususnya. Ritual ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, bahkan upacara yang digelar Sanggar Supranatural Songgo Buwono pada 7 September 2006 lalu adalah upacara yang mengadopsi ritual nglabuh yang selalu digelar Raja-Raja Mataram terdahulu.

 

Berdasar sejarah, Raja-Raja Mataram punya keterkaitan sangat erat dengan alam terutama di pantai selatan atau tepatnya di Cepuri Parang Kusumo. Di sini Panembahan Senopati mendapatkan Wahyu Kraton untuk mendirikan kerajaan dan menjadi Raja Mataram pertama. Di tempat ini pula Panembahan Senopati bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul dan mendapat bantuan untuk mendirikan Kerajaan Mataram. Dan sejak itu, setiap tahun upacara ritual nglabuh selalu digelar Raja Mataram di Parang Kusumo untuk menghaturkan sesajian bagi Kanjeng Ratu Kidul.

 

Menurut Babad Tanah Jawi, kala itu Panembahan Senopati berniat melepaskan diri dari Kasultanan Demak. Dibantu Ki Juru Martani, pamannya, Panembahan Senopati disarankan untuk bertapa di Pantai Selatan agar mendapatkan kekuatan gaib dari Tuhan berupa Wahyu Keraton. Untuk menuju Segara Kidul Panembahan Senopati disarankan menghanyutkan diri dengan sepotong perahu gabus mengikuti aliran sungai Opak. Sementara Ki Juru Martani akan melakukan tapa di gunung Merapi untuk menambah kekuatan gaib bagi Panembahan Senopati.

 

Setelah melalui bukit Sentana, Panembahan Senopati tiba di Segara Kidul menghampiri sebuah batu yang kemudian diberi nama Selo Dhampar di Cepuri Parang Kusumo. Di atas batu itu Panembahan Senopati duduk bersila. meditasi, menyatukan kekuatan jiwa dengan alam dan seluruh kekuatan gaib yang ada di sana. Dalam heningnya, Panembahan Senopati dijumpai Kanjeng Ratu Kidul yang menyampaikan gambaran yang menyenangkan. Bahwa nanti Panembahan Senopati akan menjadi Raja Mataram pertama.

 

Dalam kebahagiaan, Panembahan Senopati bersuka cita dan melakukan hubungan intim layaknya suami istri dengan Kanjeng Ratu. Setelah pertemuan amat mesra itu Panembahan Senopati diajak Kanjeng Ratu menyaksikan kemegahan Keraton Segara Kidul di dasar Samudra Indonesia. Bangunan keraton tampak megah, taman bunga mengampar luas di sekeliling keraton yang bertaburan mutiara. Dinding keraton berlapis emas yang berpahatkan intan berlian yang gemeriapan.

 

Kanjeng Ratu Kidul menjamu Panembahan Senopati dengan cinta kasih, menyerahkan apa yang diinginkan Panembahan Senopati. Kemudian Panembahan Senopati diajak masuk taman peraduan yang sangat indah untuk istirahat bersama menikmati makanan ‘sejatining rasa’ dalam kehidupan. Selama tiga hari tiga malam di Keraton Segara Kidul, Panembahan Senopati mendapatkan gambarai tentang masa depan Kerajaan Mataram.

 

Ratu Kidul akan hidup sepanjang masa dan mendampingi Raja-Raja Mataram turun temurun sebagai istri raja.

 

Sejak peristiwa itu, menjadi sebuah kewajiban bagi Raja-raja Mataram untuk mengadakan ritual nglabuh di Parang Kusum Palina tidak sekali setiap tahun mereka harus menggelar upacara ini sebagai tanda penghormatan kepada Kanjeng Ratu. Selain itu kepercayaan masyarakat Yogja dan Solo (Mataram) mengatakan bahwa setiap Raja Mataram akan dijadikan suami oleh Kanjeng Ratu seperti janjinya pada Panembahan Senopati. Maka sejatinya, upacara nglabuh bagi Raja Mataram adalah sebuah upaya gaib yang dilakukan raja untuk mengunjungi Kanjeng Ratu Kidul yang berstatus sebagai istri raja.

 

Dimata masyarakat Jawa, pengaruh keberadaan Kanjeng Ratu Kidul amat besar dalam kehidupan mereka. Meski berada di alam gaib Kanjeng Ratu Kidul diyakini mampu mengintervensi kehidupan masyarakat terutama Yogja dan Solo. Maka jika tak ingin kena bala (musibah) hormatilah keberadaan Kangjeng Ratu Kidul seperti Raja-raja Mataram dulu menghormatinya. Dan salah satu upaya penghormatan itu adalah dengan menggelar ritual nglabuh di Parang Kusumo.

 

Namun beberapa tahun terakhir, ritual nglabuh ini seolah disepelekan. Pihak pemerintah dani keraton Yogja khususnya tak pernah lagi menggelar upacara nglabuh seperti yang selalu digelar leluhurnya dulu. Entah karena kesibukan Keraton atau pola pikir yang berubah, upacara ini menjadi tak perlu untuk dilakukan. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan beberapa budayawan dan spiritualis Mataram yang tinggal di Yogja dan Solo. Menurut mereka, budaya adalah akar perilaku, ketika budaya berubah maka berubah pula perilaku masyarakanya. Jika perubahan itu ke arah yang lebih baik, tak jadi masalah. Tapi yang terjadi sekarang, orang Indonesia kehilangan budi pekertinya, tutur Lia di sela-sela ritual.

