Pemakaman Bayi di Pohon, Sulawesi Selatan
Passiliran Toraja: Ketika Kematian Bayi Dikembalikan ke Rahim Alam
Di lereng sunyi Tana Toraja, Sulawesi Selatan, terdapat sebuah ritual kematian yang kerap membuat orang luar terdiam lama. Bukan karena ngeri, melainkan karena maknanya yang dalam. Bayi-bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh tidak dikuburkan di tanah, tidak pula dibakar. Mereka diletakkan di dalam batang pohon hidup. Tradisi ini dikenal sebagai Passiliran, sebuah pemakaman bayi di pohon Tarra yang oleh masyarakat Toraja dipercaya sebagai pengembalian sang bayi ke rahim ibunya: alam.
Kambira dan Pohon Tarra: Titik Awal Sebuah Keyakinan
Passiliran dapat ditemukan di kawasan Kambira, Lembang Buntu, Kecamatan Sangalla, Tana Toraja. Di tempat ini berdiri pohon Tarra yang menjulang dengan batang besar dan kulit kayu tebal. Pohon ini bukan sembarang pohon. Dalam kepercayaan Toraja, Tarra dipilih karena getahnya yang melimpah, dianggap menyerupai air susu ibu. Keyakinan ini membentuk fondasi spiritual dari seluruh ritual Passiliran.
Bayi yang meninggal pada usia sangat dini—sebelum tumbuh gigi—dipandang masih suci. Mereka belum “mengenal dunia” sepenuhnya, sehingga kematiannya tidak diperlakukan sebagai kematian biasa. Tidak ada peti, tidak ada kain pembungkus. Tubuh bayi dimasukkan ke dalam lubang kecil yang dipahat pada batang pohon, lalu ditutup dengan serat alami. Seiring waktu, lubang itu akan menyatu kembali dengan batang pohon, seakan-akan sang bayi benar-benar kembali ke dalam rahim alam.

Ritual Tanpa Tangisan: Kesunyian yang Disengaja
Salah satu aspek paling mencolok dari Passiliran adalah suasananya yang sunyi. Tidak ada ratapan panjang seperti dalam upacara Rambu Solo’, ritual kematian Toraja yang terkenal megah. Kematian bayi dianggap berbeda. Tangisan dipercaya dapat mengganggu perjalanan roh bayi yang sedang “dipulangkan”. Kesunyian menjadi bentuk penghormatan tertinggi.
Dalam perspektif orang luar, kesunyian ini sering disalahartikan sebagai ketidakpedulian. Namun bagi masyarakat Toraja, justru di situlah letak kasih sayang. Bayi tidak dilepas dengan kesedihan yang mengikat, melainkan dengan ketenangan agar jiwanya dapat menyatu kembali dengan alam tanpa beban.

Makna Rahim Alam dalam Kepercayaan Toraja
Konsep “rahim alam” menjadi inti dari Passiliran. Pohon Tarra dipandang sebagai ibu pengganti. Getahnya yang terus mengalir melambangkan nutrisi kehidupan. Ketika bayi ditempatkan di dalam batang pohon, masyarakat percaya bahwa jiwa bayi tidak benar-benar pergi, melainkan kembali ke sumber asalnya.
Keyakinan lain yang menyertai ritual ini adalah harapan keselamatan bagi anak-anak yang lahir kemudian. Passiliran diyakini membawa keseimbangan kosmis. Dengan “mengembalikan” bayi yang meninggal ke rahim alam, keluarga berharap kelahiran berikutnya akan dilindungi dari mara bahaya. Inilah sebabnya ritual ini dilakukan dengan penuh ketelitian, meski tampak sederhana.

Pandangan Mistis: Antara Dunia yang Belum Sempurna
Dalam narasi mistis Toraja, bayi yang meninggal sebelum tumbuh gigi dianggap belum sepenuhnya memasuki dunia manusia. Mereka berada di ambang dua alam. Oleh karena itu, menguburkan mereka di tanah—simbol dunia manusia—dianggap kurang tepat. Pohon Tarra menjadi ruang transisi, jembatan antara dunia roh dan dunia manusia.
Sejumlah tetua adat meyakini bahwa roh bayi akan “tumbuh” bersama pohon. Semakin besar pohon Tarra, semakin kuat pula penjagaannya terhadap kampung. Dengan demikian, Passiliran tidak hanya ritual kematian, tetapi juga investasi spiritual bagi komunitas.

Kesaksian Warga: Warisan yang Dijaga Diam-Diam
“Ini bukan tentang kematian, tapi tentang kehidupan yang belum sempat tumbuh,” ujar seorang warga Kambira yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, Passiliran diajarkan turun-temurun tanpa banyak penjelasan tertulis. Semua dipelajari melalui praktik dan cerita lisan.
Warga lain menambahkan bahwa ritual ini kini semakin jarang dilakukan, seiring perubahan zaman dan pengaruh luar. Namun bagi keluarga yang masih memegang teguh adat, Passiliran tetap menjadi pilihan utama ketika menghadapi kematian bayi. Bagi mereka, melanggar adat sama dengan memutus hubungan spiritual dengan leluhur.

Antara Etnografi dan Sensasi Media
Passiliran kerap muncul dalam laporan media sebagai “pemakaman paling aneh di dunia”. Label ini seringkali mengaburkan konteks budaya yang mendalam. Bagi masyarakat Toraja, ritual ini tidak pernah dimaksudkan untuk tontonan. Ia adalah praktik sakral yang menuntut rasa hormat.
Antropolog menilai Passiliran sebagai contoh bagaimana masyarakat tradisional memaknai kematian dengan cara yang berbeda dari logika modern. Alih-alih memisahkan hidup dan mati secara kaku, Toraja memandang keduanya sebagai siklus yang saling terhubung.
Misteri yang Tetap Hidup di Batang Pohon
Passiliran bukan sekadar kisah eksotis dari timur Indonesia. Ia adalah cermin cara pandang yang menempatkan alam sebagai ibu, kematian sebagai kepulangan, dan bayi sebagai jiwa yang masih terhubung erat dengan sumber kehidupan. Di balik keheningan pohon Tarra, tersimpan keyakinan tua yang menolak dilupakan oleh waktu.
FAQ – Pertanyaan yang Sering Dicari
Apa itu Passiliran?
Passiliran adalah tradisi pemakaman bayi Toraja yang meninggal sebelum tumbuh gigi dengan cara menempatkannya di dalam batang pohon Tarra.
Mengapa bayi tidak dikubur di tanah?
Karena bayi dianggap masih suci dan belum sepenuhnya memasuki dunia manusia, sehingga dikembalikan ke “rahim alam”.
Apakah tradisi ini masih dilakukan?
Masih, namun semakin jarang dan hanya oleh keluarga yang tetap memegang adat.
Apakah Passiliran aman dikunjungi wisatawan?
Secara fisik aman, namun pengunjung wajib menjaga etika dan menghormati kesakralan lokasi.
Tag:
passiliran toraja, pemakaman bayi, tradisi toraja, pohon tarra, ritual kematian nusantara, budaya sulawesi selatan, majalah misteri
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: paranormal-indonesia.com/
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)