 

Selain itu secara spiritual, mereka juga mengkhawatirkan jika upacara ini tidak lagi digelar, Kanjeng Ratu akan memperlihatkan amarahnya. Hal ini diakui oleh Kanjeng Raden Mas Haryo Bios Gadjah Abioso, Trah Bangun Topo Paku Buwono VI. Menurutnya, gempa yang beberapa waktu lalu mengguncang Yogja adalah salah satu akibat dari kelalaian Mataram dalam hal menghormati leluhurnya dan Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu memberi sedikit peringatan pada rakyat Mataram agar mereka kembali mengingat perjanjian yang telah disepakati Panembahan Senopati sebagai leluhur Mataram.

 

Lebih jauh diingatkan KRMH Bios G Abioso, dalam perjanjian dengan Kanjeng Ratu dan Panembahan Senopati, Mataram akan selalu berada dalam keadaan aman dan tenteram jika mereka saling menghormati. Bentuk perjanjian itu sendiri diaplikasikan Mataram dengan cara memberikan sajen setiap tahun di Parang Kusumo. Sajen atau yang diartikan sebagai pengertian harus sesuai dengan permintaan. Dan ketika kita memberi pengertian kepada wanita makhluk halus maka bentuknya harus berupa sesajian. “Ada yang mengartikan ini musyrik, tapi menurut kami ini adalah sebuah bentuk hubungan manusia dengan makhlukNya atau hablum minannas, jelas KRMH Bios.

 

Masih segar dalam ingat Bios apa yang terjadi beberapa hari sebelum gempa berskala « 9 skala richter mengguncang Yogja. Hari itu

 

ia tengan berada di Solo, rumah peninggalan keluarga besarnya. Menjelang sore Bios keluar rumah untuk sekedar mencari angin segar. Sejenak ia menengadah ke langit, cuaca nampak agak gelap. Awan hitam menggelayut di sana, mugkin akan turun hujan. Namun alangkah terkejutnya Bios, sekelebatan ia melihat seekor nagaterbang diantara gumpalan awan hitam yang menyelimuti langit Yogja.

 

Hati kecil lelaki ini ciut, ia sadar kehadiran naga terbang itu bukan tanpa alasan. Sejenak Bios mengheningkan Cipta dengan segala kemampuan spiritualnya. Hasilnya diketahui naga terbang itu adalah ular sakti peliharaan Kanjeng Ratu Kidul yang menjadi saksi perjanjian antara Panembahan Senopati dengan tuannya. Kehadirannya untuk menagih janji Raja Mataram dengan penguasa Segara Kidul yang terlupakan. “Saya sadar akan terjadi musibah di tanah Mataram, tapi saya tidak tahy apa bentuknya. Saya baru engeh ketika gempa itu mengguncang Jogja,” tutur Bios.

 

Masih menurut keterangan KRMH Bios G Abioso, Trah Bangun Topo Paku Buwono VI, perjanjian antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul itu berlaku bagi Raja-raja Mataram. Raja-raja Mataram dan pewarisnya akan menjadi suami Kanjeng Ratu Kidul di mana setiap tahun sekali mereka harus mengunjungi Kanjeng Ratu di Istananya di Segara Kidul. Adapun cara mengunjunginya itu adalah dengan proses nglabuh atau nglarung sesajian di Cepuri Parang Kusumo yang diperca: ya sebagai pintu gerbang menuju Istana Segara Kidul. ”Jadi proses nglabuh sebenarnya adalah upaya raja untuk mengunjungi Kanjeng Ratu Kidul sebagai istrinya di alam gaib,” jelas Bios.

 

Lebih jauh dijelaskan Bios, yang harus dan berhak mengunjungi Kanjeng Ratu di Istana Segara Kidul itu adalah yang memangku jabatan Raja Mataram. Sementara Kerajaan Mataram sudah tidak ada lagi sejak Indonesia merdeka karena Mataram masuk wilayah Indonesia dengan nama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berarti pemangku jabatan Raja Kerajaan Mataram terakhir adalah Paku Buwono Ke IX. Dialah raja terakhir yang mewarisi perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul Dia pula raja terakhir yang bisa menembus Istana Segara Kidul. Setelah Paku Buwono IX wafat, pewaris-pewarisnya tidak lagi terikat perjanjian dengan Kanjeng Ratu, mereka juga tidak memperistri Kanjeng Ratu. Selanjutnya mereka menyebut Kanjeng Ratu dengan panggilan Ibu atau Eyang Putri. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: TEROR POCONG IRENG

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: PENUNGGU HARTA GAIB BENGKULU

Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: UANG MILYARAN RAIB DITIPU PARANORMAL

Kyai Pamungkas
error: Content is protected !!